tirto.id - Basuki Tjahaja Purnama akan menjalani sidang perdana pada hari ini. Dia diduga melakukan penistaan agama karena pidatonya di Kepulauan Seribu, 27 September 2016. Kemudian pada 16 November 2016, statusnya naik menjadi tersangka. Setelah mempelajari hasil penyelidikan, 1 Desember 2016, Kejaksaan melimpahkan berkas ke PN Jakarta Utara.
Ahok dijerat Pasal 156 dan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penodaan agama. Namun Ahok tidak dikenai Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik seperti yang dilaporkan pelapornya.
PN Jakarta Pusat memang memiliki Gedung sendiri di Jalan RE Martadinata, Sunter, Jakarta Utara. Namun Gedung tersebut tengah dalam proses renovasi. Semua aktivitas lantas dipindahkan ke gedung bekas PN Jakarta Pusat di Jalan Gajah Mada No.17. Pada sidang pertamanya, Ahok akan diadili di Lantai II Ruang Sidang Utama, Ruang Koesoema Atmadja.
Maklumlah namanya juga gedung bekas, kondisi gedung memang tampak seperti bangunan lama. Masalahnya, luas lahan dan daya tampun gedung ini amatlah kecil. Denah bekas gedung PN Jakpus ini memanjang seperti persegi panjang, lebar 25 meter dan panjang 120 meter menjorok ke dalam dari pinggir jalan.
Dengan lebar yang hanya 25meter, otomatis akses di pagar depan amatlah sempit, memusykilkan dua mobil bisa keluar dan masuk secara berbarengan. Jangan tanya akses parkir di dalam. Di dalam ada lahan kosong 10 meter x 60 meter yang bisa menampung 20 mobil, plus lapangan kosong di depan masjid yang letaknya di ujung belakang. Di lapangan berukuran 15 x 25 meter itu bisa menampung setidaknya 15 mobil.
Dari kondisi di atas jadi sebuah kewajaran jika PN Jakpus memutuskan meninggalkan gedung tersebut dan pindah ke lokasi baru di Jalan Bungur yang lahannya lebih luas dan megah.
Dalam konteks bangunan, di bagian depan gedung ada aula besar berukuran kurang lebih 18 x 18 meter, lalu di bagian dalam lebar bangunan menyempit jadi 10 meter memanjang sampai belakang. Pada gedung berlebar sempit inilah ruang Koesoema Atmadja berada. Bisa terbayang lebar ruang sidang Ahok hanya berkisar 6-7 meter.
Ruangan tersebut sama sekali tak terdapat jendela. Meskipun dinyatakan sebagai ruang terluas, amatlah timpang jika dibandingkan dengan ruang sidang ‘kopi sianida’ dengan terpidana Jessica Kumala Wongso di PN Jakpus Bungur ataupun maupun ruang sidang kasus pencabulan di bawah umur pedangdut Saiful Jamil di PN Jakut yang terletak di Sunter.
Ruangan sidang Jessica setidaknya bisa 150 pengunjung sementara Saipul Jamil bisa mencapai 100 orang, di ruangan ini maksimal pengunjung adalah 50 orang, itupun dengan kondisi yang berhimpitan. Tak terbayang betapa padatnya sidang ini, mengingat yang datang tidak hanya pengunjung tapi ada juga wartawan, aparat keamanan dan staff dari terdakwa dan jaksa penutut umum.
Juru bicara Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara Hasoloan Sianturi menjelaskan bahwa pihaknya tidak akan membatasi siapapun yang ingin hadir dalam persidangan Ahok. Namun dia meminta agar semua pihak yang berniat menjadi pengunjung memperhatikan bahwa ruang sidang sempit. sudah sempit pasti akan sesak juga, karena di sekitaran dinding ruang sidang tak terdapat jendela. Akses keluar masuk hanya lewat satu pintu.
Hasoloan menjelaskan bahwa kursi bagi pengunjung dialokasikan sebanyak 21 bangku dikalikan 4 bangku, jumlah keseluruhan 84 kursi. “Untuk jaksa dan penasehat hukum itu sudah jelas kursinya kan di kiri dan kanan daripada majelis. Keduanya 20 (bangku),” kata Hasoloan kepada tirto.id, Senin (12/12/2016).
Hasoloan menegaskan bahwa persidangan Ahok tak dispesialkan. Dalam artian sama dengan sidang-sidang perkara pidana lainnya di PN Jakarta Utara. Sebab hal tersebut diatur oleh konstitusi. Sidang perdana tersebut akan berlangsung dengan waktu sesuai dakwaan. Semakin banyak lembar dakwaan yang dibacakan JPU, maka persidangan akan semakin lama. Sedangkan berapa banyak lembar dakwaan sifatnya kasuistik, jumlahnya relatif. Selain itu hardcopy dakwaan pihaknya enggan membagikan kepada pengunjung.
Selain itu, bagi media yang akan meliput prosesi persidangan, akan dikoordinasi. Hasoloan menjelaskan, harus ada model yang disepakati. Misalnya beberapa perwakilan dari seluruh media yang hadir saja yang diperbolehkan memasuki ruang sidang.
Salah satu staf pengamanan PN Jakarta Utara, Baron berharap ada bantuan penguatan keamanan oleh kepolisian. “Kita juga was-was,” kata Baron saat berbincang dengan Tirto.id, Kamis (8/12/2016).
Minimnya lahan parkir, fasilitas gedung ditambah akses keluar masuk yang sulit tak seiringan dengan animo publik mengikuti persidangan Ahok. Jadi sesuatu hal wajar jika Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mesti melakukan rekayasa lalu lintas dengan menutup jalan Gajah Mada, tepatnya di depan pengadilan demi alasan keamanan dan keberlangsungan sidang. Bahkan akses jalan kecil atau gang mengarah ke pengadilan akan ditutup.
Sementara itu, ada banyak akan melakukan demonstrasi saat sidang Ahok digelar. Beberapa di antaranya dari Front Pembela Islam kurang lebih 500 orang, Kelompok LDK UBK sebanyak 80 orang, Front Betawi Rempug diperkirakan 100 orang, dan Forum Komunikasi Anak Betawi estimasi massa sebanyak 150 orang. Masing-masing memiliki titik kumpul berbeda namun akan berarak menuju Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat.
Dalam persidangan ada beberapa personel yang memiliki peran dalam persidangan ialah, Majelis Hakim (MH) 1 hakim ketua dan 4 hakim anggota, Jaksa Penuntut Umum (JPU) 13 jaksa, Penasehat Hukum (PH) antara 5 hingga 20 kuasa hukum, Panitera Pengganti (PP) minimal 1 jaksa, Terdakwa. Sedangkan perangkat persidangan lainnya berupa Juru Sumpah (JS), Juru Panggil, Petugas Pengawalan, dan Petugas Keamanan.
Adapun JPU yang membacakan dakwaan ada 13, yaitu Ali Mukartono sebagai ketua JPU, Reky Sonny Eddy Lumentut, Lila Agustina, Bambang Surya Irawan, J Devi Sudarsono, Sapto Subrata, Bambang Sindhu Pramana, Ardito Muwardi, Deddy Sunanda, Suwanda, Andri Wiranofa, Diky Oktavia, dan Fedrik Adhar.
Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), prosesi awal persidangan, beberapa pihak yang dihadirkan terlebih dahulu ialah PP, JPU, PH, serta pengunjung. Majelis hakim akan datang secara berurutan melalui pintu khusus, yang pertama yaitu ketua majelis hakim Dwiarso Budi Santiarto. Kemudian disusul mulai hakim senior Jupriyadi, Abdul Rosyad, Joseph V Rahantokman, dan I Wayan Wirjana. Tempat duduk mereka Dwi berada di tengah, kemudian hakim anggota I yaitu Jupriyadi di sebelah kanannya dan hakim anggota II Abdul berposisi di sebelah kiri.
Selanjutnya Dwi akan membuka sidang. Kurang lebih dia akan mengeluarkan kalimat berupa sidang di PN Jakarta Utara, memeriksa perkara pidana dengan nomor 1537/Pid.B/2016/PN JKT.UTR, nama terdakwa, dan waktu persidangan. Disusul kemudian Dwi mengetuk pali sidang sebanyak tiga kali.
Setelah itu Dwi akan bertanya ke JPU, apakah Ahok sebagai terdakwa siap dihadirkan dalam persidangan. Ahok akan menempati posisi duduk di kursi pemeriksaan berhadapan dengan majelis hakim . Di samping kanan Ahok barisan kuasa hukum. Sedangkan samping kiri Ahok merupakan posisi duduk JPU.
Prosesi selanjutnya, Dwi akan menanyakan beberapa pertanyaan kepada Ahok. Pertama ialah terkait identitas Ahok sebagai terdakwa. Lalu akan ditanyakan terkait PH. Jika PH telah ada, Dwi akan menanyakan legalitas PH.
Mekanisme selanjutnya, Dwi mempersilahkan kepada JPU untuk membacakan surat dakwaan. Dwi akan sekaligus memberikan opsional apakah dibawakan dengan berdiri atau duduk dan bisa dibacakan secara bergilir antar satu JPU dengan yang lain. Dwi akan menanyakan kepada Ahok, apakah dia sudah memahami isi dakwaan. Jika belum, JPU akan diperintah untuk menjelaskan isi dakwaannya secara garis besar.
Strategi Tim Ahok dalam Persidangan
Ketua Tim Kuasa Hukum Ahok, Sirra Prayuna menjelaskan bahwa, sejauh ini Ahok telah menghimpun kuasa hukum kurang lebih sekitar 80 advokat. Namun yang akan mendampingi ahok sebagai PH persidangan maksimal sebanyak 20 orang.
“Besok yang akan kita daftarkan (ke mejelis hakim) enggak semua. Karena ini kan keterbatasan, tergantung keinginan principal juga. Antara 10 sampai 20 orang lah yang palingan di daftarkan. Kita sesuaikan dengan alokasi kursi yang disediakan Pengadilan Jakarta Utara. Kalau dia sediakan 5 ya 5 orang. Kalau disediakan 10 ya bagus, berarti 10 bisa masuk,” kata Sirra kepada Tirto.id, Senin (12/12/2016).
Dua puluh advokat tersebut menurut Sirra akan diberlakukan model pendampingan secara bergantian. Jika salah satu PH sakit atau tak bisa hadir, maka bisa mendampingi Ahok secara bergilir. Selain itu, kuasa hukum Ahok harus patuh pada penyesuaian berapa alokasi kursi dalam persidangan yang disediakan majelis hakim.
Dari sekitar 80 advokat, masing-masing dibelah berdasarkan dua tugas utama yaitu litigasi dan non-litigasi. Tim litigasi akan bertugas menjadi PH dalam persidangan. Di sisi lain tim non-litigasi yang bekerja jarak jauh atau di balik layar, dipilah kembali menjadi subtim kecil. Tim ini sudah bekerja kurang lebih seminggu yang lalu.
Subtim pertama akan bertugas menghimpun berbagai informasi, data, fakta terkait dengan peristiwa tanggal 27 September 2016 di Kepulauan Seribu. Sedangkan subtim kedua bertugas melakukan verifikasi dan validasi terhadap fakta, dokumen, keterangan saksi, dan keterangan ahli.
Kemudian subtim ketiga terkait legal drafting, akan menyusun konstruksi hukum dan membuat pendapat hukum terkait dengan fakta-fakta persidangan yang terungkap di Persidangan. Lalu subtim keempat, berhubungan dengan prosesi persidangan, melakukan monitoring langsung untuk melihat alur persidangan berjalan. Subtim terakhit ini juga bertugas membantu para litigator yang hadir di Persidangan dalam mengurai keterangan dan dinamika yang berkembang di Persidangan.
Terkait pengawalan Ahok hingga dihadirkan dalam persidangan, Sirra menyerahkan sepenuhnya pada jaksa yang memfasilitasi persidangan. “Teknisnya silahkan kejaksaan nanti tentukan. Kan bisa meminta pihak Polri,” tuturnya.
Terkait eksepsi, Sirra enggan menjelaskan apakah sudah mempersiapkan jauh hari atau belum. Namun dia memastikan terlebih dahulu isi dakwaan yang dibacakan JPU. Setelah itu pihaknya akan mempelajari. Kemungkinan besar persidangan akan ditunda sesuai waktu yang ditentukan untuk mempersiapkan eksepsi.
“Masih panjang jalannya ini, kalau saya beranalisis sekarang jadi pengamat dong. Adil lah. Kita dengar dulu jaksa membacakan dakwaannya, kita respon apa dakwaan itu, bagaimana konstruksinya,” ujarnya.
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Fahri Salam