Menuju konten utama

Menuju Puncak Covid-19 di Indonesia, Pemerintah Bisa Apa?

Puncak pandemi Covid-19 di Indonesia diperkirakan akan berlangsung hingga pertengahan April 2020. Apa yang bisa dilakukan pemerintahan Jokowi?

Menuju Puncak Covid-19 di Indonesia, Pemerintah Bisa Apa?
Presiden Joko Widodo melihat peralatan medis di ruang IGD saat meninjau Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3/2020). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Pool.

tirto.id - Pandemi Covid-19 di Indonesia diperkirakan akan berlangsung hingga pertengahan April 2020. Prediksi tersebut dikeluarkan oleh tim peneliti pada Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi (P2MS) Institut Teknologi Bandung (ITB), Kamis (19/3/2020).

Tim yang dimotori dosen Program Studi Matematika ITB Dr Nuning Nuraini, S.Si, M.Si dan Kamal Khairudin S dan Dr Mochamad Apri S.Si, M.Si mengatakan puncak kasus harian akan terjadi pada akhir Maret 2020 dan berakhir April 2020. Mereka memprediksi 600 kasus per hari.

Nuning dengan tim membangun model representasi jumlah kasus COVID-19 dengan menggunakan model Richard’s Curve karena sesuai dengan kajian Kelompok Pemodelan Tahun 2009 yang dibimbing oleh Prof Dr Kuntjoro A Sidarto.

Model Richard’s Curve terpilih ini lalu mereka uji pada berbagai data kasus COVID-19 terlapor dari berbagai macam negara, seperti China, Iran, Italia, Korea Selatan, dan Amerika Serikat, termasuk data akumulatif seluruh dunia.

Sementara itu, pemerintah Indonesia melalui Juru Bicara untuk Penanganan Covid-19 Indonesia, Achmad Yurianto juga sempat menyebutkan bahwa hasil penanganan Covid-19 akan terlihat pada April 2020, dikutip dari Antara.

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Dr Daeng M Faqih menilai prediksi tersebut mesti direspons sesegera mungkin oleh pemerintah. Ia menekankan untuk memaksimalkan tes massal Covid-19.

"Segera rapid test dilakukan, dalam rangka pelacakan kasus dan pelokalisiran kasus yang terskrining lewat rapid test," ujarnya kepada Tirto, Senin (23/3/2020).

"Lakukan rapid test dengan alur dan prosedur yang benar. Agar terhindari terjadinya fals negatif."

Rapid Test dari Pintu ke Pintu

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Satria Aji Imawan juga sependapat dengan IDI. Ia meminta agar tes massal dimaksimalkan serta dilakukan dari pintu ke pintu. Jangan biarkan warga yang mendatangi tempat pemeriksaan.

"Kalau ke lapangan maka kebijakan social distancing dan stay at home akan gagal," ujarnya kepada Tirto, Senin.

Menurutnya, lebih baik melakukan tes massal dari rumah ke rumah dengan mengandalkan peran serta Ketua RT dan RW setempat. Oleh karena itu, Satria menegaskan kembali, agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga mengoptimalkan partisipasi publik dalam bersiap menghadapi prediksi puncak Covid-19.

"Gunakan pemda dan aksi-aksi voluntarisme masyarakat. Jika memang bersikeras tidak lockdown maka ini pilihannya," ujarnya.

Selain itu, ia juga meminta agar istilah-istilah yang digunakan selama pandemi Covid-19 dibuat lebih mudah. Ia khawatir kesadaran masyarakat tentang virus Covid-19 ini masih rendah akibat istilah asing dan rumit yang sukar dipahami masyarakat awam.

"Tentang stay at home dan social distancing. Harus diakui kedua istilah ini sulit dipahami masyarakat. Harus menemukan bahasa lain yang lebih mudah," tandasnya.

Ikuti Saja Arahan Pemerintah

Menanggapi prediksi puncak Covid-19 dan segala masukan yang ada, Juru Bicara Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan pemerintah sudah memiliki rencana. Masyarakat diimbau untuk mengikutinya saja.

"Ikuti saja setiap rilis nasional. Kami selalu menyampaikan rencana pemerintah," ujarnya kepada Tirto, Senin (23/3/2020).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejauh ini mengupayakan rumah sakit darurat di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat. Ia memastikan rumah sakit darurat bisa menampung 24.000 orang.

"Yang saat ini yang telah disiapkan adalah untuk 3.000 orang pasien dengan wilayah ruang yang telah ditata dengan sebuah manajemen yang baik untuk pasien, dokter, dan paramedis," ujarnya di Kemayoran, Senin.

Pada kesempatan itu, Jokowi juga mengklaim bahwa fasilitas di rumah sakit darurat berupa ventilator dan alat perlindungan diri juga sudah siap. Sehingga rumah sakit darurat tersebut bisa direncanakan berfungsi pada 23 Maret 2020.

Ia juga menyatakan bahwa APD yang sempat disebut-sebut mengalami krisis kuantitas, sudah bisa terpenuhi melalui bantuan dari negara lain. Ia mengklaim Indonesia sekarang memiliki 105.000 APD yang telah didistribusikan ke sejumlah daerah terdampak Covid-19.

"45.000 unit ke DKI Jakarta, 40.000 ke Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, dan Bali. 10.000 akan didistribusikan ke luar Pulau Jawa, serta 10.000 APD sebagai cadangan," ujarnya.

Ia juga mengklaim telah menyiapkan obat untuk menangani Covid-19, yakni Chloroquine yang diproduksi oleh Kimia Farma. Obat Chloroquine, menurut Jokowi, memang bukan obat utama melainkan obat pilihan kedua sebab Covid-19 memang belum memiliki antivirus.

Namun, Jokowi bercermin dari pengalaman beberapa negara yang berhasil menyembuhkan pasien positif Covid-19 berkat mengonsumsi Chloroquine.

Chloroquine bukanlah obat yang bisa didapatkan secara bebas. Menurut Jokowi, penggunaannya harus berdasarkan resep dokter.

"Pemerintah telah memiliki stok Chloroquine 3 juta. Jadi untuk pasien Covid-19 yang ada di rumah sakit, jika dianggap dokter yang merawatnya, Chloroquine ini cocok, pasti akan diberikan," tandasnya.

Untuk diketahu, pandemi Covid-19 di Indonesia masih terus meningkat hingga per Senin (23/3/2020). Merujuk data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia jumlah kasus positif Corona per 23 Maret 2020 bertambah 65 berdasar data yang dihimpun selama satu hari.

Sehingga total kasus menjadi 579. Total pasien sembuh 30 orang dan jumlah meninggal 49 orang.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri