tirto.id - Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan persentase mengejutkan. Ditinjau dari latar belakang pendidikan, nampak pengangguran terbesar justru berasal dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), angkanya sebesar 9.84%. Angka tersebut lebih banyak dibandingkan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), 6.95%, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 5.76%, dan bahkan Sekolah Dasar (SD) 3.44%, sedangkan dari 7.56 juta total pengangguran terbuka 20.76% berpendidikan SMK.
Sementara itu, jika ditinjau dari sisi usia, tingkat pengangguran usia 15-19 berada di level 23,23%, pada 2015 angka ini meningkat menjadi 31.12%.
“Kita harus mampu membalikkan piramida kualifikasi tenaga kerja yang saat ini mayoritas masih berpendidikan SD-SMP menjadi sebuah tenaga kerja yang terdidik dan terampil,” tutur Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pengantarnya pada Rapat Terbatas tentang pendidikan dan pelabuhan vokasi di Kantor Presiden, seperti dikutip dari setkab.go.id, Selasa (13/9/2016).
Melihat persentase yang mengejutkan tersebut, Presiden Jokowi mengharapkan adanya perombakan dalam sistem pendidikan dan pelatihan vokasi. Presiden mengimbau agar dilakukan reorientasi pendidikan dan pelatihan vokasi ke arah demand driven. Dengan demikian, kurikulum, materi pembelajaran, praktik kerja, pengujian, dan sertifikasi bisa sesuai dengan permintaan dunia usaha dan industri.
“Ini yang paling penting, saya kira harus melibatkan dunia usaha dan industri karena mereka lebih paham kebutuhan tenaga kerja yang fokus pada pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sektor-sektor unggulan, seperti maritim, pariwisata, pertanian, ekonomi kreatif,” kata Presiden Jokowi.
Presiden menegaskan, semuanya harus terintegrasi dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan vokasi ini, mulai dari SMK, kursus-kursus di BLK (Balai Latihan Kerja), sampai pada aturan-aturan yang mempermudah pembukaan sekolah-sekolah keterampilan swasta.
“Ini harus semuanya terintegrasi sehingga betul-betul apa yang tadi saya sampaikan di depan dapat kita kejar,” ujarnya.
Presiden mengungkap kompetisi antarnegara semakin sengit, sehingga dalam menghadapi persaingan itu Indonesia membutuhkan anak muda. Dengan kekuatan yang besar, yaitu sebesar 60% dari penduduk Indonesia, seharusnya Indonesia bisa membangun bangsa di sektor-sektor unggulan.
“60% dari penduduk Indonesia itu anak muda, ini kekuatan kalau kita bisa mengelola, kalau kita bisa memanfaatkan dari potensi kekuatan ini,” tegas Presiden Jokowi.
Jumlah tersebut, lanjut Presiden, akan terus meningkat hingga mencapai 195 juta penduduk Indonesia produktif di tahun 2040 yang akan datang. Angka yang besar ini diyakini Presiden akan menjadi potensi penggerak produktivitas nasional, apabila bisa disiapkan mulai dari sekarang. Namun sebaliknya, jika tidak disiapkan dengan baik akan menjadi potensi masalah, utamanya terjadi lonjakan pengangguran di usia muda.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh