Menuju konten utama

Mengurut Gugatan Warga yang Tak Terima Pemakaman Protokol COVID-19

Seorang warga tak terima suaminya dimakamkan dengan protokol COVID-19 dan dinyatakan negatif berbulan kemudian. Ia pun menggugat ke pengadilan.RU

Mengurut Gugatan Warga yang Tak Terima Pemakaman Protokol COVID-19
Petugas yang mengenakan APD memakamkan jenazah dengan protokol COVID-19 di TPU Tegal Alur, Jakarta, Selasa (29/12/2020). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/aww.

tirto.id - Ayong Karsiwen tidak terima suaminya, Hanta Novianto, dimakamkan dengan protokol COVID-19. Ia pun menggugat Rumah Sakit Dadi Keluarga Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah dan meminta ganti rugi materiel Rp 335 juta dan imateriel Rp 5 miliar.

Ayong menggugat ke Pengadilan Negeri Purwokerto pada 21 Desember 2020. Perkaranya terdaftar dengan nomor 86/Pdt.G/2020/PN Pwt dengan klasifikasi perbuatan melawan hukum. Selain rumah sakit, ia juga menggugat Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (SPMPTSP) Kabupaten Banyumas.

Dalam petitum yang diakses via sipp.pn-purwokerto.go.id, Ayong meminta pembayaran dicairkan setelah putusan hukum tetap. Tergugat juga diwajibkan untuk membayar biaya perkara.

“Menyatakan bahwa tergugat dan para turut tergugat tunduk dan patuh terhadap putusan ini,” tulis petitum yang diakses Tirto pada Rabu (6/1/2021).

Hanta pingsan di rumah pada 26 April 2020 sore. Ayong lalu membawanya ke rumah sakit. Mereka berdua tidak memiliki asuransi kesehatan dan sedikit dipersulit pihak rumah sakit, kata kuasa hukum Ayong, Dwi Amilono. “Jam 8 malam masuk ICU,” ujar Dwi kepada reporter Tirto, Rabu.

Besoknya, rumah sakit memberi tahu Ayong bahwa Hanta positif COVID-19. Pada saat itu 'usia' COVID-19 di Indonesia baru dua bulan. Ayong kebingungan karena tidak mendapatkan alasan komprehensif. Terlebih “dia (Hanta) punya riwayat penyakit paru, ada rontgennya,” Dwi menambahkan.

Pada 28 April, pihak rumah sakit meminta Ayong untuk pulang ke rumah saja. Setibanya di rumah, Ayong kembali dihubungi pihak rumah sakit. Dia menerima kabar mengagetkan dan bikin sedih: suaminya sudah meninggal dunia.

Rumah sakit juga bilang Hanta akan dimakamkan sesuai mekanisme penderita COVID-19. Keluarga tidak diizinkan melihat, mendatangi, apalagi mendekati jenazah. Ayong kecewa dan merasa janggal. “Kalau memang itu COVID-19, kenapa istrinya tidak dikarantina dan diterapkan protokol COVID-19 juga? Mereka pasangan suami istri yang bersama selalu,” kata Dwi.

Ayong dan anak-anaknya baru menjalani tes swab setelah 4 hari Hanta dimakamkan. Mereka memeriksakan diri di puskesmas dekat rumah dan hasilnya negatif.

Menurut Dwi, Ayong sudah mendatangi rumah sakit setelah pemakaman Hanta dan meminta mereka mengumumkan hasil diagnosis secara transparan. Ketika itu mereka berharap bisa berembuk dan rumah sakit meminta maaf. Namun hasilnya nihil.

“Intinya tidak ada tanggapan serius. Makanya kita gugat biar ada perhatian dari mereka,” ujar Dwi.

Sekitar pertengahan Oktober, pihak rumah sakit mengirimkan surat kepada Ayong. Isinya adalah informasi bahwa Hanta--yang sudah dimakamkan beberapa bulan lalu--ternyata negatif COVID-19. “Surat yang bunyinya negatif Covid dari dokter tersebut tidak sinkron dengan waktu seseorang dinyatakan [positif] Covid dan dimakamkan secara Covid,” ujarnya.

Dwi bilang itu menunjukkan rumah sakit tidak serius menangani pasien. Terlebih pernyataan yang datang terlambat itu tidak disertai permohonan maaf.

Keluarga yakin Hanta hanya menderita penyakit paru yang apabila tertangani dengan benar maka tidak akan berakibat kematian. “Kalau punya hati nurani ditangani dengan bagus. Saya juga tidak tahu ada orang tega begitu.”

Pengalaman pahit tersebut menjadi pukulan telak bagi Ayong. Menurut Dwi, Ayong tidak bisa memaafkan dirinya sendiri lantaran meninggalkan sang suami tanpa dapat memastikan ia mendapatkan penanganan profesional dari rumah sakit. “Beliau bahkan sampai tidur semalaman di kuburan sampai pagi karena merasa bersalah.”

Klaim Rumah Sakit: Sudah Sesuai

Kuasa Hukum RS Dadi Keluarga Purwokerto Doddy Prijo Sembodo mengatakan Hanta sudah menjalani pemeriksaan medis dan hasilnya mendiang dinyatakan sebagai Pasien Dalam Pengawasan (PDP) gejala berat. Mekanismenya memang jenazah dimakamkan dengan pedoman pencegahan dan pengendalian COVID-19.

“Berkaitan dengan gugatan, yang disampaikan keluarga pasien tidak benar. Kami sudah sesuai prosedur pelayanan dan protokol COVID-19,” ujar Doddy kepada reporter Tirto, Rabu.

Doddy juga menjelaskan bahwa “keluarga sudah mengetahui hasil swab negatif setelah pemakaman secara langsung dari rumah sakit,” bukan pada Oktober.

Ia belum bisa merespons perihal surat yang diterima keluarga pada pertengahan Oktober itu, yang menurut kuasa hukum Ayong merupakan surat pertama yang menyatakan Hanta negatif. Dia bilang semua bakal diungkap di pengadilan. “Dalam persidangan akan kami jelaskan agar masyarakat bisa mengerti dan memahami peristiwa hukum, agar tidak ada penyesatan hukum,” tandasnya.

Sidang perdana rencananya akan digelar pada 20 Januari 2021.

Baca juga artikel terkait PEMAKAMAN COVID-19 atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino