tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa pelemahan rupiah dalam beberapa hari belakangan tak hanya dipicu oleh kerusuhan dalam aksi 22 Mei.
Menurutnya, hal tersebut juga disebabkan oleh kondisi ekonomi global yang kurang kondusif.
Salah satunya adalah peningkatan ekskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina yang juga tak terprediksi oleh banyak negara dalam Spring Meeting IMF-World Bank Group.
Kondisi perang dagang tersebut memperburuk hubungan kedua pihak dan berimbas pada mata uang negara-negara emerging market lainnya. Karena itu lah ia menyebutnya sebagai element of surprise.
"Kebetulan memang triger awal dari luar negeri dari Amerika Serikat yang sebetulnya tidak diantisipasi. Karena pas spring meeting lalu, bahasa yang muncul ada harapan persetujuan negosiasi AS dan Tiongkok," ujarnya dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan di kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Kamis (23/5/2019).
Dari dalam negeri sendiri, menurut Sri Mulyani, para pemodal telah mengantisipasi sejak masa kampanye Pilpres berlangsung.
Memang, kondisi pasca pengumuman hasil Pilpres oleh KPU membawa kekhwatiran tersendiri terhadap stabilitas dalam negeri.
Karena itu lah, ia berharap kericuhan segera berakhir dan ketidakpuasan terhadap hasil Pemilu disampaikan lewat jalur hukum agar imbas buruknya terhadap perekonomian tidak semakin besar.
"Ini negara kita sendiri, Undang-Undang kita sndiri dan kita mempercayai kepada institusi-institusi yang harus melaksanakan tugas untuk pelaksanaan Undang-Undang," ucapnya.
Hari ini, nilai tukar rupiah sendiri kembali menguat setelah melemah dalam 3 hari terakhir. Berdasarkan data Bloomberg, Kamis (23/5/2019) pukul 15.30 WIB rupiah ada di level Rp14.480 per dollar Amerika Serikat (AS), atau menguat 0,31 persen dibanding sehari sebelumnya yang ada di Rp14.525 per dollar AS.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Yandri Daniel Damaledo