tirto.id - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengatakan, ekonomi digital semakin memperburuk ketimpangan di Indonesia. Hal itu semakin diperparah dengan belum meratanya jaringan internet di seluruh wilayah.
"Apa [dunia] digital memperburuk ketimpangan? Iya, karena ada pihak yang bisa dipercepat ekonominya, ada yang dipermudah, tapi ada yang ditinggalkan. Potensi ketimpangan besar, tapi pada tahap respons awal," ujar Bambang dalam acara Quo Vadis: Ekonomi Digital Indonesia, di Jakarta pada Rabu (21/2/2018).
Menurut Bambang, dari 514 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, baru ada 432 kabupaten/kota yang bisa menikmati fasilitas internet, dan baru 222 kabupaten/kota yang sudah bisa menikmati jaringan 4G.
Bambang melanjutkan, merujuk pada kajian perusahaan konsultan manajemen multinasional, McKinsey pada 2016 disebutkan bahwa ada 52,6 juta pekerja di Indonesia berpotensi tergantikan dengan sistem otomasi atau mesin.
McKinsey juga memperhitungkan sekitar 60 persen jabatan pekerjaan di dunia akan menggunakan sistem otomasi, dan 30 persen jabatan pekerjaan di dunia akan digantikan oleh mesin-mesin canggih.
Selain itu, kata Bambang, beberapa sektor juga terancam punah, yakni pertanian, kehutanan, perikanan, perburuan, akan hilang sebesar 49 persen, yakni mereka yang berprofesi sebagai petani, nelayan, peternak, pekerja kerajinan.
Kemudian, sektor pengolahan/manufaktur akan hilang sebesar 65 persen dengan profesi penjahit, operator mesin stasioner, tukang las dan solder. Selanjutnya, sektor perdagangan retail akan hilang sekitar 53 persen dengan profesi tenaga penjualan, pedagang kaki lima, kasir, petugas tiket.
Sementara sektor konstruksi akan hilang sebesar 45 persen dengan profesi buruh bangunan, pandai besi. Kemudian disusul sektor transportasi dan pergudangan yang terancam sekitar 64 persen dengan profesi pegawai administrasi, petugas gudang dan lainnya.
"Ini bukan hanya masalah di Indonesia, tapi masalah di banyak negara," tuturnya.
Di Indonesia, kata Bambang, sekitar 52,6 persen pekerjaan terancam hilang karena adanya sistem otomasi, Singapura sebesar 44,2 persen, Australia sebesar 44,9 persen, Amerika sebesar 45,8 persen, China sebesar 51,2 persen, Malaysia sebesar 51,4 persen, dan Jepang sebesar 55,7 persen.
Kendati demikian, Bambang menilai positif dengan kehadiran ojek online dan sejenisnya yang berkembang di era digital ini karena berpengaruh baik pada kesejahteraan.
Status pekerja driver online mulanya tanpa jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan. Namun, seiring dengan positifnya sambutan masyarakat, bisa memberikan jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan bagi para driver.
"Kalau ada inovasi seperti Go-Jek bisa membuat lapangan kerja dan kurangi ketimpangan. Jadi, ada dua sisi dampaknya. Kalau digital dapat memberikan kesempatan kerja, maka hasilnya positif," ungkap Bambang.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto