Menuju konten utama

Mengenal Galaktosemia: Salah Satu Penyakit Langka di Indonesia

Mengenal Galaktosemia, salah satu penyakit langka yang ada di Indonesia.

Mengenal Galaktosemia: Salah Satu Penyakit Langka di Indonesia
Ilustrasi susu kental Manis. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Galaktosemia merupakan penyakit langka yang memengaruhi cara tubuh memetabolisme galaktosa. Galaktosa adalah gula sederhana yang ditemukan dalam susu, keju, yogurt, dan produk susu lainnya.

Galaktosa yang tercampur dengan glukosa akan membentuk zat bernama laktosa.

Ketika darah seseorang mengandung terlalu banyak galaktosa, maka orang tersebut mengalami galaktosemia. Penumpukan galaktosa dapat menyebabkan komplikasi serius dan masalah-masalah kesehatan.

Galaktosemia sendiri merupakan penyakit bawaan yang disebabkan oleh mutasi pada gen dan kekurangan enzim.

Dikutip Healthline, gejala penyakit ini biasanya berkembang beberapa hari atau minggu setelah lahir. Beberapa gejala umum antara lain:

  • Hilangnya selera makan
  • Muntah
  • Penyakit kuning
  • Pembesaran hati
  • Kerusakan hati
  • Bengkak dan penumpukan cairan di perut
  • Perdarahan abnormal
  • Diare
  • Sensitif dan mudah marah
  • Kelelahan atau kelesuan
  • Penurunan berat badan
  • Memiliki risiko terinfeksi yang lebih tinggi

Galaktosemia dapat didiagnosis melalui program skrining bayi yang baru lahir. Tes tersebut biasanya dilakukan dengan mengambil darah di bagian kaki untuk mendekteksi level galaktosa dan aktifitas enzim, melakukan tes urine serta pengujian genetik.

Pasien dengan galaktosemia dapat mengalami komplikasi apabila penyakit ini tidak terdiagnosa dan ditangani segera.

Hal ini dikarenakan penumpukan galaktosa di dalam darah yang membahayakan nyawa penderita. Beberapa komplikasi umum yang menyerang pasien yaitu:

  • Kerusakan atau gagal hati
  • Infeksi bakteri yang serius
  • Sepsis
  • Syok
  • Pertumbuhan yang tertunda
  • Masalah perilaku
  • Katarak
  • Tremor
  • Kemampuan berbicara yang bermasalah atau terlambat
  • Ketidakmampuan dalam belajar
  • Kesulitan motorik halus
  • Kepadatan mineral tulang yang rendah
  • Masalah reproduksi
  • Primary ovarian insufficiency, atau tidak berfungsinya ovarium secara dini sebelum umur 40 tahun

Dilansir Healthline dan rarediseases.info.nih.gov, terdapat empat tipe galaktosemia, yaitu:

1. Tipe 1 atau galaktosemia varian klasik dan klinis.

Tipe ini menyerang tiap 1 dari 30000-60000 bayi dan disebabkan oleh mutasi di gen GALT dan ditandai dengan defisiensi enzim bernama galactose-1-phosphate uridyl transferase (GALT).

Beberapa tanda awal tipe 1 adalah disfungsi hati, kerentanan terhadap infeksi, gagal tumbuh dan katarak.

Walaupun tanda-tanda tersebut dapat dicegah dengan pengobatan dini, beberapa masalah tetap muncul seperti defisit intelektual, gangguan gerakan, dan kegagalan ovarium prematur (pada wanita).

2. Tipe 2 atau defisiensi galaktokinase

Tipe yang menyerang tiap 1 dari 100000 bayi ini disebabkan oleh mutasi di gen GALK1 dan ditandai dengan defisiensi enzim galaktokinase 1.

Tipe ini umumnya mengakibatkan katarak yang masih dapat dicegah atau disembuhkan dengan penanganan.

Namun, terdapat juga masalah lain yang jarang muncul yaitu pseudotumor cerebri, penyakit akibat tekanan tinggi pada tengkorak yang disebabkan oleh penumpukan atau penyerapan cairan serebrospinal (CSF) yang buruk. Penyakit ini memiliki gejala mirip dengan tumor otak besar.

3. Tipe 3 atau defisiensi epimerase

Tipe ini disebabkan oleh mutasi di gen GALE dan ditandai dengan defisiensi enzim UDP-galactose-4-epimerase.

Gejala dan tingkat keparahan tipe ini didasarkan pada apakah defisiensinya terjadi pada tipe sel darah tertentu atau ada di semua jaringan.

Penderita dengan tipe ini memiliki gejala yang sama dengan tipe 1, yang untungnya masih dapat dicegah atau ditangani dengan pengobatan.

4. Duarte variant galactosemia

Penderitanya mengalami mutasi di gen GALT tetapi hanya mengalami defisiensi enzim sebagian. Pasien yang masih bayi umumnya memiliki penyakit kuning

Penanganan penyakit galaktosemia dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

  • Menerapkan diet rendah galaktosa, yaitu diet dengan tidak mengonsumsi susu atau makanan lain yang mengandung laktosa atau galaktosa, termasuk asi.
  • Menangani infeksi dengan segera dengan antibiotik atau obat- obatan lain yang sesuai karena penderita galaktosemia juga rentan terkena infeksi.
  • Konseling genetik dan terapi penggantian hormon

Di Indonesia sendiri terdapat satu kasus galaktosemia tipe 1 yang ditemukan baru-baru ini. Pasien tersehut adalah Gloria, bayi yang berasal dari NTT.

Disadur dari antaranews, Gloria lahir pada November 2019 dan dirujuk ke RSCM karena tubuhnya berwarna kuning, hati yang membesar serta memiliki kadar zat besi yang tinggi.

Kepala Pusat Penyakit Langka RSUPN dr. Cipto Manungkusumo, Prof. Damayanti Rusli Sjarif memaparkan, dua kakak Gloria, yaitu anak kedua dan ketiga, juga mengalami perut membuncit dan tubuh kuning sebelum meninggal dunia.

Dapat dipastikan bahwa kasus Gloria merupakan kelainan genetik. Walaupun kedua orangtuanya normal, mereka berpeluang 25 persen memiliki kelainan pada keturunannya.

Saat ini Gloria sudah bisa tumbuh dengan baik seperti anak pada umumnya karena menerapkan diet galaktosa.

Baca juga artikel terkait GALAKSTOSEMIA atau tulisan lainnya dari Frizka Amalia Purnama

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Frizka Amalia Purnama
Penulis: Frizka Amalia Purnama
Editor: Dhita Koesno