tirto.id - Ketika era digital datang, nasib bisnis pos langsung berbalik 180 derajat. Mereka harus mati-matian memutar strategi bisnis agar tak mati digerus kemajuan teknologi. Tak terkecuali perusahaan pos dari negara adidaya Amerika Serikat (AS), United States Postal Service (USPS). Kinerja mereka terus memburuk mulai 2006. Sejak saat itu, kerugian terus mendera USPS. Pada 2014, kerugiannya mencapai 5,5 miliar dolar.
Nasib lebih baik dialami perusahaan pos Jepang dengan bendera Japan Post Group. Pada 2015, Japan Post Holdings bahkan masuk dalam daftar Fortune 500 di peringkat 38. Perusahaan mampu mencetak pendapatan hingga 129,7 miliar dolar dan laba 4,39 miliar dolar. Kinerja itu memang menunjukkan penurunan, tetapi mereka terus merevitalisasi bisnisnya. Mereka bertekad menjadi pemimpin utama dalam industri logistik global. Diversifikasi adalah kata kuncinya.
Bagaimana dengan PT Pos Indonesia? Periode 2000-2008 merupakan masa paling suram dari bisnis PT Pos Indonesia. Bisnis surat pos pada periode itu menurun drastis. Maraknya layanan pesan singkat (SMS) melalui ponsel dan internet telah menggantikan peran “Pak Pos”.
Jumlah lokasi layanan mereka yang tersebar 24.000 titik lebih dari Sabang-Merauke membuat PT Pos layak disebut sebagai sang “raksasa”. Namun, semua itu tidak banyak membantu. Sebagai “raksasa”, BUMN ini malah kerap didera kerugian. Pada periode kritis ini mereka merugi setiap tahun. PT Pos seolah sedang '”tidur” dan sempat diramalkan mengikuti jejak suramnya USPS yang masih bergantung pada bisnis inti pengiriman paket dan surat.
Namun, kenyataan berbalik. PT Pos Indonesia dengan ciri khas warna orange masih terbukti mampu bertahan. Pada 2009, PT Pos mulai meraup untung. Ini merupakan titik balik BUMN pos yang sedang diuji zaman. “Pak Pos” yang sempat berteduh karena “badai” pun siap melanjutkan misinya.
Bangunnya Pak Pos
Perjalanan PT Pos menghadapi perubahan zaman hampir sama dengan negara-negara lainnya. Semenjak berubah dari Perum menjadi PT sejak 1995, PT Pos Indonesia “dilepas” oleh pemerintah untuk mengurus dirinya sendiri sejalan komitmen liberalisasi bidang logistik di kawasan ASEAN. Di saat bersamaan perubahan era digital terus bergulir dan masuknya pemain asing dan lokal di bisnis logistik. PT Pos masih belum berubah, mereka terseok-seok hingga terpuruk.
Gelombang keterpurukan PT Pos sudah terjadi sejak awal 2000. Marketeers.com menulis kerugian PT Pos pada periode 2004-2008 mencapai Rp 606,5 miliar. Kondisi PT Pos yang gagap dengan perubahan zaman, diperparah dengan budaya perusahaan yang memungkinkan terjadinya penyimpangan.
Kasus korupsi sempat mendera BUMN ini. Pertengahan 2008, Dirut PT Pos Hana Suryana harus lengser karena kasus korupsi ini terkait penyalahgunaan dana operasional dan dana non budget PT Pos wilayah IV Jakarta. Hana sempat mengurusi masalah itu pada periode 2003-2005.
Tahun 2008 dapat dikatakan sebagai titik nadir PT Pos. Nasib BUMN ini mulai berubah setelah adanya liberalisasi bisnis pos melalui hadirnya UU No 38 tahun 2009, tentang Pos. Sejak itu, PT Pos Indonesia mulai bangun dari tidurnya. Transformasi dilakukan PT Pos antara lain dengan membentuk holding company, revitalisasi bisnis inti, dan mengembangkan bisnis-bisnis baru.
Untuk diversifikasi usaha, PT Pos masuk ke bisnis ritel hingga properti, dan asuransi. Bisnis mereka melebar ke berbagai lini bisnis antara lain PT Pos Properti Indonesia sejak Desember 2013 yang melayani bisnis jasa pengelolaan dan penyewaan perkantoran hingga ruang MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition). Tentu saja bisnis layanan antar surat dan logistik, masih tetap dihadirkan melalui PT Pos Logistics Indonesia.
Ekspansi bisnis itu dilakukan tanpa bantuan penyertaan modal negara (PMN). Dahlan Iskan yang ketika itu menjabat Menteri BUMN, secara tegas menolak mentah-mentah suntikan PMN untuk PT Pos.
“Terserah saja mati ya mati, hidup ya hidup. Pemerintah tidak akan memberikan PMN kepada Pos Indonesia,” kata Dahlan 2013 lalu. Meski tanpa PMN, PT Pos tetap menjalankan strategi bisnisnya.
Puncak momentum kebangkitan PT Pos terjadi saat menapaki tahun ini. Pada 1 Mei 2016, PT Pos menyampaikan kabar yang cukup mengejutkan. Mereka akan merekrut 5.000 lebih karyawan baru. Jumlah ini luar biasa, karena hampir 25 persen dari total pegawai PT Pos saat ini.
"Jumlah karyawan yang direkrut direncanakan lebih dari 5.000 orang, tergantung hasil tes akhir. Jumlah itu adalah perekrutan terbesar yang dilakukan PT Pos Indonesia selama ini," kata Direktur SDM dan Umum PT Pos Indonesia Febriyanto dikutip dari Antara.
Rekrutmen PT Pos ini juga merupakan yang terbanyak sepanjang sejarah BUMN ini, di tengah kondisi ekonomi nasional sedang tidak menggembirakan. Mereka ingin memperkuat kompetensi bisnis di bidang kurir, logistik, ritel, dan jasa keuangan.
Upaya PT Pos memperluas jaringan bisnis mereka sudah sangat tepat daripada terlambat. Mereka tak mungkin lagi menggantungkan nasib bisnisnya dari layanan konvensional. Pada periode 2013-2014, pertumbuhan permintaan layanan surat sudah turun tajam hampir 20 persen dari 401,13 juta buah jadi 322,35 juta buah. Pengiriman paket juga mengalami penurunan hingga 20 persen lebih jadi 25,261 juta buah.
Senasib dengan paket dan surat, jasa pengiriman uang juga turun hampir 19 persen jadi 22 juta transaksi saja di 2014. Di sisi lain, layanan Pos Pay seperti Tabungan Batara juga Pembayaran PLN, PAM, hingga telepon justru tumbuh positif meski hanya 1,4 persen jadi 168,34 juta transaksi di tahun yang sama. Layanan jasa keuangan yang terus tumbuh semacam ini akan menjadi nyawa baru bagi “Pak Pos”.
Dengan pasar Indonesia yang sedemikian besar, PT Pos seharusnya bisa mengulang kesuksesan Japan Post Group . Hasil riset dan kajian konsultan internasional seperti Booz&Co dan Ernst&Young, mengungkapkan potensi bisnis PT Pos masih terbuka lebar. Hal ini diperkuat dengan kajian Management Research Center UI, yang mencatat ada tiga potensi PT Pos yaitu bisnis surat dan paket, bisnis logistik, dan bisnis jasa keuangan.
Mengejar Ketertinggalan
PT Pos juga mencoba mengambil pasar ekspedisi yang cukup besar. Belum lama ini, PT Pos mengambil langkah strategis dengan menggandeng salah satu pemain e-commerce terbesar di Indonesia, Lazada. Dalam kerja sama ini, PT Pos Indonesia mempermudah proses pengembalian barang bagi konsumen Lazada Indonesia. Konsumen cukup mengisi form retur online yang tersedia di situs Lazada, datang ke kantor pos dengan membawa barang yang akan diretur .
Hadirnya PT Pos sebagai mitra e-commerce yang belum lama ini mayoritas sahamnya dikuasai Alibaba, membuktikan BUMN tersebut dapat kepercayaan penuh. Selain Lazada, Zalora juga melakukan hal yang sama.
Empat tahun lalu, PT Pos juga mulai merintis layanan yang cukup visioner pada waktu itu. Pada 2012 mereka membuka layanan penjualan pempek online. Usaha ini di bawah unit bisnis Galeri Pos, yang merupakan pusat belanja online dengan format e-marketplace, yang menjual produk dari makanan, oleh-oleh, fashion hingga elektronika.
Strategi ini membuahkan hasil. PT Pos misalnya meraup keuntungan dari jasa pengiriman pempek mencapai Rp120 juta per bulan atau membukukan sekitar Rp2 miliar hingga akhir 2015 dari jualan pempek saja. Ini belum dihitung dari penjualan produk lainnya melalui toko online mereka.
Upaya berbenah PT Pos, mendapat sokongan dari para saudaranya di BUMN lintas bidang usaha. PT Pos menggandeng beberapa BUMN untuk memperkuat struktur bisnisnya. Belum lama ini, manajemen puncak PT Pos Indonesia menandatangani perjanjian kerja sama sinergitas dengan lima BUMN untuk meningkatkan kinerja dan pengembangan bisnisnya. Penandatanganan kerja sama PT Pos Indonesia itu dengan lima kolega BUMN-nya, yaitu Bank Mandiri, PT Bio Farma, PT Kimia Farma, PT Telkom dan PT Pertamina.
"Kerja sama sinergitas ini akan memperkuat sektor usaha masing-masing, dan merupakan bagian dari transformasi yang dilakukan di semua lini," kata Direktur PT Pos Indonesia, Gilarsi W Setijono dikutip dari Antara.
Sinergi ini sebagai nafas baru bagi PT Pos, yang memiliki banyak layanan bidang jasa pengiriman, layanan keuangan, bisnis ritel dan memiliki jaringan kantor yang luas hingga ke pelosok negeri. Bank Mandiri akan mengelola kas PT Pos Indonesia seperti penyediaan likuiditas, penerimaan setoran dana, dan rekening Pos, fasilitas cash management serta layanan perbankan lainnya.
Sinergi dengan Pos Indonesia telah menghasilkan banyak pengembangan bisnis seperti pembentukan bank joint venture bersama dengan PT Taspen, juga menyediakan layanan keuangan bagi pegawai dan pensiunan PT Pos Indonesia. Dengan PT Telkom, ada kerja sama sinergitas itu akan memperkuat jaringan infrastruktur berbasis internet bagi setiap layanan PT Pos.
Dalam hal jasa keuangan, PT Pos juga menggandeng Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk melayani pembayaran iuran wajib bulanan bagi peserta BPJS mandiri. Maklum saja, bila peluang ini tak diambil maka kue ini akan hanya dinikmati oleh toko-toko ritel minimarket yang juga sudah memberikan layanan sejenis.
Perusahaan Pos Jepang mampu bertahan dan terus berkembang karena dicintai dan dipercaya oleh masyarakatnya. Mereka juga tak tidur, dengan melakukan perluasan ke bisnis jasa keuangan dan sektor lainnya membawa mereka tetap hidup. Sementara itu, United States Postal Service (USPS) AS telat melakukan penyesuaian di tengah zaman yang terus berubah sehingga terus menanggung kerugian.
Kini, PT Pos sedang terus berbenah untuk mengantisipasi perubahan zaman. Perubahan ini merupakan rute yang sama yang sempat dilewati oleh perusahaan pos Jepang. Harapannya, PT Pos Indonesia tak hanya punya kesamaan logo warna dengan perusahaan pos Jepang, tetapi juga tapi bisa setara dalam hal kinerja dan dicintai masyarakat.
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti