Menuju konten utama

Mengapa Skema Potong Gaji untuk Tapera Ditolak Banyak Pihak?

Berikut ini alasan mengenai kenapa Tapera ditolak oleh banyak pihak, terutama oleh perusahaan dan karyawan swasta.

Mengapa Skema Potong Gaji untuk Tapera Ditolak Banyak Pihak?
Sejumlah pekerja berjalan saat jam pulang kerja di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (29/5/2024). Pemerintah melalui PP Nomor 21 Tahun 2024 akan mewajibkan pekerja yang berpenghasilan minimal setara upah minimum untuk menjadi peserta Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang iurannya dipotong dari 2,5 persen gaji pekerja dan 0,5 persen dari pemberi kerja. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Rencana program simpanan Tapera mulai menuai polemik hingga banyak pihak yang akhirnya menolak ketentuan soal Tapera yang dibebankan kepada pegawai swasta dan perusahaan.

Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera merupakan sebuah skema penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu.

Dalam skema simpanan Tapera ini, peserta hanya dapat memanfaatkannya untuk pembiayaan rumah dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.

Dasar hukum Tapera telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No.25/2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.

Berdasarkan aturan yang memayunginya, pengelolaan Tapera ditujukan untuk menghimpun dana dari masyarakat atau peserta yang dilakukan secara bersama dan saling membantu antar peserta guna menyediakan dana murah jangka panjang.

Dana yang dimaksud ini mengacu pada pemenuhan kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi peserta.

Di samping itu, perlu diketahui bahwa terdapat aturan yang mematok besaran pembayaran iuran Tapera oleh setiap peserta.

Menurut PP No. 21 Tahun 2024, iuran Tapera ini sebesar 3 persen dari gaji atau upah peserta pekerja, dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.

Akan tetapi, perlu dipahami, bagi peserta pekerja besaran simpanannya akan ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen. Sedangkan bagi peserta pekerja mandiri sebesar 3 persen.

Ketentuan di atas kemudian mulai menuai polemik hingga banyak pihak terutama pekerja swasta dan perusahaan menolak simpanan Tapera.

Alasan Skema Potong Gaji Pegawai Swasta untuk Tapera Ditolak Banyak Pihak

Kebijakan Tapera yang mewajibkan potongan gaji pekerja sebesar 3 persen ini mendapat respons negatif karena dinilai akan memberatkan elemen pekerja.

Tak hanya itu, pelaku usaha atau perusahaan juga akan terkena imbas yakni membayar iuran sebesar 0,5 persen per peserta pekerjanya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Kamdani, mengatakan bahwa Serikat Buruh dan Pekerja telah menyatakan penolakannya terkait pemberlakuan program Tapera.

Penolakan itu tidak lain berakar dari penilaian memberatkannya beban iuran baik itu kepada pekerja maupun pelaku usaha atau perusahaan.

APINDO, tambah Shinta, menilai juga bahwa PP Nomor 21 Tahun 2024 dinilai menyangkut duplikasi dengan program sebelumnya yakni Manfaat Layanan Tambahan (MLT), lebih tepatnya perumahan pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek.

Selain itu, APINDO juga menilai aturan Tapera ini berpotensi menambah beban pekerja/buruh sekaligus pengusaha, terlebih saat ini beban pungutan yang ditanggung pelaku usaha sudah mencapai 18,224-19,74 persen.

Sebagai gambaran, berikut potongan gaji yang dibebankan dalam iuran Tapera, di antaranya:

  • Peserta pekerja 2,5 persen dan perusahaan 0,5 persen
  • Peserta pekerja mandiri 3 persen
Ketentuan tersebutlah yang kemudian mendapat penolakan baik dari pekerja/buruh maupun pelaku usaha/perusahaan karena dinilai akan memberatkan.

Baca juga artikel terkait TAPERA atau tulisan lainnya dari Imanudin Abdurohman

tirto.id - Ekonomi
Kontributor: Imanudin Abdurohman
Penulis: Imanudin Abdurohman
Editor: Dipna Videlia Putsanra