Menuju konten utama

Mengenal Apa Itu LPSK: Dasar Hukum, Fungsi, dan Wewenang

LPSK merupakan lembaga nonstruktural yang bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada saksi dan korban.

Mengenal Apa Itu LPSK: Dasar Hukum, Fungsi, dan Wewenang
Kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). FOTO/Istimewa

tirto.id - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK merupakan lembaga nonstruktural yang bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada saksi dan korban.

Lembaga ini mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan keperluan. Tanggung jawab LPSK mencakup penanganan pemberian perlindungan dan bantuan pada saksi dan korban berdasarkan tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2006.

Mengutip dari laman resminya, LPSK memiliki visi ”Terwujudnya perlindungan saksi dan korban dalam sistem peradilan pidana.” Melalui visi ini artinya LPSK diberikan mandat oleh undang-undang sebagai focal point dalam pemberian perlindungan saksi dan korban.

Oleh karena itu, lembagai ini harus mampu mewujudkan suatu kondisi dimana saksi dan korban benar-benar merasa terlindungi dan dapat mengungkap kasus dalam peradilan pidana.

Dasar Hukum LPSK

Dasar hukum pendirian LPSK berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Sesuai dengan UU tersebut, LPSK merupakan lembaga yang mandiri dan berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang tersebut telah mengatur banyak hal berkaitan dengan LPSK. Mulai dari penetapan LPSK, identitasnya sebagai sebuah lembaga resmi, fungsi dan wewenangnya, hingga teknis perlindungan saksi dan korban.

Fungsi LPSK dalam Melindungi Saksi dan Korban

Mengenai fungsi LPSK, dijelaskan dalam artikel jurnal “Fungsi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban”, fungsi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang tersebar dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006, antara lain:

  • Menerima permohonan saksi dan korban untuk perlindungan (Pasal 29);
  • Memberikan keputusan pemberian perlindungan saksi dan korban (Pasal 29);
  • Memberikan perlindungan kepada saksi dan korban (Pasal 1);
  • Menghentikan program perlindungan saksi dan korban (Pasal 32);
  • Mengajukan ke pengadilan (berdasarkan keinginan korban) berupa hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat; dan hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi tanggung jawab pelaku tindak pidana (Pasal 7);
  • Menerima permintaan tertulis dari korban ataupun orang yang mewakili korban untuk bantuan (Pasal 33 dan 34);
  • Menentukan kelayakan, jangka waktu dan besaran biaya yang diperlukan atas diberikannya bantuan kepada saksi dan korban (Pasal 34);
  • Bekerja sama dengan instansi terkait yang berwenang dalam melaksanakan pemberian perlindungan dan bantuan (Pasal 39).

Wewenang LPSK

Selama menjalankan fungsinya dalam melindungi saksi dan korban, LPSK memiliki kewenangan sesuai dengan dasar hukum. Melansir dari laman resmi LPSK, wewenang LPSK meliputi:

  1. Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari pemohon dan pihak lain yang terkait dengan permohonan;
  2. Menelaah keterangan, surat, dan/atau dokumen yang terkait untuk mendapatkan kebenaran atas permohonan;
  3. Meminta salinan atau fotokopi surat dan/atau dokumen terkait yang diperlukan dari instansi manapun untuk memeriksa laporan pemohon sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  4. Meminta informasi perkembangan kasus dari penegak hukum;
  5. Mengubah identitas terlindung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  6. Mengelola rumah aman;
  7. Memindahkan atau merelokasi terlindung ke tempat yang lebih aman;
  8. Melakukan pengamanan dan pengawalan;
  9. Melakukan pendampingan saksi dan/atau korban dalam proses peradilan;
  10. Melakukan penilaian ganti rugi dalam pemberian restitusi dan kompensasi.

Baca juga artikel terkait LPSK atau tulisan lainnya dari Nurul Azizah

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Nurul Azizah
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Yonada Nancy