Menuju konten utama

Tidak Ada Alasan Kejaksaan Tangguhkan Eksekusi Buni Yani

Jubir MA menegaskan Buni Yani dapat dieksekusi meski putusan kasasi tak membahas soal perintah penahanan.

Tidak Ada Alasan Kejaksaan Tangguhkan Eksekusi Buni Yani
Terdakwa kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Buni Yani, mengacungkan mengepalkan tangan seusai menjalani persidangan dengan agenda putusan di Gedung Perpustakaan dan Arsip, Bandung, Jawa Barat, Selasa (14/11/2017). ANTARA FOTO/Fahrul Jayadiputra.

tirto.id - Terdakwa kasus pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Buni Yani tetap bisa ditahan meski putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) tidak membahas mengenai perintah penahanan.

"Putusan kasasi itu adalah upaya hukum biasa yang terakhir, dan ketika disampaikan ke pihak penuntut umum maka sudah mengandung unsur eksekutorial," ujar Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro di Gedung MA, Jakarta, Jumat (1/2/2019).

Artinya, meskipun putusan kasasi MA tidak ada perintah menahan Buni Yani, namun, ketika putusan sudah diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum, maka jaksa sudah dapat melakukan eksekusi dalam hal ini adalah penahanan.

"Tidak ada lagi upaya hukum kecuali upaya luar biasa, karena inkrahnya suatu putusan adalah sampai kasasi," ujar Andi.

Terkait dengan pendapat Buni Yani bahwa putusan kasasi tersebut tidak jelas, Andi mengatakan itu menjadi persoalan yang bersangkutan (Buni Yani).

"Apa yang tidak jelas, itu urusan yang bersangkutan, yang penting kami sudah memutus dan mengirim putusan ke pengadilan pengaju, serta meneruskan ke pihak-pihak terkait," ujar Andi.

Buni Yani divonis 18 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Bandung. Buni Yani dinyatakan bersalah melanggar Pasal 32 ayat Undang-undang ITE.

Kasus yang menjerat Buni Yani bermula saat dia mengunggah potongan video Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok ketika masih menjabat Gubernur DKI menjadi 30 detik pada 6 Oktober 2016. Padahal video asli pidato Ahok berdurasi 1 jam 48 menit 33 detik.

MA menolak perbaikan kasasi dari Buni Yani dengan nomor berkas pengajuan perkara W11.U1/2226/HN.02.02/IV/2018 sejak 26 November 2018. Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri membenarkan Buni Yani dijadwalkan untuk dieksekusi pada Jumat (1/2/2019).

Minta Ditunda

Aldwin Rahadian, penasihat hukum Buni Yani, mengatakan kliennya tak akan menyerahkan diri dengan mendatangi Kejaksaan Negeri Depok. Tim hukum pun sudah mengajukan permohonan penundaan eksekusi kepada kejaksaan.

"Kemarin surat permohonan surat penundaan eksekusi sudah dilayangkan," kata Pengacara Buni Yani, Aldwin Rahardian kepada reporter Tirto, Jumat siang.

Aldwin mengatakan, permohonan dilakukan karena Buni Yani akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Saat ini, kata dia, tim sedang menyusun materi PK yang rencananya diajukan pekan depan.

Ia pun berharap Kejaksaan Negeri Depok mengabulkan permohonan penangguhan eksekusi ini. Ini lantaran menurut dia, kasus Buni Yani adalah kasus yang kontroversial seperti kasus yang menimpa Baiq Nuril, terpidana kasus pencemaran nama baik yang dijerat UU ITE, padahal sebenarnya ia merupakan korban pelecehan seksual.

"Sama halnya hak yang sama sebagai warga negara diberikan kepada Baiq Nuril. Baiq Nuril, kan, halnya sama. Sudah ada putusan dan sudah akan eksekusi. Karena dianggap kontroversi, dimohonkan penundaan eksekusi. Kan dikabulkan," sebut Aldwin.

Infografik Buy Bagi Buni Yani

undefined

Harus Dieksekusi

Permohonan yang disampaikan tim penasihat hukum Buni Yani, dinilai praktisi hukum pidana dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Miko Ginting, sebagai alasan mengada-ada. Menurut Miko, tidak ada penangguhan eksekusi dalam hukum pidana karena penangguhan hanya berlaku dalam penahanan.

"Kalau soal penangguhan, saya kira penangguhan penahanan yang ada," kata Miko, Jumat siang.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, seingat Miko, tidak mengatur masalah penundaan eksekusi. Miko menjelaskan eksekusi wajib dilakukan selama putusan sudah berkekuatan hukum tetap. Putusan pun harus tetap dijalankan meski ada permohonan penundaan kecuali ada alasan mendesak seperti masalah kesehatan.

"Kalau sudah diputus dengan putusan berkekuatan hukum tetap, ya harus dieksekusi. Eksekusi wajib dilaksanakan. PK saja tidak menangguhkan atau menunda eksekusi meskipun narapidana mengajukan peninjauan kembali," kata Miko.

Miko menegaskan, Jaksa bisa menjemput paksa jika Buni Yani akhirnya tak datang menyerahkan diri ke Kejaksaan Negeri Depok. "Bisa Jemput paksa," kata Miko.

Baca juga artikel terkait KASUS BUNI YANI

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri & Mufti Sholih