tirto.id - Jumat lalu (31/03/2017), Donald Trump berjanji untuk menindak "foreign importers that cheat" atau "importir asing yang dianggap melakukan kecurangan". Trump menganggap tindakan kecurangan itu menyebabkan defisit perdagangan Amerika Serikat. Ia memerintahkan investigasi beberapa negara yang dicurigai, salah satunya Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sejak 2009, neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat menunjukan nilai surplus. Pada 2009, total perdagangan kedua negara bernilai $17.933,9 juta dengan surplus perdagangan sebesar $3.766,10 juta. Pada 2016, surplus perdagangan Indonesia – Amerika Serikat meningkat menjadi $8.842,30 juta dengan total nilai perdagangannya mencapai $23.439,1 juta.
Sejak 2012, impor Indonesia dari Amerika Serikat memang memperlihatkan tren yang menurun. Rata-rata nilai impor Indonesia-Amerika Serikat per tahun menurun sebesar -7,08 persen. Di sisi lain, ekspor Indonesia ke Amerika Serikat pun mengalami penurunan dalam dua tahun terakhir.
Pada 2015, nilai ekspor ke Amerika Serikat tercatat sebesar $16.240,80 juta atau turun 1,75 persen dari tahun sebelumnya. Nilai ekspor ini kembali menurun sebesar 0,62 persen pada 2016 menjadi $ 7.298,40 juta. Tren ekspor ini menunjukan bahwa Indonesia mulai fokus pada pasar baru dan mengurangi ketergantungan terhadap Amerika Serikat.
Bila dilihat berdasarkan komoditasnya, ekspor Indonesia ke Amerika didominasi oleh barang jadi olahan. Sejak 2011, pakaian jadi selalu menjadi komoditas ekspor terbesar ke Amerika. Pada 2014, nilai ekspornya sebesar $4.342,37 juta dan mengalami penurunan menjadi $3.098,83 juta pada 2016.
Selain itu, alas kaki juga menjadi komoditas utama ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Pada 2016, komoditas terkait alas kaki pada 20 komoditas terbesar mencatatkan nilai ekspor sebesar $ 1.296,45 juta atau setara dengan 8,03 persen dari total ekspor.
Tingginya nilai ekspor ini, baik alas kaki maupun pakaian jadi, menjadi indikasi keunggulan komparatif Indonesia terhadap Amerika Serikat. Mudahnya, Amerika Serikat akan menjadi tidak efisien jika memproduksi barang tersebut di dalam negeri dikarenakan upah yang tinggi. Karenanya, pilihan terbaik adalah melakukan ekspor dari negara yang mampu mencatatkan biaya produksi lebih rendah sehingga memiiki nilai jual yang juga lebih rendah. Dengan kata lain, surplus Indonesia ini sebenarnya tidak terkait dengan dumping melainkan hanya mekanisme pasar yang lazim terjadi.
Mekanisme efisiensi ini juga terlihat dari Indonesia yang mengimpor mesin serta barang mentah cukup besar dari Amerika Serikat. Komoditas impor terbesar Indonesia dari Amerika adalah besi baja, mesin-mesin dan otomotif. Berdasarkan statistik Kementerian Perindustrian, pada 2015, nilai impor barang hasil industri ini mencapai $ 2.222,47 juta. Selain itu, hasil industri lainnya yang menjadi komoditas utama impor dari Amerika Serikat adalah kimia dasar yang mencatatkan nilai sebesar $735,41 juta pada 2015.
Sengketa Perdagangan Indonesia – Amerika Serikat
Meskipun hubungan dagang sebenarnya dapat berjalan sesuai keunggulan komparatif masing-masing negara, namun pada praktiknya berbagai kepentingan tetap menjadi hambatan. Tak jarang, sesama mitra dagang utama saling bersengketa. Seperti yang terjadi antara Indonesia dan Amerika Serikat.
Berdasarkan data dari WTO, sejak tahun 90an Amerika Serikat dan Indonesia telah saling melaporkan keberatannya atas berbagai restriksi perdagangan. Tercatat, sejak 1996 hingga 2015, Amerika Serikat telah melaporkan Indonesia sebanyak enam kali ke WTO. Indonesia pun melaporkan Amerika sebanyak enam kali.
Pada dasarnya, pelaporan yang dilakukan kedua negara terkait erat dengan hasil produksi dan komoditas ekspor utama masing-masing negara. Misalnya, pada 1996, Indonesia digugat ke WTO atas pengukuran komponen otomotif yang diekspor Amerika Serikat untuk program mobil nasional. Pada 2013, gugatan Amerika Serikat terkait dengan restriksi impor produk pertanian dan peternakan yang diterbitkan oleh Indonesia dengan tujuan melindungi hasil produksi dalam negeri.
Begitu pula sebaliknya, pada 2010, Indonesia menggugat Amerika Serikat terkait larangan ekspor produk rokok dan cengkeh. Pada 2013 pun Amerika Serikat digugat atas kebijakan tarif yang diberlakukan untuk produk tembakau dan rokok. Padahal, Amerika Serikat merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia untuk tembakau. Pada 2016, tercatat, nilai ekspor tembakau ke Amerika Serikat sebesar $5,62 juta dan menempatkan negara ini sebagai mitra terbesar kedua setelah Srilanka.
Melihat perkembangan perdagangan bilateral Indonesia-Amerika Serikat, perintah Trump untuk melakukan investigasi atas kemungkinan kecurangan perdagangan sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan. Selain defisit neraca perdagangan yang memang sudah biasa terjadi, mekanisme keunggulan komparatif memang terlihat jelas dalam hubungan dua negara ini.
Lagipula, Indonesia pun sudah mulai menggeser mitra dagang dari Amerika Serikat ke negara lainnya, seperti Afrika, Asia Tengah dan Timur Tengah. Jadi, seperti yang sedang dilakukan, pemerintah hanya perlu melakukan inventarisasi komoditas apa yang menjadi kecurigaan Amerika Serikat. Sehingga, Indonesia sudah lebih siap ketika Amerika kembali berulah.
Penulis: Scholastica Gerintya
Editor: Zen RS