Menuju konten utama

Menimbang Solusi Lockdown ala Jusuf Kalla untuk Hadapi Corona

Ada syarat dan ketentuan berlaku untuk menerapkan lockdown untuk menghadapi pandemi Corona.

Menimbang Solusi Lockdown ala Jusuf Kalla untuk Hadapi Corona
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) didampingi Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar (keempat kiri), Menteri BUMN Erick Thohir (kiri), Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (ketiga kiri) dan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto meninjau pembersihan Masjid Istiqlal dengan cairan desinfektan di Jakarta Pusat, Jumat (13/3/2020). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/ama.

tirto.id - Penyebaran Corona atau COVID-19 di Indonesia makin meluas. Merujuk data Kementerian Kesehatan, jumlah pasien positif per Jumat (13/3/2020) sore mencapai 69 orang. Angka ini melonjak dua kali lipat dari dua hari sebelumnya yang baru mencapai 34.

Salah satu daerah yang menjadi episentrum penyebaran penyakit ini adalah DKI Jakarta. Per 12 Maret kemarin, ada 17 pasien yang berasal dari ibu kota.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan 17 pasien itu berasal dari hampir seluruh kotamadya, antara lain: Penjaringan (1 kasus), Cengkareng (2), Kelapa Gading (2), Tanjung Priok (2), Kebon Jeruk (1), Kebayoran Lama (2), Kebayoran Baru (1), Pancoran (1), Mampang Prapatan (2), Cilandak (1), Kramat Jati (1), dan Kembangan (1). Jakarta juga memiliki 238 pasien dalam pengawasan. 120 di antaranya masih diisolasi, sementara 118 orang telah dinyatakan sehat dan boleh pulang.

Opsi untuk mengisolasi kota yang terjangkit--biasa disebut lockdown--lantas muncul ke permukaan. Salah satunya diungkapkan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Menurutnya, keputusan isolasi kota bisa diambil untuk mencegah penyebaran yang makin masif. "Apabila makin besar, maka pilihan yang dipilih banyak negara [adalah] lockdown, supaya mengurangi pergerakan dari luar dan dalam," kata JK di kantor DMI, Jenggala, Jakarta Selatan, Jumat (13/3/2020).

Namun ia memberi catatan: bahwa dampak ekonomi dari lockdown juga harus diantisipasi.

Solusi lockdown sebetulnya tidak baru-baru amat. Beberapa kota bahkan telah menerapkannya. Presiden Filipina Rodrigo Duterte misalnya, memutuskan me-lockdown Manila selama satu bulan ke depan. Selain menutup penerbangan, Duterte juga menyetujui penutupan sekolah dan melarang pertemuan massal. Dia mengatakan keputusan untuk lockdown itu didasarkan pada rekomendasi dari para ahli.

Pakar penyakit sub tropik Erni Nelwan mengakui isolasi kota memang efektif mencegah penyebaran Covid-19 karena jumlah warga yang harus diperiksa dan diobati cenderung konstan. Namun Erni enggan terburu-buru menyimpulkan kalau kebijakan itu harus segera diterapkan.

Ia, seperti JK, memperingatkan bahwa isolasi kota pasti berimbas pada kehidupan warga, khususnya di sektor ekonomi.

Erni menilai, isolasi kota semestinya diambil ketika jumlah kasus positif sudah sangat masif. Kalaupun belum, pemerintah harus memaparkan data potensi jumlah pasien positif sehingga pencegahan dengan isolasi kota menjadi dibutuhkan.

"Jadi jangan asal ngomong mau me-lockdown, tapi enggak jelas dasarnya," kata Erni saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (13/3/2020).

Selain itu, pemerintah juga harus memberi kepastian jangka waktu isolasi kota serta target yang hendak dicapai dalam kurun waktu tersebut. Tak cuma itu, rencana aksi yang akan dilakukan selama masa isolasi pun harus jelas disampaikan.

"Jadi ini bukan suatu program, tapi ini adalah suatu respons yang cepat pada saat ada fakta atau kondisi yang membahayakan banyak orang karena kita sudah tidak bisa mengontrol kejadiannya," kata Erni.

Yang pasti, selama masa pandemi seperti sekarang, pemerintah harus dinamis mengantisipasi setiap perkembangan penyakit ini. Misalnya, dengan cara menerapkan tes secara massal kepada orang yang pernah kontak langsung dengan pasien positif Covid-19 meski mereka belum merasakan gejala apa pun.

Sebagai catatan, sejauh ini pihak yang diperiksa terkait Covid-19 hanya mereka yang mengeluhkan gejala dan pernah kontak langsung dengan pasien positif atau punya riwayat bepergian ke negara terjangkit.

Ketua Komisi 1 DPR RI Meutya Hafid beranggapan kondisi Jakarta masih jauh untuk menerapkan isolasi kota. Menurutnya, saat ini yang paling penting dilakukan adalah sosialisasi pencegahan penyakit--yang ia nilai masih kurang.

"Karena lockdown tanpa sosialisasi dan diseminasi informasi almost means nothing. Lockdown tapi masyarakat enggak di-educate akan menyebar di dalam," kata Meutya di Jakarta Selatan, Jumat (13/3/2020).

Belum Terpikir

Presiden Joko Widodo mengaku "belum berpikir ke arah sana" saat ditanya wartawan soal kemungkinan lockdown. Hal ini ia katakan di Bandara Soekarno Hatta, Jumat.

Juru bicara resmi pemerintah untuk penanganan Corona Achmad Yurianto bahkan mengatakan "kami tidak akan mengambil opsi lockdown." "Karena," katanya, Kamis kemarin, "kalau di-lockdown malah tidak bisa berbuat apa-apa."

Kendati begitu, Yuri tidak menutup kemungkinan kalau kebijakan itu bisa dibahas lebih lanjut dan keputusannya akan diambil secara kolektif.

Hal serupa dikatakan Anies Baswedan, setidaknya dalam waktu dekat. "Tetapi kami memberikan seruan kepada seluruh masyarakat, sebisa mungkin mengurangi kegiatan di luar rumah kecuali yang urgen."

Baca juga artikel terkait CORONA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino