Menuju konten utama

Menkominfo Berharap Revisi UU ITE Hilangkan Multitafsir

Menkominfo Rudiantara menyatakan optimistis bahwa Revisi UU ITE yang baru disahkan dapat menghindari multitafsir sekaligus menghilangkan keresahan masyarakat.

Menkominfo Berharap Revisi UU ITE Hilangkan Multitafsir
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kedua kiri) bersama Menkominfo Rudiantara (kiri) mengikuti rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/10)ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Naskah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik terbaru yang baru saja disahkan DPR dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat sekaligus menghindarkan timbulnya multitafsir. UU ini juga dapat menghindari kriminalisasi sekaligus menjamin rasa aman masyarakat.

Harapan ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara selepas menghadiri Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis, (27/10/2016).

"UU ini penting, khususnya untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat," ujarnya.

UU tersebut, menurut Rudiantara, juga memberikan kepastian dari kemungkinan multitafsir pasal 27 ayat 3 UU ITE yang menjadi pro dan kontra di masyarakat.

Rudiantara menjelaskan, terdapat lebih dari 100 orang yang menjadi korban dari pasal 27 tersebut, karena penerapannya menimbulkan multitafsir.

"Karena tuntutan hukum dari maksimal enam tahun menjadi empat tahun, jadi seorang tidak bisa ditangkap baru ditanya karena semuanya harus ada proses. Lalu deliknya adalah delik aduan," ujarnya.

Rudiantara optimistis bahwa revisi UU ITE akan menghindari kriminalisasi terhadap masyarakat, karena tata acara diubah menjadi lebih ketat, dan yang penting, terdapat penyesuaian terhadap KUHAP.

Ia menambahkan, pascapersetujuan oleh dewan, maka kebijakan ini akan dituangkan dalam revisi Peraturan Pemerintah serta diikuti Peraturan Menteri sebagai turunan dari UU ITE.

"Lalu kami akan sosialisasikan dan secepatnya akan kami susun (RPP dan Rancangan Peraturan Menteri) namun kami harus bicara dengan 'stakeholder' tetapi sifatnya minor karena hanya beberapa pasal," tuturnya.

Sebelumnya, DPR dalam Rapat Paripurna menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang perubahan Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menjadi Undang-Undang, setelah dilakukan proses pembahasan panjang di Komisi I DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional 2016.

"Apakah Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Elektronik (ITE) dapat disetujui untuk disahkan sebagai undang-undang?," kata Wakil Ketua DPR Agus Hermanto dalam Rapat Paripurna DPR, di Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis.

Lalu seluruh anggota DPR yang hadir dalam Rapat Paripurna itu mengatakan setuju RUU tentang Perubahan UU ITE disetujui menjadi UU.

Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin dalam pidato laporannya menyampaikan bahwa RUU tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE merupakan usul pemerintah, yang masuk dalam daftar program legislasi nasional tahun 2015-2019 dan merupakan Rancangan UU prioritas tahun 2016.

TB menjelaskan, dalam pembahasan Rancangan UU itu, Komisi I DPR dan pemerintah menyetujui bahwa perubahan UU ITE menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan informasi, serta mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi.

"Di antaranya tindak pidana penghinaan dan atau pencemaran nama baik dalam bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik, bukan semata-mata sebagai delik umum, melainkan sebagai delik aduan," ujarnya.

Dia mengatakan, penegasan sebagai delik aduan dalam pasal 27 ayat (3) juncto pasal 45 ayat (3) dan ayat (5) RUU dimaksudkan agar selaras dengan asas kepastian hukum dan keadilan masyarakat.

Menurut dia, dalam penjelasan pasal 27 disebutkan mengenai tindakan "mendistribusikan", "mentransmisikan" dan "membuat dapat diakses" informasi elektronik dan atau dokumen elektronik, serta menambah penjelasan pasal 27 ayat (3) dan pasal 27 ayat (4) agar lebih harmonis dengan sistem hukum pidana materiil yang diatur di Indonesia.

"RUU juga mengubah ancaman sanksi pidana terhadap pelaku penghinaan dan atau pencemaran nama baik, yang di dalam UU ITE diancam dengan sanksi pidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp1.000.000.000," katanya.

Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan RUU itu, sanksi pidana penjara diturunkan menjadi empat tahun dan atau denda paling banyak Rp750.000.000.

Perubahan tersebut menurut dia dianggap penting, karena dengan ancaman sanksi pidana penjara empat tahun, pelaku tidak serta merta dapat ditahan oleh penyidik.

"Selain membahas dan menyetujui materi perubahan tersebut, Komisi l DPR Rl bersama dengan Pemerintah juga telah membahas dan menyetujui beberapa substansi baru," ujarnya.

Salah satunya menurut dia, menambah ketentuan mengenai kewajiban Pemerintah melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan lnformasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 40 ayat (2a) RUU tentang Perubahan atas UU lTE).

Untuk itu dia menjelaskan, Pemerintah berwenang memutus akses dan atau memerintahkan Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemumsan akses terhadap lnformasi Elektronik dan/atau Sistem Elektronik yang memiliki muatan melanggar hukum.

Baca juga artikel terkait UU

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra