Menuju konten utama

Bappenas Nilai Infrastruktur Ekonomi Digital Indonesia Belum Siap

Menurut Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, berdasarkan indikator tingkat akses terhadap listrik dan jaringan internet, infrastruktur penopang ekonomi digital di Indonesia belum siap.

Bappenas Nilai Infrastruktur Ekonomi Digital Indonesia Belum Siap
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro memberikan paparan pada Seminar Ekonomi Nasional bertema "Qua Vadis Digital Ekonomi Indonesia" di Jakarta, Rabu (21/2/2018). ANTARA FOTO/Audy Alwi.

tirto.id - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro menilai Indonesia belum siap menghadapi era ekonomi digital. Sebab, menurut dia, infrastruktur penopang ekonomi digital di Indonesia belum memadai.

Bambang mencontohkan konsumsi listrik per kapita di Indonesia masih sebesar 977,69 Kwh atau masih di bawah sebagian negara ASEAN.

"Di Asean, kita di bawah Vietnam dan jauh di bawah Malaysia. Konsumsi listrik penting itu karena mempengaruhi digitalisasi. Di negara besar konsumsi listrik tinggi," kata Bambang dalam seminar bertajuk 'Quo Vadis Ekonomi Digital Indonesia', di Jakarta, pada Rabu (21/2/2018).

Bambang mencatat rasio elektrifikasi di Indonesia memang sudah sebesar 93,08 persen dengan kapasitas pembangkit 60,16 giga watt (GW). Namun, dia mengeluhkan akses terhadap listrik yang belum merata.

"Di daerah tersambung listrik, tapi 24 jam enggak? Karena ada yang hanya 6 jam sehari. Tegangan ada yang naik turun, banyak aspek (masalah) soal pasokan listrik. (Padahal) Itu aspek kesiapan Indonesia masuk ke era digital," kata dia.

Bambang menambahkan saat ini memang ada 432 kabupaten/kota di Indonesia yang sudah terkoneksi internet. Akan tetapi, baru 222 kabupaten/kota yang sudah bisa menikmati jaringan 4G.

Meskipun ada operator swasta yang sedang membangun fasilitas jaringan internet pada 25 ibukota kabupaten dan kota, masih ada banyak wilayah yang belum terjangkau. Bambang mencontohkan, masih ada sebagian daerah di kawasan Kepulauan Anambas, Natuna, Sulawesi, Nusa Tenggara, Papua dan Maluku, yang tak terjangkau jaringan internet.

"Seluruh jaringan sebetulnya ada yang telah dibangun operator, tapi ada spot yang tidak dibangun operator karena tidak menguntungkan. Spot yang enggak keisi ini, diisi Palapa Ring," ujarnya.

Karena itu, menurut Bambang, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berupaya memperbaiki akses jaringan internet dengan membangun Palapa Ring, yakni proyek pembangunan serat optik di seluruh Indonesia.

Dia menambahkan tingkat penetrasi penggunaan internet di Indonesia masih 51 persen, atau masih kalah jauh dari Vietnam yang sebesar 67 persen dan Malaysia 71 persen.

Padahal, Bambang melanjutkan, potensi ekonomi digital di Indonesia sangat besar. Salah satu indikasinya tercermin dari besarnya jumlah pengguna telepon seluler. "Cukup tinggi pengguna selulernya. Itu modal," kata dia.

Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) secara berurutan sejak 2011 hingga 2016, persentase pengguna telepon seluler baru sebesar 39,2 persen pada 2011. Sementara pada 2016 angkanya tubuh menjadi 58,3 persen.

Bambang juga mencatat pengguna internet di Indonesia meningkat dari sebesar 38 juta pada 2013 menjadi 88 juta di 2015. Pada 2020, Bappenas memprediksi ada 145 juta pengguna internet di Indonesia.

"Rata-rata penduduk Indonesia menggunakan internet selama 3,5 jam, dua kali lipat dari penduduk Amerika. Itu bisa baik kalau mengakses konten yang positif," kata dia.

Sayangnya, berdasar data terbaru catatan Bappenas, ada 250.381 konten positif dan 777.941 konten negatif yang diakses oleh pengguna internet di Indonesia.

Baca juga artikel terkait EKONOMI DIGITAL atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom