tirto.id - Jaringan internet tidak pernah lancar di Cilimus Hideung, Cibatu, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Hanya satu perusahaan telekomunikasi yang 'masuk', itu pun tidak 24 jam. Saat magrib tiba, kecepatannya akan menurun bahkan putus. Lalu bisa cepat lagi pukul 01.00 atau 02.00 dini hari.
Asep Zulfikar yang sudah 53 tahun hidup di kampung ini bilang tak pernah sekalipun pemerintah tampil memperbaiki situasi ini. Itu juga berlaku bagi pemerintahan Joko Widodo, yang kerap bicara soal revolusi industri 4.0 dan dalam kampanye lalu berjanji membikin tol langit.
Ada anekdot soal itu, kata Asep: Kampung ini tertutupi hutan bambu sehingga tak kelihatan pemerintah. Pohon bambu terdapat di sepanjang jalan menuju masuk kampung. Cilimus Hideung terletak sekitar 25 kilometer dari Alun Alun Garut. Posisinya berada di perbatasan Desa Mekarsari dan Cibunar.
Desa ini juga dikelilingi lima makam. Sebab itu warga setempat menyebutnya Kampung Angker. Julukan ini juga melahirkan anekdot lain, kata Asep: sinyal internet sebenarnya ada, tapi dia takut masuk.
Sebenarnya warga tidak diam; mereka juga mau terpapar internet. Pada akhir 2017, mereka sempat mengajukan permohonan bantuan jaringan internet kepada perusahaan pelat merah Telkom. Namun, gayung tak bersambut.
“Untung saja ada Pak Budi yang punya inovasi,” ujar Asep kepada wartawan Tirto di kediamannya, Senin (3/8/2020) lalu.
Yang dimaksud Asep ialah Budi Hermawan, warga setempat yang menyediakan layanan internet cepat dan murah dalam bentuk jaringan nirkabel. Semenjak awal Juli 2020, Asep sudah tidak perlu lagi mencari sinyal hingga ke atas bukit. Anggaran belanja kuota internet Asep juga menjadi hemat.
Sebelumnya, Asep menggunakan salah satu merek telekomunikasi seluler. Namun, sinyalnya buruk, maksimal hanya mampu mengoperasikan Whatsapp. Biaya pemakaian Rp50 ribu per bulan untuk pribadi. Sementara biaya internet anak-anak selama belajar jarak jauh karena COVID-19, rerata Rp100 per bulan.
Kini biaya internetnya cukup Rp33 ribu per bulan dan untuk seluruh anggota keluarga.
Selain Asep, Imam Barokah juga merasakan manfaat internet murah meriah Budi Hermawan. Koneksi internetnya menjadi cepat dan aktivitas pembelajaran jarak jauhnya menjadi lancar. “Saya baru dua minggu berlangganan. Belajar jadi lancar. Walaupun sekolah online-nya tetap susah,” ujar pemuda 15 tahun yang masih duduk di bangku SMA ini.
Asep dan Imam mendukung internet murah meriah inisiatif Budi tersebut. Meskipun misalnya para perusahaan telekomunikasi memperbaiki kualitas internet di kampung, mereka berharap internet Budi akan tetap hadir mengakomodasi kebutuhan digital warga Kampung Angker. “Harus tetap ada lah [internet Budi]. Itu kan produk orang kampung kita,” pungkas Asep.
Kampung Mandiri
Budi Hermawan menarifkan internet cepat hanya Rp33 ribu per bulan. Itu juga tak masuk ke kantongnya. Rp30 ribu dipakai untuk bibit, alat pertanian, hingga alat pernikahan; sisanya akan masuk ke kas Rukun Warga (RW). Semua uang itu dikelola oleh unit kegiatan masyarakat yang diberi nama Badan Usaha Milik Kampung (BUMKA) Tekno Sains.
“Sebenarnya internet ini hanya fasilitas dari masyarakat untuk masyarakat,” ujar Budi, ketika saya temui di kantor BUMKA di Cilimus Hideung, Senin (3/8/2020). Budi adalah warga biasa yang memiliki pengalaman bekerja di bidang IT.
BUMKA merupakan bentuk konkret dari solidaritas antar warga yang sudah terbangun sejak dulu. Menurut Budi, warga sudah terbiasa urunan, bahkan memiliki lumbung pangan kolektif sejak 1953. Padi dan beras hasil panen tersimpan di sana, untuk digunakan dalam kondisi kampung darurat, terdampak bencana, atau paceklik.
Awal munculnya inisiatif internet BUMKA disebabkan buruknya kualitas jaringan internet dan pagebluk COVID-19. Budi ingin mendorong warga agar produktif belajar selama pagebluk COVID-19 dengan kualitas internet cepat dan harga murah.
Budi membeli paket internet dari Telkom seharga Rp2,5 juta. Ia kemudian membangun jaringan kabel fiber optik, akses poin, dan perangkat keras dengan total biaya Rp800 juta dari kantong pribadi. Warga cukup membeli kupon berisi kode jaringan di masing-masing ketua RW untuk menikmati internet BUMKA. Saat ini sudah ada 170 pengguna dari 257 Kepala Keluarga (KK).
Melalui BUMKA, Budi juga menciptakan multiuser computer dan touch pen yang dapat dipergunakan pada sorotan layar infocus.
“Kita juga berangan-angan punya sekolah teknologi. Kita ada 500 komputer. Kalau tidak ada internet kan lucu,” ujar Budi, yang juga pendiri BUMKA Tekno Sains.
Namun upaya komunal tersebut menuai kendala. BUMKA belum memiliki Internet Service Provider (ISP) sendiri. Oleh sebab itu, Budi memilih Kerja Sama Operasional (KSO) dengan pemilik ISP lain.
Budi belum siap mengelola ISP karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Proses KSO nanti akan dibantu oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Jawa Barat yang memiliki jaringan ISP skala besar hingga kecil.
Untuk hal tersebut, Wakil Bupati Garut Helmi Budiman sempat mendukung upaya BUMKA memasyarakatkan internet. Ia sempat berjanji akan meminta Diskominfo Garut mengurus ISP BUMKA internet agar menjadi legal.
“Saya dengar untuk alat wifi-nya saja sampai Rp200 juta. Makanya perlu didukung pemerintah,” ujar Helmi dalam keterangan tertulis pada 18 Juli 2020.
Internet Kampung, Harga Ekonomis
Meski tidak memiliki ISP dan menggunakan ISP milik Telkom yang masih berbayar, hal ini tak menjadi persoalan bagi Budi dan BUMKA. Pihak Telkom meminta BUMKA membuat kesepakatan kerja sama dan menegosiasikan ulang harga paket internet.
Budi sendiri mendaku belum menemui titik temu soal kesepakatan harga paket. Namun, ia berharap dapat diberikan harga yang ekonomis. Pihak Telkom akan mengusahakan soal harga tersebut.
“Ada tarif-tarif yang kita tawarkan ke teman-teman. Nanti titik temunya seperti apa, kami usahakan seperti harapan Pak Budi, bisa lebih ekonomis,” ujar Senior Account Manager Regional Wholesale Telkom Jawa Barat, Irawan di kantor BUMKA, Senin (3/8/2020).
Ketua APJII Jawa Barat Ageng Bagja Priyadi pun berharap Telkom dapat memberikan harga yang ekonomis untuk kepentingan masyarakat Kampung Cilimus Hideung. “Karena ini kan untuk kepentingan sosial bukan komersial. Berharap Telkom bisa memberikan harga ekonomis untuk masyarakat,” ujar Ageng pada kesempatan yang sama.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri