tirto.id - Ketua Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam Tobing memprediksi sejumlah modus investasi ilegal yang bakal marak ke depannya. Keempat modus itu ialah mata uang digital, multi level marketing (MLM), penawaran produk forex, serta duplikasi situsweb.
Di sepanjang 2018, OJK sendiri telah menemukan setidaknya ada 72 entitas yang diduga melakukan kegiatan usaha tanpa izin serta berpotensi merugikan masyarakat. Mayoritasnya merupakan entitas di bidang forex.
“Untuk itu, masyarakat perlu mencermati ini karena modus-modus tersebut mengalahkan yang dulunya dinamakan investasi uang,” kata Tongam di kantor OJK, Jakarta pada Jumat (20/4/2018).
Lebih lanjut, Tongam menyebutkan bahwa investasi ilegal tak ubahnya fenomena gunung es. Ia mengindikasikan sebetulnya ada cukup banyak investasi ilegal dengan berbagai macam bentuk yang masih beroperasi di tengah masyarakat. Akan tetapi, Tongam menilai selama ini masyarakat belum berani untuk mengadukannya.
Kendati demikian, ia tidak menampik apabila masyarakat lambat laun mulai sadar terhadap dampak negatif dari investasi ilegal. Salah satu indikatornya ialah kenaikan jumlah entitas yang ditindak. Di sepanjang 2017, jumlahnya hanya sebanyak 80 entitas, sedangkan pada empat bulan pertama 2018 sudah sebanyak 72 entitas.
“Satgas tidak menunggu korban dulu. Begitu ada informasi atau laporan dari masyarakat, kami panggil. Kemudian kami rilis dan disampaikan kepada Bareskrim,” ucap Tongam.
Saat disinggung mengenai jumlah entitas yang telah diproses secara hukum dari temuan tahun lalu, Tongam tidak bisa merinci. Akan tetapi ia mengklaim jumlahnya sudah cukup banyak. Sementara untuk 72 entitas yang telah diumumkan OJK dari awal tahun hingga saat ini, masih belum masuk ranah hukum.
Berdasarkan data tahun lalu, kasus investasi ilegal banyak terjadi di kawasan Jabodetabek. Adapun Tongam berpendapat bahwa masyarakat yang tertipu relatif sudah melek terhadap internet dan berasal dari kelas menengah.
Tak hanya itu, tingkat literasi keuangan masyarakat di berbagai daerah dinilai masih rendah. Menurut hasil survei OJK, persentasenya baru sebesar 29,66 persen.
“Inilah yang perlu ditingkatkan bahwa orang-orang berpendidikan juga jadi korban. Itu karena faktor keserakahan juga. Sementara penyebab cenderung terjadinya di Jabodetabek karena pusat uang ada di sini,” jelas Tongam.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Agung DH