Menuju konten utama

Menkumham Jamin Pemerintah Tak Menyadap Telepon SBY

Menkumham menjamin pemerintah tak melakukan penyadapan terhadap SBY.

Menkumham Jamin Pemerintah Tak Menyadap Telepon SBY
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly angkat bicara soal kegaduhan isu penyadapan yang terlontar pada persidangan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama, Selasa kemarin.

Berbicara di sela-sela Pertemuan Tingkat Menteri tentang Hukum dan Keamanan antara Indonesia dan Australia yang diselenggarakan di Jakarta, Kamis (2/2/2017), Yasona menjamin pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla tidak melakukan intervensi apapun terhadap kasus itu termasuk menyadap telepon Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat berbicara dengan Ketua MUI Ma'ruf Amin--sebagaimana ditudingkan pengacara Ahok.

"Pemerintah kita jamin tidak akan mau melakukan intervensi seperti penyadapan yang dibicarakan masyarakat itu," kata Yasonna seperti dikutip Antara.

Yasona justru menilai tuduhan penyadapan yang diungkapkan oleh SBY perlu diklarifikasi oleh tim kuasa hukum Ahok. Alasannya, kata dia, karena wewenang melakukan penyadapan hanya dibenarkan dalam penyelidikan kasus hukum oleh kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya kira pengacaranya perlu ditanya, kan justru diberitakan di media sebelumnya mungkin itu yang dikutip pengacaranya (kemudian dijadikan bukti)," ujarnya.

Sama seperti Yasona, Sekretaris Kabinet, Pramono Anung pada Rabu (1/2) sore menyatakan hal serupa. Pramono menegaskan bahwa tidak pernah ada permintaan atau instruksi dari lembaga negara untuk penyadapan perangkat komunikasi milik SBY.

"Yang jelas bahwa tidak pernah ada permintaan atau instruksi penyadapan kepada beliau (SBY) karena ini bagian dari penghormatan kepada Presiden yang ada," kata Pramono usai mengikuti sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta.

Pernyataan Pramono ini disampaikan untuk menanggapi keterangan pers SBY yang meminta Polri segera mengusut dugaan penyadapan yang dilakukan terhadap sambungan telpon miliknya. Bila pelaku penyadapan ialah lembaga negara, SBY mendesak Presiden Joko Widodo mengambil tindakan tegas.

SBY dalam konferensi pers pada Rabu (2/1) siang lalu mengakui telah melakukan pembicaraan dengan Ma’ruf Amin. Namun ia wanti-wanti, percakapan dirinya dengan Ma'ruf Amin atau percakapan dengan pihak mana pun disadap tanpa alasan sah, tanpa perintah pengadilan dan hal-hal yang dibenarkan undang-undang, berarti ilegal. Lantaran itu ia berharap penegak hukum menindaklanjuti isu penyadapan itu.

"Saya berharap kepolisian, kejaksaan, pengadilan untuk menegakkan hukum sesuai Undang-Undang ITE," ujarnya.

Dengan isu penyadapan itu, SBY secara pribadi menjadi ragu, karena sebagai mantan presiden dirinya mendapatkan pengamanan oleh Paspampres. Pengawalan yang diperoleh meliputi pengawalan terhadap dirinya sebagai individu, kegiatan hingga kerahasiaan pembicaraannya.

"Jadi, saya antara yakin dan tidak yakin saya disadap. Kalau betul disadap, ada Undang-Undang ITE, di Pasal 31 disebutkan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan penyadapan, dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik tertentu milik orang lain dipidana dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun dan atau denda paling banyak Rp800 juta," tutur SBY.

Baca juga artikel terkait PILGUB DKI JAKARTA 2017 atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Politik
Reporter: Agung DH
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH