Menuju konten utama
Mozaik

Menengok Kembali Woodstock 1999 yang Berakhir Rusuh

Kelalaian penyelenggara dan provokasi musisi menjadi biang kerusuhan pada Woodstock 1999.

Menengok Kembali Woodstock 1999 yang Berakhir Rusuh
Header Mozaik Hura-hura & Huru-hara Woodstock 1999. tirto.id/Parkodi

tirto.id - Malam sudah larut saat David Derosia berpamitan pada ibunya, Lorelei Johnson. Mereka berpelukan, sementara teman-temannya menunggu di dalam mobil.

David sangat disayangi karena jadi tumpuan sekaligus penjaga keluarga. Dia dikenal sebagai individu yang bertanggung jawab, pekerja keras, dan kerap memenuhi kebutuhan ibunya yang mengidap penyakit lyme dalam beberapa tahun.

Kekhawatiran yang wajar ketika ia diminta mengabari begitu sampai di tempat tujuan.

Kamis malam, 22 Juli, David dan teman-temannya berangkat dari Connecticut menuju Rome di New York. Bersama puluhan ribu penggemar musik, David tiba di tujuan pada Jumat pagi untuk menghadiri Festival Musik Woodstock yang diadakan di Griffiss Air Force Base dari tanggal 22 Juli hingga 25 Juli 1999.

Festival musik skala besar ini sekaligus merayakan 30 tahun Woodstock 1969 yang dianggap sukses. Pada awalnya, festival ini direncanakan akan menjadi acara yang damai dan penuh cinta. Namun, berubah menjadi acara yang penuh kerusuhan dan kekerasan.

David yang selalu membawa jurnal dalam setiap perjalanannya menulis beberapa hal tentang pengalamannya saat menghadiri festival di hari pertama, seperti banyaknya penonton yang telanjang dan mabuk, serta upayanya untuk beristirahat yang selalu gagal karena situasi bising.

Bersama temannya ia menginap di dalam tenda yang mereka bawa. Area khusus memang sudah disediakan panitia bagi para pengunjung untuk menginap di bekas pangkalan udara yang tutup sejak 1995.

Situasi mulai tak terkendali saat suhu dan kelembapan udara meningkat menjadi 38 derajat celcius selama festival, menyebabkan kondisi kacau di beberapa titik, termasuk tenda medis dekat panggung utama.

David lalu membaca jadwal band yang akan ia sambangi pada hari Sabtu malam: ada Rage Againts The Machine, Limp Bizkit, dan Metallica. Ia menulis dalam jurnal bagaimana antusiasnya untuk dekat dengan panggung saat Metallica tampil.

Ia juga menulis bagaimana jam tangan temannya hilang dan kondisi toilet yang tidak nyaman.

Tanggal 24 Juli 1999, ia kembali ke tenda pada sore hari untuk istirahat sejenak setelah menonton beberapa band yang tampil di tiga panggung. Ia kembali menulis dalam jurnalnya, "Sekarang untuk membangun kekuatan, karena saya akan pergi ke pit."

Jurnal yang ditulis pada Sabtu sore itu merupakan catatan terakhirnya. Ia pingsan saat Metallica tampil dan kondisinya kian memburuk saat petugas medis menghadapi kesulitan dalam merawatnya karena keadaannya kian gelisah.

Detak jantungnya melonjak hingga 180 detak per menit dan dia disetrum beberapa kali sebelum diterbangkan ke Rumah Sakit Universitas. Ia koma dan akhirnya meninggal pada hari Senin, 26 Juli 1999.

Otopsi mengungkapkan hipertermia menjadi penyebab kematiannya.

Kejadian malang ini membuat ibunya, Lorelei Johnson, mengajukan gugatan terhadap promotor konser dan dokter, dengan alasan kelalaian. Pengacara berpendapat ada kekurangan air dan perawatan medis yang tidak memadai di konser tersebut.

Hingga hari ini pertarungan hukum terus berlanjut dan ibu David tetap terpukul atas kepergian anaknya.

Selain David, ada dua kematian lain dalam festival itu. Seorang perempuan bernama Tara Weaver mengalami tabrak lari saat ia hendak meninggalkan lokasi konser. Dan di lokasi perkemahan terdapat pria berusia 44 tahun yang mengalami serangan jantung.

Tiga pemerkosaan dan puluhan pelecehan seksual juga dilaporkan selama insiden yang mencapai puncaknya pada Sabtu malam.

Ide Michael Lang

Di tengah kekacauan, Michael Lang berkeliling mengitari area festival ditemani asistennya. Ia tampak acuh untuk sekadar menyapa atau menanyakan kondisi terkini beberapa orang yang berada di area vendor.

"Dia tak menyapa kami, seperti, 'Kalian baik-baik saja?'" tutur Colin Speir, salah satu tim produksi dalam film dokumenter Trainwreck: Woodstock ‘99 (2022).

Pada Agustus 1969, dalam usia 24 tahun, Lang dan rekan-rekannya menyelenggarakan Pameran Musik dan Seni Woodstock di sebuah peternakan sewaan di Bethel, N.Y., dengan target 50.000 peserta tetapi berhasil menjual 186.000 tiket dalam sehari.

Awalnya, festival ini direncanakan akan berlangsung selama tiga hari, tetapi karena banyaknya penonton yang datang, akhirnya digelar selama empat hari. Pada hari pertama, sekitar 400.000 orang datang untuk menyaksikan penampilan dari sejumlah musisi terkenal, seperti Jimi Hendrix, The Who, Janis Joplin, dan Santana.

Festival Woodstock 1969 kian dikenal karena suasananya yang damai dan penuh cinta. Acara ini menjadi momen penentu bagi generasi Baby Boomer dan perayaan budaya rock komunal serta cita-cita hippie.

Pada 1994, Woodstock diadakan untuk memperingati 25 tahun Festival Woodstock yang pertama. Festival ini menampilkan sejumlah musisi terkenal, seperti Aerosmith, Metallica, Nine Inch Nails, Bob Dylan, hingga Sheryl Crow dan Santana.

Pada 1999, sekitar 250.000 orang menghadiri festival dan banyak hal negatif dan kontroversial terjadi. Kelemahan festival ini, termasuk kurangnya ruang yang teduh, pasokan air dan sanitasi yang buruk, ditambah sampah yang berserakan memperburuk penderitaan para pengunjung di tengah cuaca yang menyengat.

Kondisi ini semakin diperburuk oleh penampilan beberapa musisi selama pertunjukan, seperti Limp Bizkit dan Insane Clown Posse, yang memainkan musik yang agresif dan penuh nada kekerasan.

Ketidakpuasan dan Provokasi Jadi Biang Kerusuhan

Para pengunjung festival yang rata-rata masih remaja memanfaatkan ajang itu sebagai pelampiasan mengekspresikan diri secara bebas dan impunitas. Mereka agresif, mabuk, mengisap ganja, dan melecehkan beberapa perempuan selama konser.

Ini diperparah dengan harga-harga makanan dan minuman yang dimainkan para vendor. Untuk satu botol air mineral yang normalnya sekitar 65 sen, misalnya, dijual dengan harga $4. Saat kondisi toilet portabel dan air bersih gratis semakin buruk, harga air mineral mengalami kenaikan hingga $7, bahkan mencapai $12 pada hari-hari terakhir.

Sampah berserakan di mana-mana karena panitia memangkas anggaran, sehingga mobil pengangkut sampah sering terlambat datang. Sedangkan toilet portabel tidak memadai menyebabkan pengunjung buang air sembarangan.

Meski ada layanan air minum gratis dari kran pancuran, namun airnya terkontaminasi kotoran dari toilet.

Di sisi lain, petugas keamanan yang disebut Peace Patrol mudah disogok dengan ganja atau uang sehingga melancarkan peredaran transaksi narkoba selama acara.

Kombinasi ini memudahkan pengunjung untuk melampiaskan emosinya ketika dekat dengan panggung. Sheryl Crow mengalami pelecehan saat penonton memintanya untuk menunjukkan payudara. Ia bahkan dilempari kotoran saat menyanyikan "My Favorite Mistake".

Awal kerusuhan terjadi pada malam tanggal 24 Juli, saat Limp Bizkit tampil. Fred Durst memprovokasi dengan melakukan beberapa ejekan, sementara para penonton mulai melemparkan benda-benda dan saling menyerang.

Mereka kemudian menghancurkan kayu pembatas dan menaiki panel yang rusak. Hal yang akhirnya diikuti Durst dalam penampilan panggungnya di mana ia berselancar di atas kayu.

Panitia dan promotor lantas mengecamnya karena dianggap memicu kerusuhan.

"Tak kuperhitungkan betapa berengseknya Fred Durst," tutur John Scher, sang promotor.

Dalam sebuah wawancara tahun 2019 dengan Variety, Durst berkata, "Kami berada di sana bersenang-senang. Hei, semua orang bersenang-senang sejauh yang kami tahu. Itu kebenarannya."

Infografik Mozaik Woodstock 1999

Infografik Mozaik Hura-hura & Huru-hara Woodstock 1999. tirto.id/Parkodi

Menjelang hari terakhir, penyelenggara melakukan konferensi pers, hal yang biasa mereka lakukan pada hari-hari sebelumnya. Mereka menyebut bakal ada kejutan di akhir festival.

Sementara itu beberapa pengunjung sudah bergegas pulang karena merasakan kondisi yang sudah tidak masuk akal. Mereka ingin menikmati hiburan tapi diperlakukan seperti tawanan perang atau pengungsi.

Masalah terbesar terjadi pada Minggu malam 25 Juli 1999 saat Red Hot Chili Peppers tampil. Panitia membagikan 100 ribu lilin kepada pengunjung sebagai penghormatan kepada para korban penembakan di Columbine pada bulan April. Keputusan ini tergolong absurd mengingat massa yang sudah tidak terkendali ternyata mempunyai rencana lain, lilin akhirnya digunakan untuk menyalakan api.

Puncaknya ketika band tersebut memainkan lagu "Fire", para penonton mulai membakar tenda dan sampah di sekitar mereka menyebabkan kebakaran besar yang menghancurkan beberapa panggung dan tenda.

Kejutan di akhir acara yang dijanjikan panitia ternyata hanya menayangkan penampilan Jimi Hendrix saat manggung di Woodstock ’69. Ini lagi-lagi menyulut kemarahan para penonton.

Kerusuhan semakin meluas pada malam hari, ketika para penonton mulai merusak properti dan kendaraan di sekitar area festival, termasuk penjarahan ATM senilai $22000.

Polisi negara bagian yang tiba kemudian melepaskan gas air mata dan peluru karet yang memicu lebih banyak kekerasan. Akibatnya, 44 orang ditangkap dan 250 orang terluka.

Penyelenggara festival menyalahkan para pengunjung nakal atas insiden tersebut, sementara mereka yang hadir mengecam kondisi festival yang tidak nyaman dan tidak sehat.

Festival ini dianggap sebagai kegagalan karena tidak dapat menciptakan suasana damai dan penuh cinta sebagaimana Festival Woodstock 1969.

Baca juga artikel terkait WOODSTOCK atau tulisan lainnya dari Ali Zaenal

tirto.id - Musik
Kontributor: Ali Zaenal
Penulis: Ali Zaenal
Editor: Irfan Teguh Pribadi