tirto.id - Satu unit mobil dan empat mesin dispenser Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) terbakar di kawasan Setu, Cipayung, Jakarta Timur, Jumat (11/10/2019). Semula, dugaan awal penyebabnya karena radiasi telepon seluler.
"Dugaan sementara akibat radiasi ponsel," kata Gatot Sualeman selaku Kepala Seksi Damkar Jakarta Timur, Jumat (11/10) dikutip dari Antara.
Tak beberapa lama kemudian, pengelola SPBU Setu menepis dugaan tersebut.
Manajer SPBU Setu Mahfuzi mengatakan, berdasarkan hasil rekaman kamera pengawas CCTV, posisi awal percikan api bersumber dari mobil salah satu konsumen jenis Daihatsu Grandmax B 1533 L putih yang sedang mengisi BBM.
"Enggak ada kayaknya bukan (radiasi) ponsel [...] kalau lihat dari rekaman CCTV, jadi sopir itu udah selesai ngisi BBM premium, terus menyalakan kendaraan, tahu-tahu ada nyala api, meledak, si sopir langsung kabur," katanya kepada Antara pada hari yang sama.
Hal senada juga disampaikan Kanit Reskrim Polsek Cipayung, Iptu Budi Esti. Menurutnya, butuh kesaksian ahli untuk membuktikan itu.
"Kesimpulan kami belum sampai pada radiasi ponsel. Kita akan melibatkan forensik yang paham betul dengan penanganan kasus seperti ini," ujarnya dikutip Antara.
Kejadian nahas yang berlangsung pada Jumat (11/10) sekitar pukul 14.30 WIB itu tidak menimbulkan korban luka maupun korban jiwa.
Larangan Mengaktifkan Ponsel di SPBU
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI), Kemkominfo, Ismail pada Agustus 2018 mengatakan, larangan menghidupkan ponsel atau menerima panggilan telepon di dalam SPBU ketika mengisi BBM bukannya tanpa alasan.
Kata dia, sebagaimana dikutip Antara, karena ditemukenali bahwa sinyal frekuensi radio dari ponsel bisa memicu atau memantik api yang berpotensi menimbulkan kebakaran.
Informasi itu ia sampaikan dalam Media Briefing “Tepat Menggunakan Alat Telekomunikasi” di Bekasi saat menjelaskan mengenai dampak negatif dari penggunaan perangkat telekomunikasi yang tidak bersertifikasi.
Melansir situs web LIPI, Dr. Ir. R. Harry Arjadi M.Sc selaku Peneliti utama Electromagnetic Design Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian LIPI menjelaskan, radiasi elektromagnetik yang ditimbulkan oleh ponsel sudah tercampur dan terurai dengan komponen di udara.
Lantas mengapa larangan menggunakan ponsel muncul?
Menurut Harry, gelombang elektromagnetik yang dikeluarkan oleh ponsel dapat memengaruhi kinerja mesin elektrik pompa BBM. Kinerja mesin elektrik pompa BBM akan terganggu dan terjadi kesalahan takaran, jika gelombang yang ditimbulkan dari ponsel tersebut terlampau besar.
"Misalnya, jika dipencet tombol perintah mengeluarkan jenis bensin 10 liter, maka yang keluar hanya satu liter. Atau malah sebaliknya," ujarnya.
Hal ini tentunya akan merugikan konsumen bila takarannya lebih sedikit dari yang dibayarkan, pun juga sebaliknya jika takarannya melebihi yang sudah dibayarkan. Artinya, ini akan merugikan pengelola SPBU.
Harry juga mencontohkan larangan penggunaan ponsel atau gawai di ruang ICU Rumah Sakit terkait dampaknya pada alat pacu jantung yang sedang bekerja.
"Sebab, nantinya alat pacu tersebut akan memompa lebih cepat dari biasanya," katanya.
Penjelasan Harry senada dengan temuan Petroleum Equipment Institute (PEI), asosiasi perusahaan minyak bumi berbasis di AS. Asosiasi yang berdiri sejak 1951 dengan 1.600 anggota dari 80 negara itu menyatakan, mereka belum mendokumentasikan satu kejadian pun insiden yang disebabkan oleh ponsel.
"Ponsel terus dikutip sebagai penyebab kebakaran di pom bensin melalui email yang beredar di internet. Sejauh ini, kami belum dapat mendokumentasikan insiden yang dipicu oleh ponsel," tulis PEI di situs web asosiasi itu.
Banyak peneliti sebut PEI bahkan telah mencoba 'menyalakan' uap bahan bakar dengan ponsel dan gagal. Namun, PEI masih menyarankan agar tidak menggunakan perangkat elektronik termasuk ponsel yang dapat mengalihkan perhatian pengendara selama proses pengisian bahan bakar.
Aspek Safety di SPBU
Pertamina dalam setiap kesempatan terus mengimbau konsumen untuk selalu memperhatikan aspek keselamatan atau safety di area SPBU, seperti mematikan mesin kendaraan, larangan penggunaan ponsel, larangan merokok, dan menyalakan api.
Hal itu dilakukan untuk mendukung aspek keselamatan di SPBU dan komitmen zero fatality sekaligus sebagai tindakan mitigasi. Tak hanya kampanye luring, Pertamina juga aktif di media sosial dalam sosialisasi aspek safety ini.
"Sobat, sudah tahu aturan keselamatan di SPBU kan? Salah satunya, tidak memakai ponsel saat mengisi BBM ke kendaraan. Nah, sebagai bagian upaya membudayakan keselamatan di SPBU, Pertamina MOR I menggelar edukasi kepada konsumen & operator," tulis @pertamina di media sosial Twitter pada Februari 2019.
Kampanye safety ini juga dilakukan di kota-kota besar, di antaranya Makassar dan Palembang. Dengan mengajak konsumen terlibat, diharapkan target zero fatality dapat terwujud.
"Dengan partisipasi dari konsumen, kita dapat terus meningkatkan aspek keselamatan di SPBU dan zero fatality yang kita harapkan bisa tercapai," kata Unit Manager Communication & CSR MOR VII, M. Roby Hervindo dikutip situs web Pertamina.