tirto.id - Pemerintah menilai postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2018 cukup baik. Sementara itu, dari sisi jumlah penerimaan negara dan jumlah belanja negara, APBN tahun ini pun tidak mengalami deviasi yang besar. Bahkan, defisit lebih kecil dari yang direncanakan yang semula 2,19% menjadi 2,12%.
“Maka Bapak Presiden [Joko Widodo] menyampaikan bahwa untuk APBN 2018 ini tidak melakukan APBN perubahan,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati usai rapat terbatas mengenai Realisasi dan Prognosis Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2018, di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (9/7/2018).
Menkeu berjanji akan menyampaikan kepada DPR arahan Presiden Joko Widodo tersebut. Dengan begitu, pembahasan terhadap kemungkinan perubahan APBN 2018 tidak dilakukan.
Sri Mulyani sebelumnya menyampaikan pertumbuhan APBN 2018 dari sisi makro ekonomi pada semester I diperkirakan 5,1%. Selanjutnya, dari sisi penerimaan perpajakan, pada semester I Pajak Pertambahan Nilai non-migas tumbuh 14,9%.
“Itu lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang tumbuhnya hanya 6% dan tahun 2016 yang hanya 7%,” ujar Sri Mulyani seperti dilansir laman Sekretariat Kabinet.
Untuk penerimaan perpajakan yang berasal dari PPN, tumbuhnya sama dengan tahun lalu yaitu 13,6%, sedangkan tahun 2016 PPN itu tumbuhnya negatif. Dari sisi bea dan cukai, penerimaan tumbuh 16,7%.
“Dan untuk PPh [Pajak Penghasilan] migas meningkat 9%, dibandingkan tahun lalu yang pertumbuhannya adalah -69% dan tahun 2016 -40%,” jelas Menkeu.
Dari sisi perpajakan, hal positif lainnya adalah kepatuhan dari wajib pajak di dalam membayar pajak sehingga SPT orang pribadi naik 14% dan SPT badan tumbuh 11,2%.
Untuk penerimaan negara bukan pajak, penerimaan SDA dan migas mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Ini terjadi karena harga minyak tinggi dan kurs rupiah terhadap dolar melemah. Karena itu, gross-nya sebesar 47,9% sementara tahun lalu pertumbuhannya juga sudah cukup tinggi yakni 115%.
“Karena kedua penerimaan, baik pajak perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak, cukup kuat. Maka kita melihat bahwa di dalam APBN 2018 semester I ini, gross dan nanti proyeksi dari penerimaan negara, akan kemungkinan tetap bisa terjaga atau bahkan pencapaiannya mendekati apa yang direncanakan,” terang Menkeu.
Untuk sisi belanja, menurut Menkeu, untuk semester I ini, seluruh kementerian/lembaga telah membelanjakan mendekati 35%. Ini adalah tingkat belanja yang baik atau lebih baik dibandingkan tahun lalu yang hanya 33% penyerapannya.
“Sementara itu, realisasi belanja non-K/L terutama dikaitkan dengan subsidi dan pembayaran bunga utang adalah 43,9%, lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang 41%,” jelas Sri Mulyani.
Dari sisi transfer ke daerah, realisasinya 50,3%, agak sedikit lebih kecil dibandingkan tahun lalu yang 51%, disebabkan karena tahun lalu kita melakukan pembayaran dana bagi hasil. Namun untuk Dana Desa terjadi kenaikan.
“Kita telah membelanjakan mendekati 60% dari total anggaran Rp60 triliun. Ini lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang Rp57 triliun,” ujar Menkeu.
Tadinya 2018 adalah direncanakan 2,19% dari PDB, namun dari sisi outlook sekarang ini, Sri Mulyani memperkirakan APBN 2018 akan defisitnya menjadi hanya 2,12 atau 2,12% dari PDB. Dengan kata lain, dalam hal ini Rp314 triliun, lebih kecil dari yang perkiraan semula sebesar Rp325 triliun.
Postur APBN 2018 dinilai cukup baik dan tidak mengalami deviasi yang besar dari sisi jumlah penerimaan negara dan jumlah belanja negara. Selain itu, defisitnya lebih kecil dari direncanakan, kata Menkeu, sehingga Presiden Jokowi menyampaikan bahwa untuk APBN 2018 ini tidak dilakukan APBN perubahan.
“Laporan ini nanti akan kami sampaikan untuk dibahas pada minggu depan dengan DPR,” kata Menkeu.
Editor: Yuliana Ratnasari