Menuju konten utama

Masyarakat Desak Jokowi Evaluasi Proyek Jalan di Bengkulu

Beny menegaskan, kasus dugaan suap proyek jalan yang menyeret Gubernur Bengkulu seharusnya menjadi peringatan bagi pemerintah pusat untuk mengevaluasi dan menilai usulan program pemerintah daerah.

Masyarakat Desak Jokowi Evaluasi Proyek Jalan di Bengkulu
Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menahan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti dan istrinya Lily Martiani Maddari terkait kasus suap proyek jalan.

Menanggapi hal itu, Kelompok masyarakat sipil Bengkulu meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertimbangkan dan mengevaluasi seluruh rencana proyek infrastruktur di Provinsi Bengkulu.

"Kami minta pemerintah pusat mengevaluasi seluruh proyek infrastruktur Bengkulu, termasuk usulan baru membuka jalan antarprovinsi membelah hutan konservasi," kata Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bengkulu, Beny Ardiansyah, di Bengkulu, Kamis (22/6/2017).

Beny juga meminta pemerintah mengkaji ulang usulan pemda Bengkulu yang ingin menambah jalur koneksi dengan provinsi lain di Pulau Sumatera sehingga bisa disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

Dalam usulan program strategis nasional Bengkulu di hadapan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu, setidaknya ada lima jalur baru yang membelah hutan konservasi untuk menambah konektivitas Bengkulu dengan Sumatera Selatan dan Jambi.

"Padahal, kondisi jalan yang ada saat ini saja sangat memprihatinkan, penuh lubang. Sebaiknya jalur yang ada saat ini ditingkatkan kualitasnya," kata Beny dikutip dari Antara.

Beny menegaskan, kasus dugaan suap untuk komisi (fee) proyek jalan yang menyeret Gubernur Bengkulu seharusnya menjadi peringatan bagi pemerintah pusat untuk mengevaluasi dan menilai usulan program pemerintah daerah.

"Pertanyaan mendasar, apakah benar proyek-proyek usulan itu menjadi kebutuhan utama masyarakat Bengkulu saat ini?," ujarnya menambahkan.

Sementara itu, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu, Deff Tri Hamdi, menilai bahwa program prioritas yang seharusnya direalisasikan pemerintah daerah untuk menekan angka kemiskinan adalah mengembalikan hak masyarakat atas tanah.

Menurut dia, ada dua skema yang sedang disusun pemerintah pusat untuk reforma agraria di wilayah itu, yakni pengakuan hak masyarakat adat dan distribusi tanah melalui perhutanan sosial.

"Sampai hari ini kelompok kerja Perhutanan Sosial yang dibentuk pemerintah daerah belum menerbitkan surat keputusannya oleh gubernur. Bagaimana mau bergerak?," kata Deff Tri Hamdi.

Untuk diketahui, KPK telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus suap proyek jalan Bengkulu, mereka adalah Gubernur Bengkulu 2016-2021 Ridwan Mukti (RM), Lily Martiani Maddari (LMM) istri Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti, dan Rico Dian Sari (RDS) berprofesi sebagai pengusaha dan Direktur PT Statika Mitra Sarana (SMS) Jhoni Wijaya (JHW) yang diduga sebagai pemberi suap.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, Jhoni Wijaya (JHW) disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara sebagai pihak diduga penerima, yakni Rico Dian Sari (RDS), Lily Martiani Maddari (LMM), dan Ridwan Mukti (RM) disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 uu tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Keempatnya telah ditahan di sejumlah lokasi, yakni Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti (RM) di rumah tahanan cabang KPK di Guntur, Lily Martiani Maddari (LMM) ditahan di rutan cabang KPK di kantor KPK kavling C1, Rico Dian Sari (RDS) ditahan di rutan Polres Jakarta Pusat dan Jhoni Wijaya (JHW) ditahan di rutan Polres di Cipinang, Jaktim.

Baca juga artikel terkait OTT DI BENGKULU atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto