tirto.id - Minum alkohol atau berkendara. Kau harus pilih salah satu. Kau tak boleh melakukan keduanya dalam waktu bersamaan. “Don't drink and drive!” begitu kalimat yang biasa dipakai dalam poster-poster kampanye keamanan berkendara.
Seruan untuk jangan berkendara dalam keadaan mabuk itu kian semarak. Bukan hanya di negara-negara yang minuman beralkohol mudah ditemui di mana-mana, di negara yang malu-malu kucing seperti Indonesia pun seruan itu makin ramai.
Di beberapa ruas jalan raya di Jakarta, poster yang menyerukan jangan minum alkohol dan menyetir mudah ditemui. Di perempatan Gatot Subroto-Kuningan, salah satunya.
Kecelakaan maut akibat pengemudi yang mabuk memang terjadi cukup sering. Coba saja ketik kata kunci “kecelakaan karena mabuk” di mesin pencari. Maka, akan banyak sekali berita kecelakaan yang dikarenakan mabuknya pengemudi.
Sialnya, kecelakaan ini tentu saja tidak hanya membunuh si pengemudi yang mabuk. Mereka yang berkendara dengan benar pun bisa menjadi korban jika terjadi tabrakan.
Februari lalu misalnya, sebuah kecelakaan maut karena pengemudi yang mabuk terjadi di Jakarta. Sebuah mobil Fortuner dengan nomor polisi B 201 RFD menabrak sepasang pengendara motor Zulkahfi Rahman dan Istrinya Nuraini di Jalan Daan Mogot Kilometer 15. Keduanya tewas seketika. Dua penumpang mobil yang menabrak juga tewas.
Setelah diusut, Riki Agung Prasetyo, sang pengemudi baru saja pulang dari lokasi hiburan malam di kawasan Kalijodo, Jakarta Utara. Saat menyetir, ia dalam keadaan mabuk.
Menurut data World Health Organization (WHO), pada 2012, pembunuh paling tinggi masyarakat usia 15-29 tahun di dunia adalah kecelakaan lalu lintas. Salah satu penyebab kecelakaan yang cukup tinggi adalah mabuk sambil mengemudi.
Di dunia, negara dengan angka kematian akibat drunk driving atau mengemudi sambil mabuk paling tinggi adalah Afrika Selatan. Tahun lalu, lebih dari separuh dari total kecelakaan lalu lintas di negara itu disebabkan oleh pengemudi yang mabuk.
Di urutan kedua ada Kanada. Tak sebanyak Afrika Selatan, persentase kecelakaan maut yang dikarenakan mabuk tercatat 34 persen dari total seluruh kecelakaan yang terjadi di negara itu. Beda tipis dari Kanada, Amerika Serikat menduduki urutan ke tiga. Di AS, porsi kecelakaan karena mabuk tercatat sebesar 31 persen.
Australia, Prancis, Italia, Inggris, Korea Selatan, Jerman, Rusia, India, dan Cina berurutan menempati posisi berikutnya. Dalam Global Status Report on Road Safety 2015, WHO mengatakan angka kecelakaan dan kematian akibat mabuk di sejumlah negara terus meningkat. Hal ini membuat delapan negara meningkatkan hukuman bagi pengemudi yang mabuk.
Banyak negara telah menetapkan aturan untuk menangkap para pengendara yang mabuk. Tetapi hanya 34 yang sudah menerapkan aturan tentang drunk driving dengan konsentrasi alkohol darah atau blood alcohol concentration (BAC) kurang dari atau sama dengan 0,05 persen. Sebanyak 21 dari negara-negara itu berada di Eropa. Banyak juga negara yang masih mematok BAC 0,1 persen, Amerika Serikat salah satunya.
BAC menentukan apakah seseorang mabuk ringan, mabuk sedang, atau mabuk berat. Pada tingkat 0,05 persen, seseorang menjadi terganggu dalam mengambil keputusan. Seseorang dengan kadar BAC 0,05 persen akan kesulitan mengendalikan emosi. Itu sebabnya, di kadar ini, seseorang dianggap berbahaya untuk mengemudi.
Semakin besar kadar BAC, semakin berat tingkat mabuk seseorang. Pada BAC 0,1 persen, ia akan kehilangan kontrol motorik halus. Orang dengan kadar BAC 0,1 persen akan kesulitan menulis. Bayangkan apa yang terjadi jika ada yang menyetir dalam kondisi ini.
Ketika BAC mencapai 0,2 persen, ia akan memiliki penglihatan ganda, kesulitan berjalan, dan kehilangan memori. Dalam kadar BAC 0,3 persen, ia akan sulit berdiri dan dalam keadaan mendengkur. Sedangkan pada 0,4 persen, ia mungkin dalam keadaan koma. BAC lebih tinggi lagi, 0,5 persen misalnya, bisa menyebabkan kematian.
Indonesia tidak memiliki aturan terkait limit BAC. Dalam data WHO, Indonesia adalah satu dari enam negara yang tak punya batasan BAC. Namun, jika ada pengemudi yang ditemukan di bawah pengaruh alkohol di Indonesia, tidak peduli berapapun kadar BAC-nya, akan berurusan dengan polisi dan harus membayar denda.
Berakhir di kantor polisi karena mengemudi dalam keadaan mabuk adalah jauh lebih baik dibandingkan berakhir pada kematian diri sendiri atau menyebabkan kematian orang lain.
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti