tirto.id - DUAR!
Ledakan bom di halte Kampung Melayu membuat Eka kaget. Ia melongok dari kios buah, lapak tempatnya berjualan, sekitar 20 meter dari lokasi ledakan, tepat di seberang halte.
“Ada asap, tapi getaran ledakannya terasa seperti gempa,” katanya.
Saat orang-orang panik akibat ledakan bom pertama, bom kedua meledak lima menit setelahnya. Suaranya sama kencangnya. Eka mendengar orang-orang berteriak sambil berlari. “Ada bom. Itu sampai ada peretelan badan orang,” ujar Eka kepada reporter Tirto beberapa jam setelah bom meledak.
Ledakan pertama menurut polisi terjadi pukul 21.00, Rabu pekan lalu. Tetapi, dari rekaman CCTV yang menyebar di YouTube, ledakan ini terjadi pukul 20.33. Ledakan kedua lima menit setelahnya di depan toilet umum, berjarak sekira 10 meter dari ledakan pertama.
Dari pengusutan polisi, diketahui bom pertama diledakkan oleh Ahmad Sukri, warga Cisarua, Bandung. Sedangkan bom kedua diledakkan oleh Ichwan Nurul Salam, warga Cicendo, Bandung. Kedua teroris ini mati seketika. Tubuh mereka hancur. Tiga polisi meninggal akibat pemboman itu.
Kedua bom itu adalah bom panci, bom yang sama yang pernah diledakkan di lapangan Pendawa, Cicendo, oleh Yayat Cahdiyat pada 27 Februari 2017. Bom ini tidak memakan korban. Yayat justru tewas di tangan polisi ketika mengancam petugas di kantor kelurahan Arjuna. Hubungan antara Yayat dan Sukri plus Ichwan terendus karena istri Ichwan mengenal Agus Sujatno, perakit bom panci Cicendo.
Kepolisian Republik Indonesia sudah merilis bahwa aksi teroris di Kampung Melayu merupakan bagian dari Jamaah Ansharut Daulah (JAD)—sama halnya dengan Yayat Cahdiyat, mantan anggota Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), yang kemudian bergabung ke JAD. Bahkan kedua pelaku sempat menjenguk Aman Abdurrahman, pimpinan JAD yang kini ditahan di Nusakambangan. Aman divonis penjara selama 9 tahun pada 2010 karena terbukti terlibat membantu pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho, Aceh Besar, pada 2009.
Aksi JAD lewat bomber bunuh diri ini bukan kali pertama. Pada Januari 2016, JAD pernah menyerang polisi pada peristiwa bom Sarinah, di jantung Jakarta, yang dipimpin oleh Bahrun Naim. Mereka bahkan terlibat dalam baku tembak di medan terbuka.
- Baca laporan khusus kami mengenai ancaman bomber dari lulusan napi: Melawan Rekrutmen Teroris di Lapas
Asal Mula Jamaah Ansharut Daulah
JAD merupakan organisasi baru pendukung ISIS di Indonesia yang digerakkan oleh Aman Abdurrahman. Mulanya Aman, yang berada dalam penjara Nusakambangan, menerjemahkan propaganda ISIS dan menyebarkannya ke Indonesia.
Pengamat terorisme Sidney Jones, dalam wawancara dengan Tirto pada November 2016, mengatakan bahwa Aman salah satu yang menyebarkan ideologi ISIS di Indonesia dengan bantuan media sosial. Aman memproduksi konten di dalam tahanan, lalu dikirim melalui pesan singkat atau lewat kunjungan. Ia dianggap berhasil melakukan radikalisasi terhadap sesama narapidana.
Nama JAD mulai dikenal setelah bom Sarinah pada awal tahun 2016. JAD adalah kelompok sel yang tidak memiliki jaringan langsung ke ISIS. Namun, berkat kesamaan ideologi, mereka melakukan sejumlah aksi teror di Indonesia.
Aman sebelumnya merupakan salah tokoh dari JAT. Bersama Abu Bakar Ba’asyir, Aman membuat kamp pelatihan perang di Aceh. Tujuannya untuk menyiapkan perang membela ISIS. Dukungan JAT terhadap ISIS disuarakan secara terbuka oleh Abu Bakar Ba’asyir pada 2014. Namun setelah jaringan JAT bubar, sebagian bekas anggotanya mengikuti Aman mendirikan JAD. Sel JAD terus berkembang.
Iqbal Kholidi, pemerhati terorisme di Indonesia, mengatakan bahwa JAD merekrut orang-orang di Indonesia, termasuk pembom di Kampung Melayu. Meski demikian, munculnya jaringan baru ini tidak terlalu banyak berpengaruh, sebab ISIS ialah gerakan transnasional yang sudah berwujud nyata kekhilafahan. Pada fase ini, jaringan ISIS di Indonesia sudah tidak penting lagi, sebab khilafah sudah terbentuk.
“Secara nyata mereka sudah berbentuk negara, jadi tidak perlu lagi perlawanan. Mereka kini fase mempertahankan. Ideologi mereka sudah jadi, negara sudah jadi. Jadi seperti JAD ini, mereka sudah jadi pendukung beneran, tidak peduli ini jaringan siapa, mereka lebih cair,” kata Iqbal saat dikontak Tirto, Senin kemarin.
Ini menjadi keberhasilan Aman sebagai ideolog ISIS di Indonesia. “Saya sendiri tidak tahu dari mana jaringan ISIS itu bertemu dengan Aman. Tapi dia berhasil membangun sel-sel lewat tulisannya yang bisa keluar dari Nusakambangan,” tambah Iqbal.
Aksi simpatik membagi bunga kepada para sopir angkutan umum di Terminal Kampung Melayu, Minggu (28/5), simbolisme pesan perdamaian dan mengampanyekan masyarakat agar tetap berani melawan teror. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Kematian demi ISIS
Bom yang menyasar polisi di Kampung Melayu pekan lalu bukan aksi balas dendam belaka. Dibandingkan bom bunuh diri lain, seperti yang dilakukan pendukung ISIS, bom di Kampung Melayu lebih tertata. Menurut Iqbal, dulu kebanyakan pendukung ISIS adalah lone wolf. Namun, kini mereka sudah terkoordinasi dengan baik.
Iqbal mengatakan otak dari pemboman di Kampung Melayu "bisa jadi Aman Abdurrahman." Meski tidak secara langsung, tetapi para pengikut Aman sudah mengetahui sinyal kapan harus bergerak dan sasarannya sudah jelas.
“Kalau niatnya balas dendam di Cicendo atau di Sarinah, pasti dilokalisir. Ini mereka sudah terencana, intelijen sudah memantau pergerakan orang-orang ini, namun kapan mereka beraksi itu yang belum tahu,” ujarnya.
Nekat bunuh diri ini pun tidak seperti bom pengantin ala Dr. Azahari. Iqbal menduga mereka terlibat langsung membuat bom panci, tidak hanya sekadar menjadi pengantin bom bunuh diri.
“Siapa yang bikin bomnya? Itu bisa jadi mereka sendiri. Beda dengan bom pengantin yang ada Dr. Azahari yang merekrut, orang lain yang mati,” tambahnya.
Hal ini menandai bahwa ada kesadaran penuh atas aksi yang dilakukan oleh pelaku. Tidak sekadar balas dendam atau menyerang polisi, tetapi mereka, baik Ahmad Sukri maupun Ichwan Nurul Salam dalam aksi Rabu pekan lalu di terminal Kampung Melayu, sudah sadar kematiannya untuk membela ISIS.
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam