tirto.id - Cara untuk menghindari adanya kekuasaan yang absolut di sebuah negara adalah membagi kekuasaan ke beberapa fungsi.
Pembagian kekuasaan bermakna bahwa kekuasaan dibagi-bagi ke beberapa bagian, namun tidak dipisahkan. Pada bagian-bagian tersebut masih dimungkinkan melakukan koordinasi atau kerja sama.
Sistem pembagian kekuasaan lumrah terjadi di negara yang menganut demokrasi. Di dalam sistem tersebut, rakyat dapat berpartisipasi termasuk ikut mengontrol pelaksanaan kebijakan negara melalui perwakilan mereka di legislatif.
Di samping itu, hak warga negara juga memiliki kedudukan sama di mata hukum dengan hadirnya lembaga yudikatif.
Pencetus sistem pembagian kekuasaan atau trias politica adalah Montesquieu. Dalam pandangannya, negara perlu dibagi menjadi tiga fungsi kekuasaan yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Tapi, pada praktiknya, pembagian fungsi-fungsi ini lebih fleksibel sesuai kebutuhan tiap negara.
Penerapan di Indonesia, pembagian kekuasaan dipilah menjadi dua bagian yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal. Berikut penjelasannya:
1. Pembagian kekuasaan secara horizontal
Mengutip laman Sumber Belajar Seamolec, pembagian kekuasaan secara horizontal adalah pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu.
Menurut UUD 1945 setelah amandemen, saat ini terjadi pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya tiga jenis menjadi enam jenis kekuasaan yaitu:
a. Kekuasaan konstitutif. Kekuasaan ini dijalankan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang memiliki kuasa dalam mengubah dan menetapkan Undang-Undang dasar. Dasar hukumnya adalah Pasal 3 ayat (1) UUD 1945.
b. Kekuasaan eksekutif. Kekuasaan eksekutif yaitu kekuasaan menjalankan undang-undang dan penyelenggaraan pemerintahan negara. Pihak yang memiliki kekuasaan ini adalah Presiden, seperti diatur pada Pasal 4 ayat (1) UUD 1945.
c. Kekuasaan legislatif. Kekuasaan legislatif merupakan kekuasaan membentuk undang-undang dan dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kekuasaan ini diatur melalui Pasal 20 ayat (1) UUD 1945.
d. Kekuasaan yudikatif (kehakiman). Pemegang kekuasaan kehakiman adalah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sesuai Pasal 24 ayat (2) UUD 1945. Kekuasaan yudikatif memiliki kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan dalam upaya penegakan hukum dan keadilan.
e. Kekuasaan eksaminatif (inspektif). Kekuasaan eksaminatif adalah kekuasaan yang berkaita dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pemegang kekuasaan ini yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai Pasal 23E ayat (1) UUD 1945.
f. Kekuasaan moneter. Kekuasaan moneter adalah kekuasaan untuk menetapkan dan melakukan kebijakan moneter. Pelaksananya adalah Bank Indonesia selaku bank sentra yang diatur pada Pasal 23D UUD 1945.
2. Pembagian kekuasaan secara vertikal
Dalam modul PPKn Kelas X (2020) terbitan Kemdikbud, pembagian kekuasaan secara vertikal adalah pembagian kekuasaan berdasarkan tingkatannya yakni pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan.
Merujuk pada Pasal 18 ayat (1) UUD 1945, NKRI diagi menjadi daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi menjadi kabupaten dan kota.
Setiap provnsi, kabupaten, dan kota memiliki pemerintahan daera yang diatur menurut undang-undang.
Dengan demikian, pembagian kekuasaan secara vertikal berlangsung antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah, baik provinsi atau kabupaten/kota.
Pemerintahan daerah berlangsung juga pembagian kekuasaan dengan pemerintahan pusat. Pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota saling terjalin koordinasi, pembinaan, dan pengawasan oleh pemerintahan pusat di bidang administrasi dan kewilayahan.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Yandri Daniel Damaledo