Menuju konten utama

Mengapa Pemilih Prabowo-Sandi dari PKB, Nasdem, dan PSI bertambah?

Split ticket voting: ketika seorang memilih kandidat partai A di Pemilu Legislatif, tapi tidak memilih pasangan calon usungan partai yang sama.

Mengapa Pemilih Prabowo-Sandi dari PKB, Nasdem, dan PSI bertambah?
Petugas menempelkan penanda kotak suara saat simulasi Rekapitulasi Suara Pemilu 2019 Tingkat Kecamatan di Gedebage, Bandung, Jawa Barat, Selasa (3/10/2018). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/foc/18.

tirto.id - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendaku sebagai pendukung Jokowi sejak jauh hari. Ketua umum partai baru itu, Grace Natalie, bahkan mengatakan Jokowi sebagai bapak ideologis partainya. Tapi, tidak semua orang yang berencana mencoblos PSI di Pemilihan Legislatif (Pileg) juga mencoblos Jokowi-Ma'ruf di Pemilihan Presiden (Pilpres) April besok.

Dalam studi ilmu politik, skema itu disebut split ticket voting (pelakunya disebut split ticket voters). Istilah tersebut merujuk situasi ketika seorang pemilih memberikan suaranya kepada beberapa kandidat yang berbeda partai untuk mengisi jabatan-jabatan tertentu yang diperebutkan lewat pemilihan umum.

Split ticket voting di Pemilu 2019 terjadi ketika pemilih partai pengusung Jokowi-Ma'ruf (PPP, Hanura, Golkar, Perindo, Nasdem, PKB, PSI, PDIP, PKPI) memberikan suaranya di Pilpres untuk Prabowo-Sandiaga; atau sebaliknya, pemilih partai pengusung Prabowo-Sandiaga (Demokrat, PAN, PKS, Gerindra, Berkarya) memberikan suaranya di Pilpres untuk Jokowi-Ma'ruf.

Sebaliknya, situasi ketika seorang pemilih memberikan suaranya hanya kepada kandidat usungan suatu partai di berbagai pemilihan umum disebut straight ticket voting (pelakunya disebut straight ticket voters).

Menurut hasil survei yang digelar Indikator Politik pada 16-26 Desember 2018, sebanyak 8,1 persen pemilih PSI mengaku akan mencoblos Prabowo-Sandiaga di Pilpres.

Angka itu memang berbeda jauh dibanding 91,9 persen pemilih PSI yang akan mencoblos Jokowi-Ma'ruf di Pilpres. Namun, survei atas 1.220 responden dan galat senilai +/- 2,9 persen tersebut menunjukkan peningkatan jumlah split ticket voters di pemilih PSI. Hasil survei yang digelar Indikator Politik pada September 2018 menyatakan pemilih PSI yang sekaligus pemilih Prabowo-Sandiaga jumlahnya sangat sedikit sehingga bisa dianggap nol persen.

Menanggapi survei tersebut, Ketua DPP PSI Tsamara Amany tidak memungkiri ada pemilih PSI yang preferensi politiknya Prabowo-Sandiaga, meskipun dalam berkampanye calon anggota legislatif (caleg) usungan PSI selalu mengajak warga untuk memilih PSI sekaligus Jokowi-Ma'ruf. DPP PSI juga disebut Tsamara belum pernah mendapat laporan caleg PSI yang enggan memilih Jokowi-Ma'ruf.

"Tipologi pemilih kami sangat beragam. Itu menjadi PR [pekerjaan rumah] kami semua di PSI, memastikan bahwa orang yang memilih PSI juga memilih Pak Jokowi dan Kiai Ma'ruf Amin. Itu informasi [hasil survei Indikator] yang menarik buat kami semakin giat berkampanye untuk Pak Jokowi dan Kiai Ma'ruf," ujar Tsamara saat dihubungi Tirto, Kamis (24/01).

Pemilih "Split" di PSI, PKB, dan Nasdem

Tidak cuma di pemilih PSI, split ticket voters juga ditemui di semua partai peserta Pemilu 2019, termasuk di partai yang mengusung Prabowo-Sandiaga.

Sekitar empat puluh persen pemilih Demokrat menyatakan akan memilih Jokowi-Ma'ruf. Sedangkan 54,1 persen pemilih Demokrat lainnya menyatakan akan memilih Prabowo-Sandiaga. Antara pemilih Demokrat yang split dan straight hanya terpaut 13,6 persen.

Jumlah yang tergolong split di berkarya mencapai 42,10 persen, sementara yang straight meliputi 44,8 persen lainnya. Bedanya tipis, hanya 2,7 persen. Sedangkan di PAN, PKS, dan Gerindra jumlah split ticket voters di pemilih masing-masing kurang dari 30 persen.

Namun, bila hasil survei Indikator Politik pada Desember 2018 disandingkan dengan hasil survei lembaga tersebut di September 2018, terlihat bahwa dari sembilan partai pengusung Jokowi-Ma'ruf, yang mengalami penurunan jumlah split ticket voters hanya enam.

Tiga sisanya justru mengalami kenaikan split ticket voters alias semakin banyak pendukung partai yang memilih Prabowo-Sandiaga. PSI ialah salah satunya. Dua partai lainnya adalah PKB dan Nasdem.

Di hasil survei September 2018, ada 19,3 persen pemilih PKB yang berencana mencoblos Prabowo-Sandiaga. Jumlahnya naik menjadi 27 persen di survei Desember 2018.

Sementara itu, menurut survei Desember 2018, 27,8 persen pemilih Nasdem yang menyatakan akan memilih Prabowo-Sandiaga. Padahal, dalam survei September 2018, jumlah pemilih Nasdem yang bakal mencoblos Prabowo-Sandiaga sebesar 19,5 persen.

Jumlahnya memang tidak sebesar di pemilih PPP, partai dengan jumlah split ticket voters terbesar di kubu Jokowi-Ma'ruf. Menurut survei Desember 2018, 43,2 persen pemilih PPP tergolong split, sementara 53,7 persen lainnya termasuk straight. Jumlah itu juga kurang dari split ticket voters di Hanura (39,6 persen) dan Golkar (31,2 persen).

Tapi, di PPP dan Golkar—notebene partai pengusung Prabowo di Pilpres 2014—jumlah split ticket voters berkurang, minimal satu persen.

Kenaikan split ticket voters di pemilih PKB, Nasdem, dan PSI juga menjadi ironis ketika dibandingkan dengan pendukung Prabowo-Sandiaga di kalangan pemilih PDIP yang menurun dari 22,4 persen di September 2018 menjadi 6 persen di Desember 2018; atau pendukung Prabowo-Sandiaga di kalangan pemilih Hanura yang semula 50 persen menjadi 39,6 persen.

Menyembunyikan Pilihan

Sekretaris Jenderal Nasdem Johnny G. Plate menduga pemilih Nasdem yang memilih Prabowo-Sandiaga sedang menyembunyikan pilihan yang sebenarnya karena lingkungan sekitarnya tidak memungkinkan untuk secara gamblang menyatakan dukungan kepada Jokowi-Ma'ruf.

"Di wilayah Sumatera Barat, misalnya. Ngomong partai [Nasdem] saja di situ sudah ada antipati. Orang yang jawab itu belum tentu benar begitu. Itu bagian dari cara dia menetralisir para penanya karena lingkungan politiknya semacam itu," ujar Johnny kepada Tirto, Kamis (24/01).

Infografik tunggal Pilpres dan Koalisi Parpol

Infografik tunggal Pilpres dan Koalisi Parpol

Johnny juga mengatakan pengaruh split ticket voters di pemilih Nasdem tidak signifikan terhadap elektabilitas Jokowi-Ma'ruf.

"[Split ticket voters] Nasdem 27 persen, elektabilitas Jokowi masih 53 persen. Itu dibenahi saja split ticket voting di Nasdem, PPP, Golkar, udah kelar Jokowi bisa 60 persen," kata Johnny.

Wakil sekjen PKB Maman Imanul Haq menyodorkan data lain. Dia mengatakan bahwa menurut survei yang dilakukan internal PKB, 92 persen pemilih PKB adalah pemilih Jokowi-Ma'ruf. Maman juga mengatakan selama masa kampanye ini tidak ada laporan caleg PKB mendukung Prabowo-Sandiaga atau tidak mau mengampanyekan Jokowi-Ma'ruf.

"Yang kami temukan di beberapa baliho, caleg PKB mengampanyekan Jokowi-Ma'ruf karena kami sebenarnya diuntungkan, pertama, terutama soal nomor urut [PKB bernomor urut 1 sedangkan Jokowi-Maruf 01. Yang kedua, dengan posisinya kiai Ma'ruf. Sebagian besar masyarakat mengasosiasikan beliau dengan PKB," ujar Maman kepada Tirto, Kamis (24/01).

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Husein Abdulsalam

tirto.id - Politik
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Windu Jusuf