Menuju konten utama

Mempermasalahkan Boxing Day

Boxing Day menjadi pembeda Liga Inggris. Saat liga-liga lain jeda, Inggris justru menggeber pertandingan antara Natal dan Tahun Baru. Makin ke sini, Boxing Day terbukti kian tidak efektif.

Mempermasalahkan Boxing Day
Pertandingan Manchester United melawan Arsenal di Premier League musim 2015/2016. GETTY IMAGES

tirto.id - Tak ada yang tahu secara pasti kapan dan bagaimana frase “Boxing Day” mulai digunakan. Yang jelas, buat penggemar sepakbola, “Boxing Day” adalah berkah.

Inggris memang beda. Saat negara lain menganggapnya semata olahraga, sepakbola di Inggris menjelma menjadi sebuah industri raksasa dengan putaran uang yang luar biasa besar. Namun, sepakbola bukan cuma baik pada televisi. Sepakbola juga merupakan hadiah Natal yang hakiki.

“Boxing Day” menjadi salah satu bagian menarik di kompetisi sepakbola profesional Inggris. Terdapat tiga pertandingan yang biasanya hanya berjarak satu minggu. Malah, ada pertandingan yang punya jeda waktu cuma 48 jam. Ini membuat “Boxing Day” menjadi menarik karena ada pertarungan antara ego untuk menang dan keterbatasan fisik.

Pengaruh “Boxing Day” menyebar ke mana-mana, mulai dari peningkatan nilai transfer musim dingin, sampai ke penampilan para pemain di timnas. “Boxing Day” pun tidak bisa dijadikan patokan untuk memprediksi siapa juara Premier League pada musim itu.

Cedera dan Meningkatnya Aktivitas Transfer

“Tidak ada winter break dan aku pikir itu adalah budaya paling kejam di sini. Ini tak bagus untuk sepakbola Inggris,” kata Louis van Gaal kepada The Guardian pada Oktober 2015 silam.

Ucapan Van Gaal sendiri berkaca pada liga-liga Eropa lain yang meliburkan kompetisinya selama Natal dan Tahun Baru. Malah, Bundesliga seringkali baru mulai kembali berkompetisi menjelang akhir Januari. Dari 53 kompetisi di Eropa, hanya liga-liga di United Kingdom dan Liga Israel yang benar-benar tidak libur saat Natal dan Tahun Baru. Maka, jangan tanyakan mengapa pertandingan Supercoppa Italia digelar akhir tahun.

“Latihan terus menerus bisa melemahkan atlet terkuat sekalipun,” tulis dr. Elizabeth Quinn dalam Why Athletes Need Rest and Recovery After Exercise. “Istirahat sangat penting dalam kinerja di olahraga untuk berbagai alasan. Beberapa secara fisiologis dan lainnya secara psikologis.”

Menurut dr. Elizabeth, istirahat secara fisik menjadi penting sehingga otot bisa diperbaiki, dibangun ulang, dan dikuatkan. Istirahat akan membiarkan tubuh untuk mengisi kembali energi dan memperbaiki jaringan yang rusak.

“Premier League adalah liga yang paling sulit dimenangi karena tingginya persaingan antarkesebelasan. Anda tak bisa menang dengan mudah. Ini adalah pertandingan yang amat kompetitif dan Anda juga mesti bermain di Liga Champions. Ini tak mudah dan inilah alasan mengapa kesebelasan Inggris selama beberapa tahun terakhir tak memenangi Liga Champions karena perbedaan ini,” jelas Van Gaal.

“Ini (Boxing Day) tak bagus buat klub atau tim nasional. Sudah berapa tahun Inggris tak memenangi gelar? Ini karena para pemainnya kelelahan di akhir musim.”

Argumen “kelelahan di akhir musim” sejatinya sudah bisa terlihat di pertengahan musim. Dalam 10 tahun terakhir, Liga Primer Inggris menjadi kesebelasan dengan pengeluaran terbesar saat transfer musim dingin. Tentu, transfer musim dingin bukan lagi saatnya membentuk tim, melainkan menambal pemain yang dianggap kurang berkontribusi atau karena cedera.

Dr. David Lawrence dari RS St. Michael di Toronto dalam penelitiannya menjabarkan bahwa para pemain NFL (American Football) rentan terkena cedera ankle 1,5 kali di suhu 10 derajat celsius atau lebih dingin ketimbang biasanya. Dr. David menuturkan bahwa perlengkapan yang lebih dingin pun memengaruhi dampak dari tabrakan antar pemain. Para pemain lebih sering mengeluhkan soal rasa sakit di saat cuaca dingin.

Pada Boxing Day 2013 silam, dalam pertandingan Chelsea melawan Liverpool, setidaknya terdapat lima kejadian cedera otot dan tendon. Cederanya para pemain, meskipun mungkin tidak untuk waktu yang lama, akan memengaruhi keputusan klub dalam membeli pemain baru di bursa transfer musim dingin.

Setidaknya ini terbukti pada musim tersebut: Chelsea mendatangkan Nemanja Matic, Mohamed Salah, dan Kurt Zouma di bursa transfer musim dingin dengan total pengeluaran sebesar44,5 juta paun!

Sulit Diprediksi

Calon juara Premier League biasanya baru mulai menguat setelah pergantian tahun. Di sisi lain, hampir sulit untuk menerka siapa calon juara jika hanya menyaksikan pertandingan Boxing Day. Ini bisa terlihat dari betapa acaknya hasil para juara Premier League saat Boxing Day.

Tim juara Premier League pada musim tersebut tak semuanya memborong kemenangan pada Boxing Day. Mereka yang menang di dua pertandingan Boxing Day hanya terjadi sebanyak 10 musim. Sisanya, ada 10 musim di mana tim juara hanya meraih satu kemenangan dan satu hasil seri. Ada tiga musim pula di mana sang juara Premier League hanya meraih satu kemenangan selama Boxing Day.

Namun, ada dua musim di mana juara Premier League tidak meraih hasil maksimal pada dua pertandingan Boxing Day yakni pada musim 2011/2012 dan 2015/2016.

Pada 2011/2012, Manchester City yang berakhir sebagai kampiun di akhir musim, hanya meraih satu poin yang berasal dari hasil seri saat melawat ke The Hawthorns, kandang West Bromwich Albion, serta kalah 0-1 saat bertandang ke Stadium of Light, kandang Sunderland.

Pada 2015/2016, Leicester City dikalahkan Liverpool saat bertandang ke Anfield. Liverpool bersama Arsenal menjadi dua kesebelasan di Premier League yang mampu mengalahkan Leicester kala itu. Selang 72 jam kemudian, Leicester menjamu tim kuat Manchester City yang dipaksa bermain imbang tanpa gol.

Dua hasil ini merupakan yang terburuk yang pernah diraih oleh juara Premier League di Boxing Day. Pasalnya, cuma City dan Leicester, di musim itu, yang gagal menang dan hanya merain satu poin di Boxing Day.

Juara Premier League pun tak bisa dilihat apakah dia bermain kandang-tandang, tandang-kandang, atau secara berturut-turut main di kandang atau tandang.

Ada lima musim di mana kesebelasan yang bermain kandang beruntun menjadi juara. Pun sebaliknya, di mana ada kesebelasan yang bermain tandang dua kali beruntun dan menjadi juara.

Dari hasil yang dicapai di Boxing Day, tidak semua kesebelasan peringkatnya naik. Ada lima musim di mana hasil dari Boxing Day mengangkat peringkat kesebelasan. Namun, tak semuanya naik ke peringkat pertama. Salah satu contohnya pada Manchester United di musim 1996/1997, di mana kemenangan hanya mengangkat mereka dari peringkat ketiga ke peringkat kedua. Hal yang paling mencengangkan justru terjadi pada Arsenal semusim setelahnya di mana mereka naik satu peringkat dari peringkat keenam, tapi bisa menjadi juara!

Apa yang dicapai Arsenal ini merupakan peringkat terendah di Boxing Day bagi suatu kesebelasan untuk bisa menjadi juara. Peringkat terendah lainnya terjadi pada Manchester United yang saat Boxing Day menempati peringkat keempat.

Meski ada kesebelasan yang secara peringkat naik, tapi ada dua kesebelasan yang malah mengalami penurunan karena hasil buruk di Boxing Day. Mereka adalah Manchester United pada musim 2007/2008 di mana kemenangan 4-0 The Red Devils atas Sunderland memang menempatkan mereka di peringkat pertama. Namun, itu tidak bertahan lama karena posisi mereka tergeser gara-gara kalah 1-2 saat tandang ke Boleyn Ground, kandang West Ham.

Hal serupa juga terjadi pada Leicester City musim lalu. Hanya mengumpulkan satu poin, membuat posisi mereka tergeser ke peringkat kedua oleh Tottenham Hotspur. Namun dua pekan kemudian, The Foxes bertengger di peringkat pertama hingga akhir musim.

revisi Infografik Boxing Day

Mengubah Tradisi

Sejak tahun lalu, selalu beredar petisi yang meminta toko-toko tetap tutup selama periode Boxing Day. Pada November bulan ini, setidaknya sebanyak 200 ribu orang menandatangani petisi online di Change.org. Inisiator petisi tersebut, Ian Lapworth, berargumen bahwa libur Natal mestinya dihormati oleh para pemilik toko sehingga karyawan mereka memiliki waktu berkumpul bersama keluarga untuk bersantai dan menikmati perayaan seperti halnya orang lain.

Berdasarkan laporan The Sun, sepakbola telah mengikuti Boxing Day secara reguler sejak 1888/1889. Ada perlakuan khusus dari operator kompetisi saat membuat jadwal selama Boxing Day. Tim yang tandang diusahakan tidak berjarak terlalu jauh, sementara pertandingan derby tidak akan melibatkan pertandingan besar.

Ini tak lain karena adanya perbedaan kultur di Inggris saat memasui Boxing Day. Masyarakat biasanya lebih memilih berkumpul bersama keluarga ketimbang memenuhi stadion, sehingga pertandingan berskala besar akan dihindari untuk dijadwalkan. Selain itu, diusahakan bagi sebuah kesebelasan untuk melakukan pertandingan kandang, kalau tidak setelah Natal, berarti setelah Tahun Baru.

Namun hal-hal di atas sifatnya masih teoritis alias tak semuanya diperlakukan serupa. Musim ini, West Ham yang berbasis di London, harus bertandang ke Wales, ke Swansea City, yang berjarak 371 kilometer. Sunderland pun mesti menempuh jarak 233 untuk mencapai Old Trafford, dari timur ke barat.

Menggelar pertandingan kandang saat Natal atau Tahun Baru pun masih teori. Blackburn 1994/1995, Manchester United 2000/2001 dan 2007/2008, Chelsea 2005/2006, serta Manchester City 2011/2012, adalah tim juara yang tak pernah menggelar pertandingan kandang selama Natal ataupun Tahun Baru!

Boxing Day mungkin akan terus berlangsung entah sampai kapan. Mereka yang terlibat di Boxing Day pantas diberi ucapan terima kasih; mulai dari pramuniaga toko, dokter, polisi, pemadam kebaran, hingga pesepakbola yang tak libur.

Petisi agar para pekerja libur saat Boxing Day telah digemakan. Hal senada mungkin juga penting untuk disuarakan di sepakbola.

Liga Inggris punya jadwal yang super ketat. Ada tiga kompetisi lokal yang memenuhi jadwal pertandingan. Belum lagi kompetisi Eropa yang berlangsung di tengah pekan, bergantian dengan jadwal kompetisi lokal. Para pesepakbola Inggris tenaganya kemungkinan benar-benar habis di akhir kompetisi.

Sialnya, turnamen besar seperti Piala Eropa atau Piala Dunia digelar di akhir kompetisi. Hal ini yang membuat Van Gaal mengkritisi (atau mengejek) bahwa alasan Inggris sulit juara di turnamen tersebut karena para pemain yang kelelahan. Alasan ini menjadi masuk akal karena hampir jarang pemain timnas Inggris yang bermain di luar Inggris. Sehingga mereka semua pasti terdampak oleh Boxing Day.

Buat tim pelatih, Boxing Day adalah perjudian. Salah satu yang sedang pusing tentu manajer Manchester United, Jose Mourinho. Musim ini, mereka bermain di Europa League yang bertanding setiap Kamis malam. Mereka punya waktu kurang dari 72 jam, untuk memulihkan kondisi tubuh sebelum bertanding di liga.

Mourinho sering mengganti pemain utama saat timnya sudah unggul di Europa League. Salah satu contohnya adalah Zlatan Ibrahimovic yang selalu tampil penuh di Premier League. Zlatan digantikan atau dicadangkan agar kondisinya lebih bugar dalam menghadapi liga.

Di Boxing Day, jadwalnya lebih kejam lagi karena mereka cuma punya waktu kurang dari 48 jam untuk recovery. Tim pelatih pun mesti berjudi untuk menurunkan pemain yang tepat di pertandingan yang tepat. Kalau mereka habis-habisan saat Natal, kemungkinan mereka akan habis saat Tahun Baru.

Buat manajemen, Boxing Day bisa jadi menyebalkan karena cederanya para pemain. Di musim dingin, para pemain menjadi lebih rentan cedera, apalagi dipaksakan bertanding di jadwal yang begitu ketat. Pemain yang cedera membuat manajemen mesti menghadirkan pemain anyar guna melapis pemain tersebut saat bursa transfer musim dingin. Lagi-lagi pengeluaran. Belum lagi saat ini setiap kesebelasan tak boleh melanggar aturan Financial Fair Play yang membatasi mereka dalam menghamburkan uang.

Alasan-alasan itu membuat Boxing Day di sepakbola agaknya mesti dipertimbangkan ulang. Satu pertandingan antara Natal dan Tahun Baru agaknya lebih logis untuk dipertimbangkan.

Baca juga artikel terkait NATAL atau tulisan lainnya dari Frasetya Vady Aditya

tirto.id - Olahraga
Reporter: Frasetya Vady Aditya
Penulis: Frasetya Vady Aditya
Editor: Zen RS