Menuju konten utama

Mengenal Etnosentrisme, Tipe dan Apa Saja Dampaknya

Mengenal apa itu etnosentrisme alam ilmu antropologi, tipe-tipe hingga dampaknya.

Mengenal Etnosentrisme, Tipe dan Apa Saja Dampaknya
Ilustrasi Ilmu Antropologi. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Dalam ilmu antropologi, terdapat istilah etnosentrisme yang dijelaskan sebagai pemberian nilai suatu kelompok terhadap kelompok lain secara subjektif.

Dengan budaya, aturan, dan pandangan yang dimiliki suatu golongan, akan dibandingkan dengan kelompok yang berbeda dan ternyata hal ini bisa meunculkan dampak positif dan negatif.

Indonesia terdiri dari banyak suku dan golongan (multicultural). Maka dari itu, etnosentrisme dikatakan bisa sebagai sumber permasalahan, jika masing-masing kubu mempertahankan kehakikatan bangsa berdasarkan pendapat kelompokya.

Mengutip pendapat Abdulah S (2002:134) yang ditulis Ishomuddin, dkk, dalam Pembangunan Sosial Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEN (2014:52), etnosentrisme bisa terjadi ketika sebuah kalangan dari suku atau bangsa menerapkan pandangan subjektif (tidak kritis) terhadap kelompok lain, bahkan menganggap bahwa dirinya dengan segala yang dianutnya memiliki keunggulan (superioritas).

Tidak jarang, mereka yang telah memiliki sikap etnosentrisme yang biasa disebut egosentrisme ini akan merasa tinggi derajatnya dibanding orang-orang bersuku lain di sekitarnya.

Etnosentrisme membawa seseorang dari sebuah kelompok dengan seluruh budaya yang dimilikinya bisa merasa hebat dan kebudayaan lain hanyalah budaya rendahan yang tidak dapat menandinginya.

Tipe-Tipe Etnosentrisme

Rustanto dalam Masyarakat Multikultural di Indonesia (2015:46) menjabarkan, ada dua jenis etnosentrisme yang saling berlawanan satu sama lain, yakni fleksibel dan infleksibel.

Etnosentrisme fleksibel diartikan sebagai cara seseorang yang bisa belajar cara mengendalikan ego dan persepsi mereka dengan tepat.

Dalam menghadapi kenyataan dunia, di mana terdapat banyak suku dan golongan, upaya objektif masih dilakukan ketika memandang seseorang dari kelompok lain.

Contoh dari jenis etnosentrisme fleksibel dapat terlihat dalam pribahasa “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”.

Jika seseorang dari Medan misalnya, ketika berbicara mereka akan terkesan keras bagi orang-orang Jawa tengah yang terbiasa halus.

Saat orang Jawa pindah tempat tinggal ke Medan, maka ia akan mengerti apa yang memang sudah menjadi kebiasaan di sana.

Sebaliknya, jika orang Medan pindah ke Jawa, maka ia juga akan menyesuaikan sendiri bagaimana cara berbicara di tempat barunya.

Berlainan dengan fleksibel, etnosentrisme infleksibel dijelaskan sebagai wujud seseorang yang tidak bisa memahami orang dari kelompok lain yang latar belakang budayanya berbeda.

Mereka dengan sikap tidak toleransi ini hanya menilai secara subjektif dan berdasarkan kebiasaan di kelompoknya.

Contoh kasus infleksibel ini bisa dilihat dari kasus intoleransi yang terjadi di Indonesia, misalnya, kasus terorisme oleh beberapa orang yang menganggap dirinya lebih unggul dari kelompok lainnya.

Tanpa pertimbangan lanjut, mereka dengan mudahnya memasang bom hingga akhirnya meregang nyawa manusia yang tidak bersalah.

Dampak Etnosentrisme

Selain mengungkapkan tipe atau jenis etnosentrisme, Rustanto (2015,hlm.47) juga menyebutkan dua dampaknya, yaitu dampak positif dan negatif.

Dampak positif yang dihasilkan dari keberadaan etnosentrisme adalah menguatnya solidaritas sebuah kelompok. Akan tetapi, efek baik ini hanya berdasarkan lingkup kecil kalangan tertentu saja.

Mereka mengamini bersama bahwa golongannya memang yang paling baik, namun ternyata dampak negatif dari sesuatu yang awalnya positif ini malah terjadi.

Dampak negatif yang ditimbulkan adalah merasa unggul dibanding kelompok yang lain. Contoh kasus ini seperti penghinaan yang berunsur SARA dan lain hal yang serupa.

Bukan hanya itu, dampak terparah dari etnosentrisme bisa menyebabkan disintegrasi sosial dan konflik antara masing-masing golongan yang beradu kehebatan.

Baca juga artikel terkait ILMU ANTROPOLOGI atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yandri Daniel Damaledo