tirto.id - Pengamat penerbangan Alvin Lie menilai mahalnya harga tiket pesawat tak harus selalu dikaitkan dengan ancaman turunnya kunjungan wisata Indonesia. Sepengetahuan Alvin sumbangsih sektor wisata dalam industri penerbangan nilainya tak banyak.
“Saya heran kenapa bicara penerbangan kok selalu bicara mendatangkan wisata. Dari statistik pengguna jasa transportasi udara untuk wisata hanya 10 persen,” ucap Alvin saat dihubungi reporter Tirto pada Senin (10/6/2019).
Menurut Alvin, layanan transportasi udara yang disediakan oleh dua maskapai besar Indonesia perlu dilihat sebagai kebutuhan transportasi bagi warga negara secara umum. Menurutnya, tidak bisa dibatasi hanya pada kepentingan untuk mendongkrak wisata saja.
Alvin menjelaskan bahwa pihak yang berkepentingan tak sebaiknya memandang sektor penerbangan secara sempit.
Menurutnya, bila benar ada keluhan mengenai masalah penerbangan maka kepentingan yang juga harus diperhitungkan adalah mereka yang turut menggunakan jasa angkutan udara walaupun belum tentu untuk wisata. Belum lagi harga tiket yang dikeluhkan adalah rute penerbangan domestik.
“Yang ada di benak kita seharusnya pelayanan transportasi udara itu bagi warga negara bukan hanya mikir wisata. Harus dilihat layanan transportasi hubungan udara sepenuhnya. Ini jangan dilihat wisata saja. Ini kebutuhan orang bisnis, keluarga, bukan cuma wisata. Sempit banget itu kalau bicara penerbangan selalu [kaitannya] wisata,” ucap Alvin.
Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa ada kenaikan kunjungan wisata secara kumulatif dari Januari April 2018 ke tahun 2019. Jumlah kenaikan itu tercatat senilai 3,22 persen. Dari sebelumnya 4,96 juta kunjungan menjadi 5,12 juta kunjungan.
Namun, tingkat hunian hotel mengalami penurunan 3,53 persen secara year on year. Kini pada April tahun 2019, nilainya bertengger di angka 53,50 persen.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri