tirto.id - “Ambil Tantiemmu. Mana bonus kami.”
Kalimat pada spanduk ini disodorkan oleh para pengunjuk rasa di depan pagar kantor Kementerian BUMN, Jalan Merdeka, Selatan, Jakarta, beberapa hari lalu. Massa yang berjumlah puluhan orang itu kompak mengenakan seragam warna oranye berlogo PT Pos Indonesia.
Suara keras lagu ‘Bongkar’ karya Iwan Fals mengiringi aksi mereka. Sesekali suara teriakan “copot direksi Pos Indonesia sekarang juga" memekik dari kerumunan massa.
Sebelum aksi itu, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan dugaan korupsi di PT Pos Indonesia ke Kejaksaan Agung. MAKI menduga adanya penyimpangan pemberian tantiem atau bonus sebesar Rp5,3 miliar kepada direksi dan komisaris perusahaan di 2017 (8 direksi dan 6 komisaris). Pemberian tantiem dianggap tidak layak karena kinerja Pos Indonesia pada 2017 dalam kondisi merugi. Pada semester I-2017, PT Pos Indonesia masuk daftar dari 24 BUMN yang merugi.
Dua kejadian ini dikaitkan dengan persoalan pemecatan empat orang karyawan PT Pos Indonesia akibat pelanggaran kedisiplinan pada Agustus lalu. “Iya pelanggaran disiplin,” kata Dewan Pengurus Wilayah IV Serikat Pekerja Pos Indonesia (DPW IV SPPI), Sarimawati Nasution kepada Tirto.
Namun, ia membantah bahwa aksi massa unjuk rasa di kantor Kementerian BUMN adalah bagian dari Serikat Pekerja Pos Indonesia (SPPI)
Tantiem merupakan bonus yang berdasarkan pada kinerja PT Pos Indonesia sepanjang 2016 yang berhasil membukukan laba bersih mencapai Rp203 miliar. Syarat dasar korporasi bisa menyisihkan dana tantiem yakni harus meraih laba di akhir tahun.
Keputusan ini juga sudah disahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada awal 2017 lalu. Para direksi dan komisaris menerima bonus dari hasil jerih payah mereka.
“Tantiem sudah sesuai prosedur dan diresmikan dalam RUPS berdasarkan keuntungan 2016 (bukan mengacu kinerja keuangan 2017). Bonus untuk karyawan juga sudah lebih dulu keluar sebelum tantiem,” kata Manager Public Relation & Communication Media PT Pos Indonesia, Tita Puspitasari kepada Tirto.
Serikat Pekerja Pos Indonesia mengakui, bonus tak hanya diberikan pada petinggi BUMN tapi pekerja bawahan. “Iya benar ada. Bentuknya dalam bentuk tunjangan kinerja unit yang berdasarkan kinerja masing-masing,” kata Sarimawati.
Apa sebenarnya tantiem itu, dan bagaimana prosedurnya?
Bila merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, tantiem adalah bagian keuntungan perusahaan yang dihadiahkan kepada karyawan.
Dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/06/2016 Tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN, tantiem diartikan sebagai penghargaan yang diberikan kepada direksi, komisaris dan sekretaris komisaris BUMN persero setiap tahun apabila mampu meraih laba perusahaan. Aturan ini direvisi dengan Peraturan Menteri BUMN PER-01/MBU/06/2017.
Tantiem hanya bagian dari penghasilan direksi atau komisaris yang mencakup gaji, tunjangan (THR, perumahan, asuransi setelah tak menjabat), dan fasilitas yang mencakup kendaraan, kesehatan, bantuan hukum, dan perumahan.
Khusus soal tantiem, Kementerian BUMN juga telah mengatur hitung-hitungannya. Capaian laba baru salah satu poin yang menjadi takaran. Tantiem juga dilihat dari capaian key performance indicator (KPI) dan tingkat kesehatan perusahaan (TKP).
“Angka keduanya harus di atas 70 persen. Tapi itu indikator yang dipertimbangkan juga selain laba yang jadi penentu utama,” kata Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN Hambra kepada Tirto.
Setelah laba, KPI dan TKP dipenuhi, baru tim internal Kementerian BUMN menilai dan memutuskan pemberian dan besarannya. Angka maksimum dijadikan batasan dalam RUPS. Tantiem tidak memiliki besaran angka yang baku karena dihitung berdasarkan pencapaian dalam kinerja yang dilihat secara komprehensif oleh kementerian BUMN.
“Besarnya tidak boleh dari angka maksimum yang sudah kami tetapkan,” katanya.
Rumus yang sering dipakai adalah dengan menjadikan tantiem direktur utama yang ditetapkan 100 persen sebagai patokan.
Setelah itu, diikuti jatah direktur antara 90 persen hingga 95 persen dari tantiem direktur utama. Untuk tantiem komisaris utama juga mengacu pada besaran tantiem direktur utama yang kisarannya antara 40 persen hingga 50 persen dari direktur utama.
Sedangkan untuk anggota komisaris mengacu pada tantiem komisaris utama, antara 90 persen hingga 95 persen dari tantiem yang diterima komisaris utama.
Menurut Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Rhenald Kasali, bagi kalangan profesional bonus merupakan hal yang biasa. Secara ilmiah bisa mendorong produktivitas perusahaan.
“Dan wajar kalau perusahaan tidak untung atau rugi, maka eksekutif tidak mendapatkan bonus,” ujar Rhenald kepada Tirto.
Wiratmoko Prasidhanto dalamnya karyanya yang berjudul 'Studi Biaya Tenaga Kerja di BUMN: Kontribusi Pegawai dan Eksekutif terhadap Kinerja Perusahaan' (2012) pada jurnal riset dan informasi di Kementerian BUMN mendapati temuan menarik.
Berdasarkan sampel 60 BUMN yang diteliti pada periode 2006-2010, kompensasi yang diterima eksekutif dan pegawai non eksekutif terbukti berpengaruh terhadap peningkatan laba dan pendapatan perusahaan. Kompensasi bonus memang dibutuhkan sebagai apresiasi, tapi memaksakan saat keuangan perusahaan sedang tak baik tentu jadi persoalan.
Penulis: Dano Akbar M Daeng
Editor: Suhendra