Menuju konten utama

Menteri PUPR Isyaratkan Tunda Implementasi Iuran Tapera

Menteri PUPR juga menyebut telah membicarakannya dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani.

Menteri PUPR Isyaratkan Tunda Implementasi Iuran Tapera
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono (kanan) bersama Menteri Sekretaris Negara Pratikno (kiri) memberikan keterangan kepada media terkait keputusan presiden tentang pemberhentian dengan hormat Bambang Susantono sebagai Kepala Otorita IKN dan Dhony Rahajoe sebagai Wakil Kepala Otorita IKN di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (3/6/2024). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/tom.

tirto.id - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, mengisyaratkan akan menunda implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Kemungkinan penundaan aturan iuran Tapera bagi pekerja dan pekerja mandiri ini pun telah dikomunikasikannya dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani.

Menurutnya Basuki, jika memang masyarakat belum siap, lebih baik penerapan PP Tapera tidak dilakukan tergesa-gesa.

“Jadi, kalau apalagi DPR, MPR minta diundur, menurut saya, saya sudah kontak dengan Bu Menteri Keuangan juga, kita akan mundur,” katanya, saat ditemui di Kompleks Parlemen usai rapat kerja bersama Komisi V DPR RI, Kamis (6/6/2024).

Tidak hanya itu, Basuki dan Sri Mulyani pun sepakat bahwa sudah seharusnya Badan Pengelola (BP) Tapera memupuk terlebih dulu kepercayaan masyarakat. Pasalnya, yang selama ini selalu dipermasalahkan masyarakat adalah soal kepercayaan.

Basuki pun mengakui bahwa sosialisasi kebijakan Tapera kepada masyarakat tidak berjalan maksimal. Padahal, undang-undang yang menjadi dasar penerbitan PP Tapera telah terbit sejak 2016. Maka tak heran sekarang muncul banyak protes, baik dari pekerja maupun pengusaha.

Menurut saya pribadi, kalau memang ini belum siap, kenapa kita harus tergesa-gesa? Kenapa kita harus saling berbenturan begini?” imbuhnya.

Menurut Basuki, program Tapera sebenarnya punya tujuan baik. Jika implementasinya baik, dana yang disebutnya sebagai inovasi pembiayaan kepemilikan rumah ini dapat meringankan beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Dari hitungannya, dalam jangka waktu 10 tahun, dana kepesertaan Tapera bisa terkumpul hingga Rp50 triliun.

Sementara itu, untuk menyelesaikan permasalahan kesenjangan kepemilikan rumah atau backlog, pemerintah sampai saat ini masih hanya mengandalkan program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Sejak diluncurkan pada 2010, Rp150 triliun dari APBN telah dikucurkan untuk memberikan subsidi bunga kepada masyarakat berpendapatan rendah (MBR) yang memerlukan akses pembiayaan rumah.

Jadi, effort-nya dengan kemarahan ini saya nyesel betul. Jadi, apa yang sudah kami lakukan dengan 10 tahun FLPP, subsidi bunga itu sudah Rp105 triliun. Itu pun menarik outstanding sekitar Rp300 triliunan lebih,” ujar Basuki.

Plt. Kepala Otorita Ibu Kota Negara (OIKN) itu juga menjelaskan bahwa iuran Tapera tidak bersifat sukarela. Pasalnya, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 menyebutkan bahwa iuran Tapera bagi peserta bersifat wajib.

Namun, Basuki memastikan bunga “tabungan” Tapera akan lebih tinggi dari bunga deposito. Sehingga, orang yang sudah memiliki rumah atau mereka yang tidak bisa mengakses pembiayaan dapat mengambil uangnya kembali beserta pemupukannya setelah masa kepesertaan berakhir.

Itu, kan, UU-nya menyampaikan wajib. Kalau yang udah punya rumah, dia boleh ngambil tabungannya itu. Sosialisasi ini yang kami mungkin juga lemah, belum begitu kuat,” pungkas Basuki.

Baca juga artikel terkait TAPERA atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi