Menuju konten utama

Mempertanyakan Peran Staf Khusus Lewat Kasus Ijazah Bodong

Seorang staf khusus Kemenristekdikti berperan meloloskan kampus-kampus bermasalah. Aktivis antikorupsi menilai sudah saatnya posisi staf khusus ditinjau ulang.

Mempertanyakan Peran Staf Khusus Lewat Kasus Ijazah Bodong
Ilustrasi korupsi. FOTO/ Getty Images

tirto.id - Orang yang berperan signifikan dalam kasus ijazah bodong adalah Abdul Wahib Maktub, seorang staf khusus Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir. Lewat "memo sakti"-nya, tiga kampus swasta bermasalah—mengeluarkan ijazah bagi ratusan orang yang tak pernah terdaftar sebagai mahasiswa—kembali aktif.

(Laporan mendalam mengenai ijazah bodong dan kongkalikong antara Kemenristekdikti dengan kampus bermasalah bisa dibaca di sini)

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zainal Arifin Mochtar mengatakan temuan ini, jika benar, memperpanjang daftar keterlibatan staf khusus dalam pusaran korupsi.

"Selama ini staf khusus jadi perpanjangan tangan pejabat. Pejabat bisa memerintahkan langsung dia untuk cawe-cawe termasuk mengambil uang, tapi bisa juga dia bertindak sendiri. Pejabat tidak tahu tapi namanya dijual ke mana-mana," katanya kepada reporter Tirto, Selasa (27/11/2018) pagi.

Dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, tak ada pasal yang mengatur soal staf khusus, yang ada adalah staf ahli. Aturan mengenai staf khusus terdapat pada Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015. Staf khusus maksimal cuma tiga untuk lingkup kementerian atau kementerian koordinator (Pasal 69). Tugasnya sekadar memberi saran atau pertimbangan (Pasal 70).

Bagi Zainal aturan ini bermasalah karena staf khusus "tidak melalui proses rekrutmen, tapi kemudian ikut cawe-cawe". Beda dengan staf khusus, staf ahli adalah mereka yang kompeten dan direkrut lewat seleksi.

Hal serupa dikatakan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang. Ia menyayangkan apa yang telah terjadi jika memang benar ada kongkalikong jual beli ijazah. Namun ia perlu mempelajari lebih dalam bagaimana duduk perkaranya.

"Kami pelajari lebih dulu seperti apa, dipetakan dulu," kata Saut kepada reporter Tirto, Senin (26/11/2018) malam.

Dalam proses penyelidikan itu tak menutup kemungkinan staf khusus dilibatkan baik sekadar jadi saksi atau bahkan tersangka.

Contohnya Ali Fahmi, pria yang pernah menjadi staf khusus Kabakamla periode 2016-2018 Laksdya Arie Soedewo. Ali Fahmi diduga berperan dan bahkan jadi 'kunci' pada kasus korupsi satelit monitoring.

Kemudian ada pula dugaan keterlibatan staf khusus Presiden ke-6 Indonesia SBY Daniel Sparringa. Daniel disebut-sebut dalam dakwaan jaksa terhadap Jero Wacik [Menteri ESDM era Yudhoyono]. Jero diduga memberikan uang Rp610 juta kepada Daniel untuk kegiatan operasionalnya sebagai Staf Khusus Presiden.

Kasus terakhir menjerat staf khusus Irwandi Yusuf, bekas Gubernur Aceh, yang bernama Hendri Yuzal. KPK bahkan telah menetapkan dia sebagai tersangka. Lewat tangannya duit haram Rp1,05 miliar sampai ke tangan Irwandi.

"Seseorang yang menerima upah dari negara, isunya tentu soal tata kelola dengan pintu masuknya supervisi, Namun kalau ada tipikor [tindak pidana korupsi]-nya tentunya pintu masuknya penindakan," kata Saut.

Infografik HL Indepth Jual Beli Ijazah

Maktub membenarkan bahwa memang dia memberi memo. Ia juga mengaku bahwa itu bukan di bawah wewenangnya sebagai staf khusus yang "sifatnya politis." Namun, katanya kepada reporter Tirto, ia melakukan itu karena melihat kampus sudah memperbaiki diri.

"Saya sebagai staf khusus menteri yang sifatnya politis harus pasang mata dan pasang telinga. Sejauh mana mereka melayani. Ini menunjukkan kepada saya bahwa sudah melakukan upaya-upaya. Kalau sudah waktunya, sudah baik, kenapa harus dipersulit?" katanya.

(Simak wawancara lengkapnya di sini)

Maktub kembali membantah ketika dikonfirmasi ulang hari ini (27/11/2018). Menurutnya memo tersebut adalah upaya agar proses mengaktifkan kembali kampus bermasalah tak lamban.

"Anda salah memberitakan. Saya tidak perlu bicara di sini. Nanti di pengadilan, supaya terbuka [siapa yang salah]. Anda harus bertanggung jawab," katanya.

Baca juga artikel terkait IJAZAH PALSU atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino