Menuju konten utama
Pendidikan Kewarganegaraan

Makna Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka, Nilai, dan Dimensinya

Pancasila disebut sebagai ideologi terbuka karena dalam penerapannya ia dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman. Berikut ini penjelasannya.

Makna Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka, Nilai, dan Dimensinya
Lambang Pancasila. FOTO/id.wikipedia.org

tirto.id - Pancasila merupakan ideologi atau pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai dasar negara RI, Pancasila juga bisa menjadi ideologi terbuka.

Pancasila dibentuk melalui serangkaian proses musyawarah dan diskusi para pendiri bangsa, yang mewakili berbagai golongan masyarakat.

Oleh karena itu, penting menjadikan Pancasila sebagai ideologi terbuka. Pancasila dapat menjadi ideologi terbuka karena lantaran berakar dari pandangan dan falsafah hidup bangsa Indonesia. Hal tersebut secara lebih luas diartikan bahwa Pancasila dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman yang dinamis.

Makna Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

Makna Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah bahwa ia selalu dapat digunakan dalam berbagai waktu dan generasi tanpa menghilangkan nilai-nilai dasarnya.

Merujuk penjelasan Deputi Bidang Pengkajian Strategik Lemhannas RI, Prof. Reni Mayerni, sebagai ideologi terbuka, Pancasila terbuka dalam menyerap nilai-nilai baru yang dapat bermanfaat bagi keberlangsungan hidup bangsa Indonesia.

Ideologi terbuka bermakna bahwa sebuah ideologi secara internal bersifat dinamis dan dapat berinteraksi dengan zaman yang berkembang. Sebaliknya, ideologi tertutup berarti suatu ideologi yang menentukan beragam tujuan dan norma politik-sosial tidak bisa dipersoalkan lagi, sehingga harus diterima sebagai barang jadi, demikian mengutip modul PKN terbitan Kemendikbud (2016).

Dalam artikel "Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka di Era Reformasi" terbitan Jurnal Office (Vol. 2, No. 2, 2016), A. Aco Agus menulis bahwa Pancasila menjadi ideologi yang terbuka karena ia tidak kaku, dinamis, serta reformatif. Sifat Pancasila ini membuat ideologi tersebut bisa hidup di berbagai zaman dan relevan untuk merespons dinamika masyarakat.

Di samping itu, ideologi terbuka mempunyai ciri khas, yakni nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, tetapi digali dan diambil dari kekayaan moral dan budaya masyarakat yang melahirkannya. Dengan demikian, ideologi terbuka tidak hanya layak dibenarkan melainkan juga dibutuhkan, mengingat ia merupakan konsensus yang tumbuh dari masyarakat.

Nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

Kaelan, dalam buku Negara Kebangsaan Pancasila: Kultural, Historis, Filosofis, Yuridis dan Aktualisasinya (2013) menjelaskan tiga nilai dalam Pancasila sebagai ideologi terbuka. Berikut ini penjelasan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi terbuka:

1. Nilai dasar

Nilai dasar mencakup ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima hal itu merupakan pedoman fundamental yang bersifat universal serta mengandung cita-cita dan tujuan negara.

2. Nilai instrumental

Nilai instrumental meliputi arahan, kebijakan, strategi, sasaran, dan lembaga yang melaksanakannya. Aspek kedua ini berupa pengembangan lima dasar yang berfungsi menyesuaikan nilai-nilai pokok Pancasila dengan upaya penyelesaian masalah kebangsaan.

Nilai instrumental adalah nilai-nilai Pancasila yang diperluas dalam bentuk peraturan perundangan dan lembaganya. Sebagai contoh dari penjabaran nilai instrumental seperti UUD, Ketetapan MPR, UU, dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sila-sila Pancasila dijelaskan secara luas dalam pasal-pasal UUD 1945.

3. Nilai praksis

Ketiga adalah nilai praksis yang meliputi realisasi dari instrumental yang sifatnya nyata dan dapat digunakan untuk kehidupan bernegara. Dengan implementasi nilai terakhir tersebut, Pancasila bisa berkembang dan berubah sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia di berbagai zaman.

Dikutip dari buku PKN terbitan Kemdikbud (2018:16-17), nilai praksis merupakan pelaksanaan dari nilai-nilai instrumental di masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam pelaksanaan nilai praksis, sering muncul perkembangan dan perubahan nilai-nilai Pancasila. Masyarakat kerap memberikan tanggapan dan aspirasi mengenai nilai-nilai Pancasila. Hal tersebut merupakan sifat ideologi Pancasila yang terbuka.

3 Dimensi Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

Dengan pandangan bahwa Pancasila merupakan ideologi terbuka, bukan berarti dasar-dasarnya yang diubah. Penyesuaian terhadap perkembangan zaman yang dimaksud di sini adalah penerapan nilai-nilainya disesuaikan dengan kebutuhan setiap waktu. Untuk lebih memahaminya, simak penjelasan dimensi Pancasila sebagai ideologi terbuka di bawah ini:

1. Dimensi realitas

Dimensi realitas artinya ideologi Pancasila harus mencerminkan realitas yang hidup, berkembang, dan dialami masyarakat. Oleh sebab itu Pancasila perlu dijabarkan dalam kehidupan masyarakat secara nyata, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun berbangsa dan bernegara. Dengan begitu, dasar negara tersebut tidak menjadi ideologi utopis yang idenya tidak membumi.

Mencerminkan realitas hidup yang berkembang dari masa ke masa dapat diartikan juga sebagai dimensi fleksibilitas. Maksudnya, ideologi Pancasila memiliki keluwesan yang memungkinkan ia berkembang dari segi pemikiran, sesuai dengan perikehidupan masyarakat.

2. Dimensi idealisme

Dimensi idealisme maksudnya nilai-nilai dasar Pancasila bersifat sistematis, rasional, dan menyeluruh, memuat memuat idealisme yang memberi harapan, optimisme, sekaligus bisa menggugah bangsa Indonesia untuk mewujudkan cita-cita kebangsaan.

Dimensi idealisme juga bisa dimaknai bahwa ideologi Pancasila memberikan harapan berupa masa depan yang lebih baik.

3. Dimensi normatif

Maksud dari dimensi normatif adalah nilai-nilai dasar Pancasila perlu dijabarkan menjadi sistem norma yang jelas agar dapat diimplementasikan dalam langkah operasional. Penjabaran ini seperti yang terkandung dalam norma-norma kenegaraan (UUD 1945 yang jadi sumber hukum).

Baca juga artikel terkait PANCASILA atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Fadli Nasrudin