tirto.id - Kebaya memang sudah lama dikenal sebagai pakaian tradisional nusantara. Namun, siapa sangka jika kebaya ternyata juga menjadi pakaian tradisional sejumlah negara lain di ASEAN, termasuk salah satunya Singapura.
Belakangan ini kebaya Singapura banyak dibicarakan oleh publik lantaran negara tersebut mendaftarkan kebaya sebagai warisan budaya takbenda UNESCO.Melansir dari The Straitstimes, Singapura mendaftarkan kebaya menjadi nominasi multinasional.
Oleh karena itu, negara tersebut juga membuka peluang bagi negara-negara lain yang ingin ikut serta mendaftarkan pakaian kebaya ke UNESCO sebagai warisan budayanya. Tiga negara lain yang ikut mendaftar, yaitu Brunei, Malaysia, dan Thailand.
Sayangnya, Indonesia tidak masuk di antara negara-negara yang mendaftarkan kebaya ke UNESCO bersama Singapura. Belakangan diketahui Indonesia akan mendaftarkan kebaya ke UNESCO secara mandiri.
Mengenal Asal Usul Tren Kebaya di Singapura dan Indonesia
Baik Singapura maupun Indonesia memiliki sejarah yang panjang dengan pakaian tradisional kebaya. Jika ditarik berdasarkan sejarah, asal usul tren kebaya diperkirakan sudah ada sejak abad ke-15.
Yvonne Tan dalam Malaysia Design Archive (2020) mengungkapkan bahwa kebaya merupakan sebagai peninggalan kerajaan terbesar di Nusantara saat itu, yaitu Kerajaan Majapahit.
Berdasarkan bukti sejarah, kerajaan ini menguasai hampir di seluruh wilayah Asia Tenggara, termasuk sebagian besar kepulauan di Indonesia, Singapura, bahkan Filipina.
Seiring berjalannya waktu, kebaya diadaptasi oleh wilayah-wilayah bekas Kerajaan Majapahit tersebut, termasuk Indonesia dan Singapura.
1. Tren Kebaya di Indonesia
Di Indonesia, kebaya adalah pakaian tradisional wanita yang memiliki ciri khas sendiri di setiap daerah. Melansir Tradisi Kebaya, kebaya adalah pakaian tradisional yang kenakan sebagai atasan.
Umumnya, penggunaan kebaya dipadukan dengan kain-kain tradisional, seperti kain batik, tenun, songket, dan kain lainnya.
Jenis-jenis kebaya yang dikenal di nusantara saat ini beragam, mulai dari kebaya Jawa, kebaya Betawi, kebaya Bali, kebaya Sunda, dan lain sebagainya.
Bahkan di era kolonial, saat Indonesia berada di bawah pengaruh Belanda, kebaya digunakan oleh tiga budaya, yaitu orang Indonesia, orang Belanda, dan orang Tionghoa.
Hal ini juga yang memengaruhi desain kebaya yang dikenal di Indonesia semakin beragam. Sebagai contoh kebaya Kartini yang dipopulerkan oleh pahlawan wanita RA Kartini.
Ada juga kebaya bordir dan kebaya kutubaru yang populer dikalangan wanita Indonesia. Menurut Taylor dalam “Kostum dan Gender di Jawa Kolonial tahun 1800-1940” perubahan bentuk kebaya tradisional terjadi di tahun 1870-an.
Perubahan itu terjadi karena adanya pengaruh pakaian yang dikenakan perempuan Eropa dan kaum pendatang lainnya ke Indonesia. Salah satu desain kebaya yang merupakan adaptasi adalah kebaya encim.
Kebaya encim sendiri merupakan kebaya yang dikenakan oleh wanita-wanita Tionghoa di Indonesia.
Bentuk kebaya ini encim mirip seperti yang dikenakan orang-orang orang Eropa, namun disulam dengan kain berwarna menyala.
Setelah pengaruh kolonial di Indonesia berakhir, pakaian kebaya masih dikenakan oleh masyarakat, khususnya kalangan atas. Kebaya di Indonesia kini memiliki citra sebagai pakaian tradisional formal yang dikenakan menghadiri acara-acara besar tertentu.
Ini dibuktikan dengan banyaknya artis-artis papan atas hingga publik figur dalam negeri yang mengenakan kebaya dan tampil di layar kaca. Sebagai contoh, Marlia Hadi, Titien Sumarni, Dewi Sartika, dan Hartini Sukarno.
Saat ini tren penggunaan dikenakan saat pernikahan, wisuda, perayaan hari besar, hingga upacara adat maupun keagamaan di Indonesia.
2. Tren Kebaya di Singapura
Kebaya di Singapura dikenal dengan nama nyonya kebaya. Sesuai dengan namanya, pakaian ini bersifat feminim yang artinya dikenakan khusus untuk perempuan.
Melansir Singapore Infopedia, kebaya nyonya diasosiasikan dengan wanita yang berasal dari peranakan Tionghoa. Kebaya ini merupakan adaptasi dari baju panjang Melayu.
Kebaya nyonya di Singapura awalnya hanya berupa blus tembus pandang yang terbuat dari bahan voile, yaitu kain tenun polos dan ringan berbagai warna. Kebaya nyonya dibuat dengan cara ditenun, lalu corak atau motifnya disulam dengan tangan.
Motif-motif yang disematkan di kebaya nyonya beragam dan kebanyakan dipengaruhi budaya Melayu dan Tionghoa, seperti bunga, kupu-kupu, naga, hingga burung phoenix.
Di tahun 1970-an Singapura membangun pabrik-pabrik tekstil yang dapat memproduksi kebaya secara massal. Kain yang dikenakan untuk membuat kebaya juga semakin beragam mulai dari katun hingga satin.
Sejak 1968, Kebaya Singapura juga dijadikan ikon untuk satu-satunya maskapai penerbangan nasional kala itu, yaitu Singapore Airlines. Penggunaan seragam kebaya juga masih bertahan hingga saat ini.
Para pramugari maskapai Singapore Airlines mengenakan setelan kebaya dan secara langsung memperkenalkan pakaian tersebut kepada penumpang internasional.
Bahkan orang-orang di luar negeri menyebut wanita berkebaya kala itu sebagai "The Singapore Girl" atau Gadis Singapura.
Sama seperti perkembangan kebaya di Indonesia, pakaian kebaya di Singapura berkembang dengan bentuk dan warna yang lebih modern.
Banyak wanita Singapura yang mengenakan kebaya untuk acara-acara formal maupun perayaan hari tertentu. Selain itu, pakaian ini dikenakan juga untuk sebagai seragam karyawan di industri hospitality seperti resort dan perhotelan.
Editor: Iswara N Raditya