tirto.id - Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) wilayah Jawa Barat menggelar aksi demonstrasi bertajuk "Indonesia Gelap" di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (17/2/2025) sore.
Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang dinilai berdampak pada menurunnya mutu pendidikan nasional.
Meski diguyur hujan, massa tetap bertahan dan melanjutkan demonstrasi. Para mahasiswa dari berbagai kampus di Bandung Raya mulai berkumpul sejak pukul 14.50 WIB. Mereka menyampaikan orasi, membentangkan poster bernada kritik, serta membakar ban sebagai simbol perlawanan terhadap kebijakan yang mereka anggap tidak pro-rakyat.
Dalam aksi ini, mahasiswa membawa sejumlah tuntutan utama, di antaranya adalah meminta pemerintah untuk menaikkan anggaran pendidikan, membatalkan seluruh pemangkasan, dan mencabut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025.
Mereka juga menuntut agar dana operasional perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-BH), perguruan tinggi swasta (PTS), serta beasiswa diperbesar dan diperluas aksesnya kepada anak-anak dari keluarga buruh dan tani.
Selain itu, mereka juga mendesak pemerintah untuk mengalokasikan anggaran pendidikan kepada kesejahteraan guru, dosen, dan tenaga kependidikan.
"Tuntutan kami jelas, pendidikan harus ilmiah, demokratis, dan mengabdi kepada rakyat. Pemerintah harus mengalihkan efisiensi pendidikan ke tunjangan pejabat yang selama ini berlebihan," ujar Ainul Mardiah, dari Front Mahasiswa Nasional Cabang Bandung.
Massa aksi juga menyoroti 100 hari lebih masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Mahasiswa menilai kebijakan yang diambil tidak sesuai dengan kepentingan rakyat.
Rangga Rizki Maulana dari BEM FISIP Universitas Pasundan, mengungkapkan bahwa pemerintahan saat ini tidak berpihak kepada rakyat kecil.
"100 hari pemerintahan Prabowo ini benar-benar kacau. Banyak kebijakan yang tidak sesuai dengan harapan rakyat. Pemotongan anggaran pendidikan adalah salah satu bukti bahwa negara ini sedang menuju kemunduran," tegas Rangga.
Para mahasiswa berharap aksi yang mereka lakukan dapat didengar oleh pemerintah dan kebijakan terkait pendidikan bisa diperbaiki.
Pendidikan bukanlah barang dagangan. Ia tidak boleh diperjualbelikan, tetapi harus menjadi hak bagi semua.
Di pertengahan aksi, massa terus mencoba merangsek masuk ke dalam gerbang yang dilindungi oleh kawat berduri.
Di tengah udara yang menggigit dan hujan yang makin deras, massa aksi meneriakkan lagu protes yang membuat semangat mereka tetap panas:
Sekolah harus gratis
Kuliah harus murah
UKT-nya dihapuskan
Pendidikan tanggung jawab siapa? NEGARA
Pendidikan tanggung jawab siapa? NEGARA
Bukan barang dagangan
Tak diperjualbelikan
Tapi milik kita semua
Aksi tak berhenti di sini. Rangga mengatakan massa akan kembali turun ke jalan pada Jumat mendatang dengan gelombang aksi yang lebih besar.
"Insyaallah pada hari Jumat kami akan melakukan aksi lanjutan dengan skala yang lebih besar," tutup Rangga.
Sementara itu, Abu Rosyid selaku Koordinator Lapangan Aksi, menambahkan bahwa kebijakan efisiensi pendidikan yang dilakukan pemerintah saat ini hanya akan membuat masyarakat makin terpuruk.
"Kami meminta pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan ini. Apakah benar-benar membawa manfaat atau justru semakin menekan rakyat? Dari hasil konsolidasi, kami sepakat bahwa kebijakan ini akan membawa negara ke arah kemunduran," ujar Abu Rosyid kepada Tirto.
Selain itu, mahasiswa juga menyoroti pentingnya menjaga semangat pergerakan mahasiswa agar tetap kritis terhadap kebijakan pemerintah.
"Setiap orang punya cara bergerak masing-masing. Yang terpenting, kita tetap mengawal kebijakan pemerintah agar tetap berpihak kepada rakyat," tambah Abu Rosyid.
Demonstrasi ini berakhir sekitar pukul 17.00 WIB dengan pengawalan ketat dari aparat kepolisian. Massa aksi akhirnya membubarkan diri dengan tertib setelah menyampaikan semua tuntutan mereka.
Penulis: Dini Putri Rahmayanti
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama