tirto.id - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menyetujui sejumlah klausul dalam revisi UU KPK. Diantaranya soal KPK punya punya kewenangan penghentian penyidikan (SP3), sumber penyidik KPK dari Polri dan keberadaan Dewan Pengawas KPK yang dipilih DPR RI. Namun, ia menyarankan agar pembahasan RUU KPK tidak dilakukan dalam waktu dekat.
“Sekarang tinggal presiden setuju atau tidak [pembahasan RUU KPK]. Beberapa saya setuju. Misalnya soal SP3, penyidik [Polri], dan Dewan Pengawas. Yang penting tak terlalu banyak campur tangan politik,” kata Mahfud ditemui di Festival Konstitusi dan Antikorupsi di Fakultas Hukum, Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Selasa (10/9/2019).
Mahfud menilai anggota DPR RI periode 2014-2019 tak punya cukup waktu untuk membahas revisi ini secara cermat. Selain itu, dalam RUU usulan DPR RI, prosedurnya ada yang dilanggar karena harus masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
“[Revisi UU KPK] gak masuk Prolegnas. Itu bisa dibahas kalau bentuknya Perppu (peraturan pengganti undang-undang),” imbuhnya.
Mahfud menyarankan revisi UU KPK sebaiknya menunggu masa kerja anggota DPR periode 2019-2024 yang tak lama lagi akan dilantik.
“Nanti sebaiknya [revisi] nunggu waktu yang pas. Tapi ini politik sih, jadi siapa yang kuat. Politik itu bukan tentang siapa yang benar, tapi siapa yang menang,” ujar dia.
Namun, Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zainal Arifin Mocktar menolak usulan Mahfud MD terkait kewenangan SP3. Menurut dia, kewenangan SP3 akan menjadikan lembaga hukum merosot, karena ada potensi penyalahgunaan kewenangan.
“Di KPK itu kasus yang lama tak diusut bukan berarti diabaikan, tapi terjadi karena kurang komunikasi saat peralihan kepemimpinan. Seharusnya kalau mencontoh di luar, penggantian pimpinan itu tidak bersamaan, tapi bertahap, agar transisinya mulus,” kata dia dalam acara yang sama.
Ia juga menyebut, usulan revisi ini melanggar UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sehingga harus ditolak. Selain itu, masa kerja anggota DPR RI 2014-2019 akan segera berakahir.
Zainal mendesak kepada Jokowi agar tak mengeluarkan surat presiden (surpres) yang jadi landasan persetujuan pemerintah untuk membahas revisi UU KPK ini.
“Jokowi pernah menolak revisi UU KPK pada 2017, karena melemahkan. Sekarang kenapa harus menyetujui. Kalau disetujui, kami bertanya, ada apa? Pasti ada kepentingan,” imbunya.
Penulis: Zakki Amali
Editor: Gilang Ramadhan