tirto.id - Usai dua ledakan dari bom bunuh diri di antara Halte Transjakarta dan Toilet Terminal Kampung Melayu, Rabu malam lalu, ditemukan serpihan logam, gotri, dan paku.
Itu dijelaskan kemudian oleh Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen (Pol) Setyo Wasisto, esoknya. Ia bilang, serpihan-serpihan itu dijejali ke dalam bom panci bersama bahan-bahan peledak.
Pelaku bom, menurut keterangan polisi, membeli panci presto di salah satu pasar swalayan di Padalarang, Bandung Barat. Informasi ini mengacu struk pembelian di saku pelaku bom.
Si pelaku, ujar polisi, merakit bom itu sekitar 2 hari, lalu disimpan dalam tas ransel. Jarak Padalarang dan Jakarta sekitar 3 jam dengan kendaraan.
Bom di Kampung Melayu ini menewaskan 3 personel polisi dan mengakibatkan 6 polisi lain dan 5 warga sipil luka-luka.
Menurut Wakil Kapolri Komjen Syafruddin, panci yang dipakai pelaku bermerek Vicenza. Panci ini memiliki sistem pengaturan tekanan uap, panas, dan katup pengaman. Ia memiliki tekanan udara tinggi sehingga mempercepat proses pemanasan.
Pihak kepolisian menganggap bom panci di Kampung Melayu mirip dengan bom di kantor Kelurahan Arjuna, Cicendo, Bandung, 27 Februari lalu. Bahan baku utama bom Cicendo adalah triacetone triperoxide (TATP) atau kerap pula disebut tri-cyclo acetone peroxide (TCAP).
Bahan bom ini hampir tak pernah dipakai dalam teknik sipil, seperti pertambangan atau kegiatan militer. Ia sangat sensitif dengan kejutan, gesekan, panas, dan muatan elektrostatik.
Muhammad Yusuf, Firdaus, dan Muhammad Zakir—tiga peneliti dari Universitas Hasanuddin (Makassar)—pernah meneliti senyawa ledak TATP. Mereka menilai TATP adalah bahan peledak primer, yang artinya tidak butuh bahan campuran peledak lain. Untuk meledak, bahan ini cukup dipicu gesekan, nyala api, atau aliran listrik.
TATP menjadi salah satu golongan bahan peledak berjenis keton peroksida. Senyawa ini memiliki
keaktifan oksigen tinggi dan paling murah di antara semua bahan peledak. Kelebihan lain TATP adalah tidak mudah terdeteksi oleh radar.
Salah satu serangan bom bunuh diri global lewat bahan ledak TATP terjadi di Brussels, Belgia, Maret tahun lalu.
Ening Wiyarti, ibunda Briptu Anumerta Imam Gilang Adinata, korban bom Kampung Melayu, saat pemakaman di Klaten, Jawa Tengah, Kamis (25/5). ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
TATP, Si Biang Setan
TATP kali pertama ditemukan oleh Richard Wolffenstein (1864-1926) pada medio 1895. Si ahli kimia dari Prussia ini sedang menyelidiki unsur kimia dari Coniine, yakni prinsip aktif dalam hemlock beracun. Ia mengoksidasi ekstrak tumbuhan dengan hidrogen peroksida dalam larutan aseton. Campurannya berupa aseton, 50 persen hidrogen peroksida, dan sedikit tambahan asam fosfat. Setelah beberapa minggu reaksinya membentuk endapan.
Kemudian endapan itu disaring dan dibentuk kristal. Ketika dipanasi, kristal itu meledak. Akhirnya Wolffenstein mematenkan produk itu sebagai bahan peledak bernama TATP (triacetone triperoxide).
Namun, apa yang semula untuk ilmu pengetahuan berkembang menjadi serangan mematikan.
Sejak 2001, bahan TATP mulai dipakai sebagai senjata para teroris global. TATP mudah dibeli di pasaran.
Travia R. Dobson, peneliti dari University of Nebraska, mengemukakan bahwa TATP dapat dipersiapkan dengan cepat dan mudah. Harga bahan-bahannya terjangkau.
Dobson merinci apa saja faktor utama yang membuat TATP memikat para teroris. Pertama, harganya murah dan mudah dibuat dalam jumlah banyak. Kedua, memiliki hasil eksplosif tinggi, sekitar 83 persen kekuatan TNT (trinitrotoluena). Ketiga, dapat diledakkan tanpa penutup atau detonator. Keempat, sulit dideteksi dengan metode tradisional.
Bahan-bahan kimia TATP akrab disebut sebagai 'Si Biang Setan'. Pada 2010, Dobson sempat melakukan pendekatan baru untuk menangkal bom berbahan dasar TATP. Ia berharap bahan kimia bom ini bisa dideteksi dan dinonaktifkan dengan cara jarak jauh lewat teknologi ultrasonication. Tetapi alat ini belum dipakai hingga kini.
Wakil Kapolri Komjen Syafruddin berkata bahwa TATP sangat mudah dibeli.
"Banyak sekali bahan itu dijual di mana-mana. Kami lakukan pencegahan. Kami mengantisipasi penjualannya,” katanya, menambahkan polisi pun melakukan pengawasan via jejaring internet.
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Dieqy Hasbi Widhana