tirto.id - Menteri Agama, Nasaruddin Umar, mengambil kesempatan pada Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) untuk menekankan peran Kementerian Agama yang dipandang penting dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, utamanya gratifikasi. Dirinya menyampaikan aksi suap tersebut harus diberantas, khususnya pada internal kementerian.
“Pertama, saya ingin menggarisbawahi betapa pentingnya kita menghilangkan tradisi gratifikasi di Kementerian Agama,” tutur Nasaruddin, saat ditemui di Auditorium H. M. Rasjidi Kantor Kementerian Agama, Thamrin, Jakarta, pada Senin (2/12).
Nasaruddin menyampaikan, gratifikasi, salah satunya, berangkat dari persoalan uang yang tidak didata. Kemudian, salah satu cara melancarkan tindak gratifikasi, berasal dari tradisi ‘amplop’. Oleh karena itu, ia mengatakan, digitalisasi bisa menjadi salah satu solusi untuk diterapkan dalam sistem.
“Kita akan ubah, mencegah, gratifikasi uang ini, amplop ini, dengan cara melaksanakan digitalisasi sistem jadi cashless. Tidak ada lagi uang beredar,” tegas Nasaruddin.
Imam Besar Masjid Istiqlal ini bahkan mengatakan bahwa sistem tersebut akan diterapkan sampai lapisan mendasar, yakni menyangkut pembayaran biaya madrasah. Ini disebabkan pembayaran paling bawah yang dekat dengan masyarakat dianggap sebagai sumber awal dari persoalan gratifikasi.
Lebih lanjut, gratifikasi telah merambah menjadi lebih luas. Nasaruddin bahkan mengungkapkan bahwa ada 13 bentuk gratifikasi yang menjadi fokus permasalahan untuk ditindaklanjuti, diantaranya gratifikasi barang, gratifikasi jabatan, gratifikasi seksual, sampai gratifikasi spiritual.
Maka dari itu, keterlibatan berbagai pihak dinilai penting dalam penerapan sistem ini. Nasaruddin menekankan bahwa Kementerian Agama perlu melakukan tindakan yang berpikiran lokal untuk bisa menyentuh seluruh lapisan masyarakat.
“Mari kita mencoba untuk melakukan gerakan efisiensi. Anggaplah korupsi itu memang sudah wajib hukumnya untuk kita berantas, ya. Mari kita bekerja dengan penuh ketulusan dan penuh rasionalitas,” tekan Nasaruddin.
Pada kesempatan yang sama, Inspektur Jenderal Kementerian Agama, Faisal Ali Hasyim, mengatakan bahwa upaya digitalisasi telah dilakukan dan akan terus ditingkatkan dalam lingkup internal Kementerian Agama.
“Digitalisasi terus dilakukan untuk mempersempit ruang gerak tindak korupsi, ini diberlakukan dalam proses pengadaan barang dan jasa juga promosi. Hingga kini, telah terbentuk 762 Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) yang terus tumbuh tersebar di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kementerian Agama juga disebut Faisal telah menginisiasi program penanaman nilai antikorupsi kepada istri para pejabat, serta pelatihan refleksi dan aktualisasi integritas untuk pejabat eselon I dan II di lingkungan Kementerian Agama yang bekerja sama dengan KPK.
Upaya-upaya yang telah dilakukan ini, lanjut Faisal, telah berhasil menorehkan capaian peringkat tertinggi untuk Kementerian Agama dari seluruh Kementerian/Lembaga dalam Capaian Aksi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) KPK RI dengan nilai 94,29 persen.
“Ini adalah bukti nyata dari kerja keras dan dedikasi seluruh jajaran Kementerian Agama dalam menerapkan budaya integritas, mencegah praktik korupsi, serta melaksanakan pengawasan yang bersih dan transparan. Tak hanya itu, hasil survei penilaian integritas (SPI) KPK juga naik menjadi 74,62, dan menjadi salah satu dari lima Kementerian/Lembaga yang mengalami kenaikan. Ini berada di atas rata-rata capaian nasional,” pungkasnya.
(INFO KINI)
Penulis: Tim Media Servis