Menuju konten utama

Mencari Calon Presiden Asli Indonesia

PPP mengusulkan agar presiden dan wakil presiden hanya bisa dijabat oleh "warga negara Indonesia asli sejak kelahirannya." Tapi siapakah yang bisa menjamin bahwa setiap warga negara Indonesia adalah "warga negara Indonesia asli"?

Mencari Calon Presiden Asli Indonesia
Presiden Joko Widodo berdialog dengan masyarakat setibanya di Wamena, Papua. ANTARA FOTO/Iwan Adisaputra

tirto.id - Beberapa hari yang lalu, Musyawarah Kerja Nasional Partai Persatuan Pembangunan (PPP) I merekomendasikan agar UUD 1945 dikembalikan ke asal, terutama soal persyaratan menjadi presiden. Mereka ingin mengubah klausul pada Pasal 6 ayat (1) tentang syarat calon presiden pada amandemen UUD 1945.

Seperti dilansir Antara, partai berlambang Kabah itu mengusulkan penambahan kata “asli” dalam pasal tersebut sehingga berbunyi “Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia asli sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden”.

Definisi orang Indonesia asli dan mencari pemimpin orang Indonesia asli sebenarnya sangat sulit dibuat secara kuat dan sahih. Ini karena penduduk Indonesia memiliki sejarah yang panjang bahkan sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia ini berdiri. PPP juga tidak memberikan kejelasan lebih lanjut sejak periode kapan orang-orang Indonesia disebut asli itu dimulai.

Sampai saat ini, dalam sejarah manusia modern setidaknya ada dua teori yang didasarkan pada penelitian untuk mengidentifikasi dari mana manusia-manusia yang mendiami pulau-pulau di Indonesia. Dimulai dari wilayah Indonesia bagian barat, yaitu teori "out of Taiwan" dan kemudian disusul teori "out of Sundalan."

Teori "out of Taiwan" menyebutkan orang-orang yang mendiami pulau Jawa, Kalimantan,e Sumatra adalah dari kepulauan di Taiwan yang terlebih dahulu mendiami Filipina dan menetap sambil membawa berbagai artefak dan teknologi terkait pada 2.500 SM. Baru pada 1.500 SM kelompok ini menyebar melalui kepulauan Filipina selatan, ke Sulawesi, Maluku, Kalimantan Utara dan Jawa Timur. Sedangkan gelombang lain bergerak melalui Borneo, Jawa, dan Sumatera ke pantai Semenanjung Malaya dan Vietnam selatan sekitar 500 SM.

Di sisi lain, ada teori "out of Sundalan" merupakan penantang dari "teori out of Taiwan." Studi dari Leeds University dan dipublikasikan dalam Molecular Biology and Evolution mengenai pemeriksaan garis keturunan DNA mitokondria menunjukkan bahwa mereka telah berkembang di pulau-pulau Asia Tenggara dalam jangka waktu yang lebih lama dari yang diyakini sebelumnya.

Teori ini juga menekankan migrasi penduduk juga dipengaruhi oleh periode berakhirnya zaman es pada sekitar 7.000 sampai 15.000 tahun lalu di mana permukaan air laut naik dan membentuk Laut Cina Selatan saat ini termasuk juga terbentuknya pulau Sumatera, Kalimantan, dan Jawa.

Sebagai penopang lain dari teori "out of Sundalan", studi genetik tahun 2009 yang dipublikasikan oleh Human Genome Organization Pan-Asian SNP Consortium menemukan bahwa daratan Asia pada awalnya dihuni oleh manusia melalui rute tunggal selatan. Migrasi datang dari Afrika melalui India, ke Asia Tenggara dan apa yang sekarang disebut pulau di Pasifik, dan kemudian sampai ke timur dan naik ke utara daratan Asia.

Lebih lanjut, manusia-manusia ini masuk dalam kategori rumpun Austronesia, baik dari segi ciri khas dan rumpun bahasa.

Warga wilayah Indonesia timur, yang ciri khas fisiknya berbeda dari orang-orang Indonesia barat, juga memiliki sejarah yang tidak kalah lebih tua dari kehadiran kelompok Austronesia ras Mongoloid tersebut di daratan Sundalan.

Penelitian Jonathan Friedlaender dari Temple University mengatakan, "Para pemukim pertama di Australia, Nugini, dan pulau-pulau besar dari timur tiba antara 50.000 sampai 30.000 tahun yang lalu, ketika Neanderthal masih berkeliaran di daratan Eropa."

Baru pada periode setelahnya dilanjutkan dengan kedatangan gelombang migrasi Austronesia, memunculkan dua teori "out of Taiwan" dan kemudian disusul teori "out of Sundalan". Dan pertemuan dengan Austronesia tidak terhindarkan.

Periode interaksi kemudian mengakibatkan banyak perubahan yang kompleks dalam genetika, bahasa, dan budaya. Penemuan berbagai artefak peninggalan juga menjadi bukti proses bertemunya dua ras besar kala itu.

Oxford Journals merilis dalam temuannya, Indonesia timur memiliki campuran gen dari Asia Timur serta Melanesia seperti dugaan pertama bukti linguistik dan adat istiadat. Contoh sampel telah dikumpulkan dari beberapa desa dari enam pulau di Nusa Tenggara Timur (Adonara, Alor, Lembata, Flores, Solor, dan Pantar) serta dari Timor Leste.

Jika ditarik jauh mundur ke belakang lagi, manusia pertama masa prasejarah yang datang ke wilayah Indonesia adalah Homo erectus di Pulau Jawa yang fosil tertuanya ditemukan berumur 1 hingga 1.5 juta tahun yang lalu dan Homo floresiensis di Pulau Jawa dengan umur 50.000 tahun yang lalu. Namun, keduanya juga berasal dari Afrika ketika mereka terus bermigrasi ke berbagai belahan bumi.

Penelitian antropologi dan sejarah telah menjawab bagaimana dinamisnya penduduk yang mendiami wilayah yang saat ini menjadi peta Indonesia. Bahkan setelah periode migrasi manusia dari kawasan lain, proses kedatangan etnis lainnya juga masih terus berlangsung di wilayah yang saat ini menjadi Indonesia.

Pengaruh India yang melanda kawasan Asia Tenggara, termasuk di berbagai wilayah Indonesia di masa kerajaan bercorak Hindu Buddha, juga membawa orang-orang dari India dan telah berasimilasi.

Etnis Cina sendiri, dalam buku Flows and Seepages in the Long-term Chinese Interaction with Southeast Asia karya Anthony Reid memaparkan bahwa gerakan pertama dari orang Cina ke daerah Asia Tenggara adalah ketika pasukan Mongol di bawah Kubilai Khan menginvasi Jawa di tahun 1293 dan berhadapan dengan kerajaan Singosari dan Majapahit.

Disusul oleh kelompok Cina lain seperti laksamana Cheng Ho yang datang setelahnya untuk berdagang dan terjadi proses asimilasi sampai alkulturasi. Juga saat pemerintahan kolonial Belanda membangun Batavia dan keputusan Jan Pieterszoon Coen yang mendatangkan banyak imigran dari etnis Cina untuk dipekerjakan sebagai buruh kasar dan akhirnya menetap.

Kedatangan etnis Arab juga telah tercatat terjadi selama berabad-abad silam dan telah menetap di wilayah Indonesia sampai pada periode kolonialisme sampai sesudahnya. Sebagian besar orang Arab ini berasal dari wilayah Hadhramaut dari Yaman.

Begitu juga dengan kedatangan orang-orang Eropa di Indonesia seperti Portugal, Belanda, Prancis dan Inggris dengan motif kolonialisme juga turut membawa corak percampuran lagi diantara penduduk yang sebelumnya telah lebih dahulu tinggal.

Melihat sejarah panjang di atas, kita tahu bahwa mendefinisikan secara jelas tentang konsep orang Indonesia asli adalah hal sulit, terlebih di era modern ini semakin banyak percampuran antara orang-orang Indonesia dengan warga dunia lain.

Jika memeriksa penelitian tentang asal-usul orang Indonesia jauh ke belakang, bisa diketahui bahwa penduduk Indonesia kini semuanya adalah pendatang yang kemudian bercampur dan berkumpul membentuk simpul-simpul kebudayaan yang beragam. Semua tentu punya hak politik yang sama.

Siapa yang mampu menunjukkan orang Indonesia asli mana yang berhak menjadi presiden?

Baca juga artikel terkait INDONESIA atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Politik
Reporter: Tony Firman
Penulis: Tony Firman
Editor: Maulida Sri Handayani