Menuju konten utama

Melawan Stigma Negatif Pasien Corona COVID-19 dengan Empati

Stigma membuat orang-orang menyembunyikan sakitnya agar tidak didiskriminasi, mencegah mereka mencari bantuan, dan berpotensi memperparah pandemi.

Melawan Stigma Negatif Pasien Corona COVID-19 dengan Empati
Sejumlah tenaga kesehatan menggunakan alat pelindung diri lengkap saat jam pertukaran shift di rumah sakit rujukan COVID-19 RSUD Kabupaten Tangerang, Banten, Senin (13/7/2020). ANTARA FOTO/Fauzan/wsj.

tirto.id - Manusia mempunyai kecenderungan merasa takut pada hal-hal yang belum diketahui atau juga pada kelompok yang berbeda/lain. Hal inilah yang menyebabkan munculnya stigma sosial terhadap kelompok tertentu, termasuk juga stigma negatif pasien Corona COVID-19.

Dalam masa pandemi ini, stigma kerap dirasakan pada pasien, ODP, PDP serta petugas kesehatan yang menangani pasien COVID-19.

Stigma sosial yang kerap terjadi dalam masyarakat di antaranya adalah dengan memberikan label, stereotip, didiskriminasi, diperlakukan berbeda, dan/atau mengalami pelecehan status karena terasosiasi dengan sebuah penyakit.

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 melalui situs resminya menyatakan, orang-orang yang sedang berjuang melawan dan sembuh dari corona COVID-19 ini sering kali mendapatkan stigma buruk. Hal itu bisa membuat seseorang tersebut merasa terkucilkan atau diabaikan.

Stigma negatif yang diberikan hanya akan memperparah keadaan baik secara mental maupun pada penyebaran penyakit itu sendiri.

Stigma mengganggu upaya menghentikan pandemi. Orang yang merasa khawatir dijauhi atau diperlakukan buruk akan menghindari tes atau pengobatan. Tindakan mereka ini justru akan menyebarkan virus dan menghalangi usaha untuk mengontrol pandemi.

“Sebagian besar masyarakat masih takut untuk melakukan testing ketika memiliki gejala karena adanya stigma negatif di masyarakat dan adanya ketakutan, adanya potensial biaya tinggi dalam perawatan apabila positif COVID-19," kata Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito.

Perasaan bingung, cemas, dan takut yang kita rasakan dapat dipahami, tapi bukan berarti kita boleh berprasangka buruk pada penderita, perawat, keluarga, ataupun mereka yang tidak sakit tapi memiliki gejala yang mirip dengan COVID-19.

Jika terus terpelihara di masyarakat, stigma sosial dapat membuat orang-orang menyembunyikan sakitnya supaya tidak didiskriminasi, mencegah mereka mencari bantuan kesehatan dengan segera, dan membuat mereka tidak menjalankan perilaku hidup yang sehat, demikian dilansir laman Dinas Kesehatan.

Cara melawan stigma negatif dalam masyarakat

- Tidak berbagi ketakutan dan kepanikan, apalagi yang memojokkan mereka yang telah dites positif atau tenaga kesehatan yang bekerja mengatasi wabah.

- Tunjukkan empati dan kasih sayang pada orang yang diketahui terkena virus. Kita dapat memberikan pesan atau video call bersama keluarganya.

- Cari tahu lebih banyak tentang COVID-19, pelajari apa yang perlu dilakukan untuk melindungi diri dan jangan terjebak pada hoaks atau informasi keliru. Mengetahui fakta akan mengurangi ketakutan dan kecemasan.

- Jangan memberikan beban tambahan dengan menjauhi, menolak, mendiskreditkan pasien, ODP, PDP serta petugas kesehatan yang menangani pasien COVID-19.

- Berikan apresiasi kepada tenaga medis dan petugas lain yang merawat pasien COVID-19.

- Memperluas akses dukungan psikososial/kesehatan mental/kesehatan jiwa dalam masyarakat dengan cara memperbanyak informasi-informasi tentang pencegahan dan penanganan kesehatan mental di masa pandemi.

----------

Artikel ini diterbitkan atas kerja sama Tirto.id dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Baca juga artikel terkait KAMPANYE COVID-19 atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Agung DH