tirto.id - Magnitudo gempa dan tsunami merupakan hitungan seberapa besar energi seismik yang terpancar dari sumber getaran. Menurut situs BPBD Banda Aceh Kota, gempa bumi dijabarkan sebagai getaran bumi yang terjadi akibat pelepasan energi di bawah permukaan bumi.
Gempa bumi yang terjadi di laut dapat menyebabkan tsunami. Bencana alam tsunami dijelaskan sebagai ombak laut besar yang muncul karena terjadinya pergeseran di dasar laut. Baik gempa maupun tsunami pernah terjadi di Indonesia dan disebabkan oleh berbagai faktor.
Penyebab Gempa Bumi dan Tsunami
Penyebab gempa bumi digunakan sebagai pembeda jenis-jenis atau variannya. Tertulis dalam situs Dinas Sosial Pemkab Buleleng, berdasarkan penyebabnya gempa bumi terdiri dari empat jenis .
Pertama, ada gempa tektonik yang disebabkan oleh pergeseran lempeng bumi. Kedua, ada gempa tumbukan yang diakibatkan oleh jatuhnya meteor atau asteroid ke permukaan Bumi.
Ketiga, gempa runtuhan yang terjadi akibat runtuhnya kapur di sebuah wilayah tertentu. Terakhir, terdapat gempa vulkanik yang penyebab utamanya adalah gunung meletus.
Terkait tsunami, situs Geodesi dan Geodinamik UGM menjabarkan empat penyebab juga. Ternyata, tsunami bisa diakibatkan oleh gempa di bawah laut, letusan gunung berapi, longsor bawah laut, dan hantaman meteor.
Pengertian Magnitudo Gempa dan Tsunami
Magnitudo berfungsi untuk menghitung besaran jumlah energi seismik yang berasal dari sumber gempa.
Menurut Fauzi dalam skripsinya (2010:17) besaran tersebut dapat dihitung sama, kendati tempat penelitian atau pengkajiannya berbeda-beda. Magnitudo gempa menggunakan skala yang disebut dengan skala Richter.
Terlepas dari seberapa besarnya gempa berdasarkan magnitudo gempa yang telah dihitung, gempa bumi tetap memiliki potensi untuk menyebabkan terjadinya tsunami. Menurut situs BPBD Provinsi Banten, tsunami merupakan rangkaian gelombang air laut berupa ombak raksasa yang terjadi akibat gempa bumi di dasar laut.
Macam-macam Magnitudo Gempa
Terdapat empat macam jenis magnitudo sebagai besaran skala gempa bumi. Berikut ini jenis-jenis tersebut beserta dengan penjelasannya (Fauzi, Analisis Data Seismogram untuk Menentukan Parameter Magnitude Gempa Bumi, 2010:18-24):
1. Magnitudo Lokal
Jenis magnitudo lokal dikenalkan oleh Richter dan ditunjukan untuk menghitung gempa lokal. Penghitungan gempa lokal, menggunakan nilai amplitudo maksimum gerakan tanah berdasarkan catatan seismograf torsi.
Biasanya, periode natural mencapai 0,8 detik, magnifikasi atau perbesaran sampai 2800, dan memiliki faktor redaman sejumlah 0,8 detik. Sedangkan untuk batasannya, magnitudo lokal terpenuhi kriterianya pada gempa sebesar M=6,5.
2. Magnitudo Bodywave
Penghitungan menggunakan magnitudo ini berdasar pada catatan amplitudo yang bergerak menjalar di dalam bumi. Pada jenis ini, magnitude gempa yang dihitung akan mendapatkan hasil yang berbeda jika dihitung dari tempat yang berbeda-beda.
Terkait batasannya, magnitudo bodywave hanya dipakai ketika:
- jarak gempa lebih atau sama dengan lima derajat;
- magnitude telah mencapai saturate senilai 6.0;
- punya kecenderungan nilai yang tidak statis;
- noise yang ditemukan pada data akan mempengaruhi lagi nilai magnitudonya.
3. Magnitudo Gelombang Permukaan
Jenis magnitudo gelombang permukaan menghitung gempa berdasarkan amplitudo gelombang permukaan. Amplitudo tersebut meliputi gelombang permukaan maksimum.
Gelombang permukaan maksimum ini disebut juga dengan gelombang rayleigh dalam mikron berdasarkan seismogram periode panjang, yakni 20 kurang lebih tiga detik dan diukur pada gelombang amplitudo maksimumnya.
4. Magnitudo Momen
Penghitungan gempa dengan jenis magnitudo momen diklaim sebagai cara yang paling sempurna. Besaran gempa sangat erat dengan energi yang dilepaskan. Oleh karena itu, pelepasan tersebut akan membentuk gelombang yang menjalar mulai dari permukaan hingga dalam bumi.
Pelemahan pun terjadi akibat penjalaran ini karena getaran berbentur dengan batu. Sehingga, hasil penghitungan yang dilakukan stasiun pencatat nantinya akan berbeda-beda. Magnitudo momen hadir untuk mengatasi perbedaan tersebut dengan cara menganalisis hubungan antara durasi dan momen seismiknya.
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yonada Nancy