tirto.id - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan deklarasi pembentukan Pemerintah Sementara West Papua (mencakup Papua dan Papua Barat) oleh Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda sebagai deklarasi ilusi.
"Menurut kami, Benny Wenda ini membuat negara ilusi. Negara yang tidak ada sebenarnya dalam faktanya," kata Mahfud dalam konferensi pers dari kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (3/12/2020).
Mahfud mengacu kepada konvensi internasional soal negara. Setidaknya ada tiga syarat untuk pendirian sebuah negara, yakni ada rakyat, wilayah dan pengakuan negara lain. Pemerintah berpendapat wilayah Papua masih dikuasai Indonesia. Mahfud juga mengklaim rakyat Papua tidak sepakat dengan deklarasi kemerdekaan yang dilakukan Benny Wenda.
"Pemerintah siapa yang mengakui dia pemerintah, orang Papua sendiri tidak juga mengakui," kata Mahfud.
Mahfud pun menilai hanya negara Vanuatu yang mengakui pendirian negara Papua bentukan Benny Wenda.
Ia juga mengingatkan Papua sudah referendum pada tahun 1969 dan menyatakan sebagai bagian Indonesia. Oleh karena itu, PBB tidak akan membuat keputusan dua kali.
Ia pun mengatakan Papua tidak masuk dalam Komite 24 Negara yang dianggap peluang mandiri untuk merdeka sehingga tidak bisa disamakan dengan Timor Timur yang kini menjadi Timor Leste.
"Kalau Timor Timur memang ada, tetapi Papua tidak ada. Sejak '69 tidak masuk di komite 24 itu," kata Mahfud.
Mahfud pun menegaskan Benny Wenda adalah narapidana. Ia lari ke Inggris dengan status tanpa kewarganegaraan karena status kewarganegaraannya di Indonesia sudah dicabut.
Pemerintah akan memproses secara hukum Benny Wenda karena berkaitan dengan makar. Ia beralasan aksi Benny cukup diproses oleh kepolisian dengan pasal KUHP.
"Pemerintah menanggapi itu dengan meminta Polri melakukan penegakan hukum. Karena makar itu baru skalanya kecil itu cukup gakum, penegakan hukum. Kriminil tangkap," kata Mahfud.
Di sisi lain, pemerintah meminta rakyat tidak perlu merespon berlebihan dan ketakutan. Sebab, pemerintah akan menindak secara hukum sesuai ketentuan hukum, apalagi deklarasi yang disampaikan hanya lewat media sosial.
"Kenapa kita harus ribut, orang saya tiap hari Twitter-an juga. Tidak perlu panik, tapi tetap saja karena pengaruhnya terhadap orang di situ, merasa terpengaruh, ada pengikutnya, ini ada gakum nanti," kata Mahfud.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto