tirto.id - Malang adalah kota yang dijejali dengan orang-orang kreatif. Satu contoh, kota berhawa dingin yang terkenal dengan apel hijaunya itu pernah sukses mempopulerkan bahasa “walikan”, yakni bahasa baru yang tercipta lewat upaya membolak-balik struktur kata dalam komunikasi sehari-hari. Jika tak akrab, Anda tak akan memahami apa yang orang Malang katakan. Tapi untuk urusan startup, Anda akan mafhum bahwa anak-anak muda di Malang memiliki energi berkreasi yang tak kalah dibanding anak-anak muda di kota lain.
Festival Malang Mbois adalah salah satu buktinya. Kata “mbois” sendiri berasal dari bahasa lokal Malang untuk sesuatu yang keren—sama seperti visi pemerintah Kota Malang yang mendukung agar ajang yang akan berlangsung selama bulan November 2016 itu bisa mengangkat nama anak-anak muda Malang yang telah menciptakan startup-startup keren. Sebagaimana dilansir Antara, Tri Widyani selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Malang menilai potensi ekonomi kreatif di Kota Malang memang cukup besar.
Berdasarkan catatan sementaranya, ada kurang lebih 3.000 lebih pelaku ekonomi kreatif di Kota Malang yang bergerilya secara terpisah. Festival Malang Mbois menjadi satu ajang yang diharapkan bisa mempersatukan mereka dan membuat ekonomi kreatif Kota Apel lebih solid dan startup yang ada bisa bertambah besar serta mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak. Strategi ini terbukti ampuh untuk menekan angka pengangguran terutama di kalangan anak-anak muda.
Acara yang dinisiasi oleh Malang Creative Fusion (MCF) itu tentu saja mendapat dukungan dari Badan Ekonomi Kreatif Indonesia alias Bekraf. Sejak didirikan pada 2015, lembaga pemerintah nonkementerian itu memang aktif mendukung, mewadahi, hingga menggawangi acara-acara bertemakan ekonomi kreatif di banyak daerah.
Bekraf pun percaya diri jika produk startup karya anak bangsa tak kalah mutunya dibandingkan startup karya orang luar negeri. Agar cita-cita menembus pasar dunia makin terbuka, salah satu langkah Bekraf adalah dengan mengirimkan karya-karya itu ke kompetisi dan konferensi startup tingkat internasional.
Pada akhir September lalu Bekraf mengirimkan 11 startup ke kompetisi dan konferensi startup terbesar Eurasia (Eropa dan Asia) di Istanbul, Turki, pada 6-10 Oktober 2016 dan diikuti 428 startup dari 135 negara. Lima startup peserta konferensi Istanbul adalah AppSKEP (aplikasi di bidang keperawatan), Ur-Farm (e-commerce yang menjaul produk organik), Pictalogi (platform cetak foto), TARRASmart (direktori radio online Indonesia), BlumbangReksa (platform untuk aplikasi membantu petani udang).
Sedangkan enam startup yang akan mengikuti kompetisi adalah Urbanhire (situs pencarian lowongan kerja), Kostoom (platform untuk membuat custom clothing), KlikTukang (aplikasi menghubungkan juru reparasi dengan konsumen), Kitabisa.com (situs fundraising), Cubeacon (aplikasi untuk membantu promosi pebisnis) dan Hangout.deals (e-commerce yang menjual item diskon). Keenam startup ini masuk 100 besar startup dunia.
"Di sana, mereka akan bertemu dengan para investor dunia sehingga diharapkan dapat meraih pelajaran dan pengalaman. Bila memang menjadi jalannya, bisa pula mendapatkan investor," tutur Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif Fadjar Hutomo dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (30/9/2016), sebagaimana dikutip Antara.
Dongkrak Perekonomian Nasional
Festival Malang Mbois hanyalah satu dari sekian banyak ajang bertemakan ekonomi kreatif yang cukup melimpah sejak Presiden Joko Widodo membidani lahirnya Bekraf. Tema masing-masing acara pun tak hanya seputar startup atau aplikasi mobile. Rumusan kebijakan Bekraf merentang mulai dari bidang game developer hingga arsitektur, desain interior hingga desain produk, fashion hingga film, seni rupa hingga seni pertunjukan, dan lain sebagainya.
Dampak positifnya dirasakan para pelaku maupun konsumen. Masyarakat kini makin dimanjakan dengan banyaknya aplikasi mobile karya anak bangsa yang memudahkan keperluan sehari-hari, mulai dari pemesanan moda transportasi untuk bepergian hingga jasa antar makanan. Simbiosis mutualisme di tingkat akar rumput ini dalam ranah makro akhirnya mampu mendongkrak perekonomian nasional.
Dalam catatan Deputi Riset, Edukasi, dan Pengembangan Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) Abdur Rohim Boy Berawi, industri kreatif dalam setahun terakhir (per Maret 2016) telah menyumbang Rp642 triliun atau 7,05 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia. “Kontribusi terbesar berasal dari usaha kuliner sebanyak 32,4 persen, mode 27,9 persen, dan kerajinan 14,88 persen,” katanya sebagaimana dikutip Antara.
Dalam Talkshow "Kebijakan, Strategi, Peluang dan Tantangan Industri Kreatif di Indonesia" pada pameran dagang Trade Expo Indonesia (TEI) 2016 di Jakarta International Expo di Kemayoran, Jumat (14/10/2016), Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian Haris Munandar mengatakan bahwa industri kreatif memang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Meski demikian, Haris mengaku sedikit kecewa sebab kontribusinya masih kecil, yakni kurang lebih 7 persen dari kontribusi pertumbuhan industri nasional dan 18-20 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Tapi ia juga meyakini bahwa ke depan industri kreatif akan menyumbang angka yang lebih mengingat potensinya yang besar.
Selain menyumbang PDB nasional, Abdur Rohim juga mengatakan bahwa industri kreatif merupakan sektor keempat terbesar dalam penyerapan tenaga kerja, dengan konstribusi secara nasional sebesar 10,7 persen atau 11,8 juta orang. Rata-rata konstribusi terbesar berasal dari bisnis mode sebanyak 32,3 persen, kuliner 31,5 persen, dan kerajinan 25,8 persen.
Saat ini ada 16 sub sektor yang akan terus berkembang selama 2015-2019, yakni seni pertunjukan, seni rupa, televisi dan radio, aplikasi game, arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual, periklanan, musik, penerbitan, fotografi, desain produk, fashion, film animasi dan video, kriya, dan kuliner. Dari sub sektor yang ada, sedikitnya ada tiga bidang yang mengalami pertumbuhan cukup signifikan, yakni teknologi informasi sebesar 8,81 persen, periklanan 8,05 persen, dan arsitektur 7,53 persen.
Kendati industri kreatif Indonesia diprediksikan akan semakin berkembang, masih ada hambatan yang perlu untuk diperhatikan, yakni minimnya sistem informasi dan database yang bisa membantu para pelaku ekonomi kreatif mengembangkan karyanya.
Untuk mengatasi masalah ini, Juli lalu Bekraf telah menjalin kerja sama dengan Badan Pusat Statistik untuk menyusun basis data ekonomi kreatif melalui survei yang akan dilakukan di 57 kabupaten/kota pada 34 provinsi di Indonesia. Atas dasar data tersebut, melalui arah kebijakan yang tepat, Bekraf optimistis target pertumbuhan 12 persen PDB ekonomi kreatif, 13 juta tenaga kerja sektor ekonomi kreatif, dan kontribusi 10 persen terhadap ekspor nasional hingga 2019 dapat tercapai.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti