tirto.id - Pemilu 2019 akan terlaksana dalam hitungan hari. Lembaga survei kian gencar mengumumkan tingkat elektabilitas atau kedipilihan kandidat calon presiden dan wakil presiden Indonesia. Tak sedikit yang mempertanyakan, mengapa lembaga survei yang satu dan yang lain punya angka yang berbeda-beda.
Hasil survei Media Survei Nasional (Median) periode Januari 2019 menyebut elektabilitas Jokowi-Ma'ruf mencapai 47,9 persen, sedangkan Prabowo-Sandiaga 38,7 persen dan responden yang belum menentukan pilihan mencapai 13,4 persen. Ada selisih 9,2 persen di antara kedua pasangan, turun 3 persen dari hasil survei lembaga yang sama periode November 2018 (PDF)
Elektabilitas Januari 2019
Survei yang dilakukan oleh Charta Politika pada periode 1-9 Maret 2019 menyebut ada kenaikan sebesar 0,4 persen elektabilitas pasangan Jokowi-Ma’ruf menjadi 53,6 persen dibandingkan elektabilitas mereka di Januari 2019. Elektabilitas Prabowo-Sandiaga juga naik dari 34,1 persen di Januari 2019 menjadi 35,4 persen pada Maret 2019 (PDF).
Elektabilitas Februari-Maret 2019
Elektabilitas April 2019
Hasil survei Denny JA periode 4-9 April 2019 dengan 2000 responden dan margin of Error 2,2 persen memperlihatkan elektabilitas capres-cawapres paslon 01, Jokowi-Ma'ruf dan nomor urut 02, Prabowo-Sandi. Lima hari menjelang pencoblosan, elektabilitas Jokowi-Maruf dalam rentang 55,9 persen sampai 65,8 persen. Sementara itu, Prabowo-Sandi memperoleh dukungan dalam rentang 34,2 persen hingga 44,1 persen.
Di luar angka yang kami presentasikan dalam tabel di bawah, lembaga riset lain, yaitu Populi Center, merilis elektabilitas dua pasangan calon untuk area Jawa Barat. Elektabilitas pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin memperoleh 40,0 persen. Sedangkan, pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memperoleh 35,1 persen. Survei tersebut dilakukan pada periode 5-9 April 2019 dengan 945 responden dan margin of error sebesar 3,1 persen
Mengapa Angkanya Berbeda-beda?
Dalam sebuah survei publik, perbedaan hasil dapat dipengaruhi metodologi survei-nya seperti jumlah sampel, metode pengambilan sampel, periode pengambilan sampel, dan margin of error.
Saat melakukan survei, kesulitan akan dialami saat pengambilan sampel. Sampel yang tepat harus dapat mewakili populasinya. Untuk meminimalkan kesalahan, peneliti memerlukan tingkat toleransi dari kesalahan sampel supaya populasinya tetap terwakilkan. Tingkat toleransi kesalahan biasa disebut margin of error.
Margin of error menggambarkan jumlah kesalahan yang biasa terjadi pada pengambilan sampel dalam survei. Semakin besar persentase margin of error, semakin jauh suatu sampel tersebut dapat mewakili populasinya. Begitu juga sebaliknya, semakin kecil margin of error, semakin dekat suatu sampel dalam mewakili populasi sesungguhnya.
Namun, margin of error yang lebih rendah tidak menjamin suatu survei lebih kredibel daripada hasil survei lainnya. Margin of error hanya membatasi besar kesalahan maksimal yang ada dalam survei.
Ada dua lembaga survei yang melakukan survei pada periode hampir bersamaan, yaitu Litbang Kompas dan SMRC. Hasil survei yang digelar Litbang Kompas pada 22 Februari hingga 5 Maret 2019 menunjukkan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebesar 49,2 persen, sementara Prabowo-Sandiaga mencapai 37,4 persen. Artinya, selisih elektabilitas keduanya hanya 11,8 persen.
Sementara itu, hasil survei SMRC pada periode 24 Februari hingga 5 Maret 2019 menyebut elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebesar 57,6 persen. Elektabilitas Prabowo-Sandiaga sebesar 31,8 persen. Jika dibanding hasil survei Litbang kompas, selisih elektabilitas Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandiaga menurut survei ini jauh lebih besar, yaitu 25,4 persen.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Ada perbedaan variabel kontrol antara survei SMRC dan Litbang Kompas.
Penarikan sampel dilakukan peneliti SMRC dengan cara memilih secara random desa/kelurahan tingkat nasional menurut dapil dengan jumlah yang proporsional, kemudian dipilih lagi dua KK dari lima RT yang terpilih random. Sampel akhir adalah satu orang yang punya hak pilih, baik laki-laki/perempuan.
Sementara itu, Litbang Kompas, dalam penjelasannya kepada Tirto, menyebut sampel yang diambil telah mewakili populasi sesuai dengan proporsi suku, gender, dan agama yang dibuat sedekat mungkin dengan populasi pemilih di Pilpres 2019. Karena kedua survei memiliki variabel kontrol yang berbeda, hasil surveinya juga berbeda.
Selain itu, jika dicermati, terlihat survei milik LSI Denny J.A. dan SMRC hasilnya tidak berbeda jauh. Kedekatan angka juga terlihat pada survei milik Charta Politika dan Vox Populi.
Data survei LSI Denny J.A. diambil satu hari setelah debat kedua pada 18-25 Februari 2019, sementara data SMRC diambil pada periode 24 Februari-5 Maret 2019. Data Charta Politika diambil pada periode 1 hingga 9 Maret 2019, sementara data Vox Populi diambil pada periode 5 hingga 15 Maret 2019.
Perbandingan empat survei ini mengindikasikan bahwa waktu memegang peranan penting dalam hasil survei. Perilaku responden dapat juga dipengaruhi oleh faktor eksternal perilaku kandidat pada masa pengambilan sampel yang dapat mengubah persepsi responden.
--------------------
Naskah ini diperbarui pada 16 April 2019 dengan tambahan elektabilitas capres-cawapres pada bulan April 2019.
Editor: Maulida Sri Handayani