Menuju konten utama

Mengenal Asfiksia: Kondisi Bayi Baru Lahir Tak Dapat Cukup Oksigen

Mengenal asfiksia neonatrum: kondisi bayi baru lahir tak mendapat cukup oksigen.

Mengenal Asfiksia: Kondisi Bayi Baru Lahir Tak Dapat Cukup Oksigen
Ilustrasi bayi prematur. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Asfiksia terjadi ketika tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen dan bisa menjadi situasi yang mengancam jiwa. Asfiksia umumnya sering terjadi pada bayi baru lahir atau biasa disebut asfiksia neonatrum.

Menurut situs Healthline, nama lain yang lebih umum untuk kondisi ini adalah asfiksia perinatal, atau asfiksia lahir.

Gejala

Beberapa bayi yang mengalami asfiksia neonatrum biasanya tidak langsung terlihat gejalanya. Tetapi, denyut jantung janin yang terlalu tinggi atau rendah bisa menjadi indikator bayi mengalami kondisi asfiksia.

Sementara untuk bayi yang langsung mengalami asfiksia, beberapa gejala yang dapat terlihat, di antaranya:

  1. Kulit yang tampak pucat atau biru
  2. Kesulitan bernafas, yang dapat menyebabkan gejala seperti hidung melebar atau pernapasan perut
  3. Detak jantung yang lambat
  4. Nada otot lemah
Semakin lama bayi mengalami kondisi asfiksia neonatrum, maka gejala yang lebih parah dapat dialami, seperti cedera atau kegagalan paru-paru, jantung, otak, dan ginjal.

Penyebab

Apa pun yang memengaruhi kemampuan bayi untuk mendapat oksigen bisa menyebabkan asfiksia neonatorum. Selama persalinan dokter harus secara hati-hati memantau dan mencoba mengelola kadar oksigen untuk ibu dan bayi demi mengurangi risiko yang terjadi.

Asfiksia neonatorum dapat terjadi jika mengalami beberapa hal berikut:

  1. Jalan napas bayi terhalang.
  2. Bayi menderita anemia, yang berarti sel-sel darahnya tidak membawa cukup oksigen.
  3. Ibu tidak mendapat cukup oksigen sebelum atau selama persalinan.
  4. Tekanan darah ibu terlalu tinggi atau rendah selama persalinan.
  5. Infeksi memengaruhi ibu atau bayinya.
  6. Plasenta terpisah dari rahim terlalu cepat, yang mengakibatkan hilangnya oksigen.
  7. Tali pusar membungkus bayi dengan tidak benar.
Kekurangan oksigen dapat menyebabkan kerusakan sel secara langsung. Ini dapat terjadi dalam beberapa menit. Kerusakan juga dapat terjadi ketika sel pulih dari kekurangan oksigen dan melepaskan racun ke dalam tubuh.

Bayi prematur berisiko lebih tinggi untuk kondisi ini. Bayi yang lahir dari ibu dengan kondisi yang memengaruhi kehamilan, seperti diabetes mellitus atau preeklamsia, juga berisiko lebih besar.

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Italian Journal of Pediatrics mencatat, usia ibu atau berat bayi yang rendah saat lahir juga merupakan faktor risiko.

Seperti dilansir dari WebMD, selain bayi, orang dewasa ternyata juga bisa berisiko mengalami asfiksia, di antaranya karena kecelakaan kecil, seperti:

Tersedak

Kondisi ini adalah saat makanan atau benda tersangkut di saluran napas dan menghalangi udara masuk ke paru-paru.

Para lansia memiliki peluang lebih besar untuk mengalaminya, terutama mereka yang hidup sendiri, memakai gigi palsu, atau kesulitan menelan.

Tetapi, bayi dan balita juga memiliki kemungkinan lebih tinggi tersedak makanan besar atau barang-barang yang dimasukkan ke mulut.

Aspirasi

Berbeda dengan tersedak. Aspirasi terjadi ketika sesuatu yang dimakan atau minum masuk ke tempat yang salah dan memasuki jalan napas atau paru-paru seseorang.

Zat itu kemudian mengeluarkan udara di dalam tubuh. Tenggelam adalah jenis aspirasi yang paling umum.

Baca juga artikel terkait ASFIKSIA atau tulisan lainnya dari Dewi Adhitya S. Koesno

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Dewi Adhitya S. Koesno
Editor: Agung DH

Artikel Terkait