tirto.id - Luka Modric akan menjadi kartu terpenting dalam laga Kroasia vs Inggris pada Kamis (12/7/2018) pukul 01.00 WIB di Stadion Luzhniki, Moskwa. Gelandang berusia 32 tahun itu, dengan bantuan generasi emas Vatreni yang makin teruji, dapat membawa negaranya untuk pertama kali menembus final Piala Dunia.
Laga 16 besar Piala Dunia 2018 antara Kroasia versus Denmark nyaris saja menjadi neraka bagi Luka Modric. Gelandang Real Madrid itu memiliki kesempatan membawa negaranya lolos ke perempat final lebih cepat. Pasalnya, pada menit ke-115 di laga itu, Kroasia mendapatkan hadiah tendangan penalti.
Namun, sepakan Modric dapat terbaca oleh Kasper Schmeichel, kiper Denmark. Berdasarkan statistik Transfermarkt, ini kedua kalinya tendangan 12 pas milik gelandang kelahiran 9 September 1985 itu gagal. Sebelumnya Modric hanya pernah gagal dalam laga Kroasia melawan Andorra di kualifikasi Piala Dunia 2010, tepatnya pada 15 Oktober 2008.
Seharusnya, Kroasia limbung saat itu. Lima menit sebelum usia, kapten mereka, sang nomor 10, sekaligus penampil terbaik tim selama di Piala Dunia 2018, membuang kesempatan paling emas. Namun, 'ceramah' Ivan Rakitic menjelang babak adu penalti mengubah segalanya.
Rakitic berkata kepada rekan-rekannya, Luka Modric sudah menyelamatkan mereka berkali-kali. KIni, tiba giliran seluruh penggawa Kroasia menyelamatkan sang panutan, mengamankan tiket perempat final.
"Pada saat itu, kami harus membalas yang sudah diberikannya (Modric) kepada kami dalam banyak kesempatan. Momen itu kesempatan kala saya berbicara benar-benr dari dalam hati.
"Dia juga yang pertama yang ingin mengambil eksekusi dalam babak adu penalti. Dia layak diikuti oleh kami; dan kami harus tetap bersamanya. Ini juga menunjukkan betapa besar kebersamaan kami ... Itu adalah sumber kekuatan besar kami," ungkap Rakitic seusai pertandingan dikutip Guardian.
Luka Modric memang gelandang yang 'mewah'. Ia menjadi jaminan penguasaan bola ada di tangan timnya, entah ketika bermain untuk Real Madrid atau Kroasia. Di Piala Dunia 2018 ini, dari lima pertandingan yang sudah dilalui, Kroasia hanya kalah sekali dalam penguasaan bola, yaitu kala melawan Argentina (42 persen).
Selebihnya, Kroasia selalu unggul, yaitu ketika melawan Nigeria (55 persen), Islandia (62 persen), Denmark (54 persen), dan puncaknya Rusia (65 persen).
Luka Modric sendiri berdasarkan data Whoscored adalah penampil terbaik Kroasia dengan nilai 7,78. Ia total mengirimkan 12 umpan kunci, yang terbagi nyaris merata: 5 umpan panjang dan 7 umpan pendek. Rerata akurasi umpannya mencapai 86 persen.
Modric juga sudah tiga kali dinobatkan menjadi man of the match oleh FIFA, yaitu dalam laga melawan Nigeria, Argentina, dan terakhir kontra Rusia. Dalam laga terakhir itu, posisi Modric sedikit dimajukan, berbeda dengan saat di Real Madrid.
Namun, ia menjadi pemain yang komplet. Jumlah tembakannya di tim (3 percobaan) hanya kalah dari penyerang Andrej Kramaric (4 kali). Modric juga sukses melakukan 8 dribble dari 10 percobaan. Ia bisa bergerak bebas di wilayah tengah lapangan.
Satu lagi yang tidak kalah penting, adalah akurasi tendangan bebas Modric. Dari 14 tendangan yang dilakukannya, hanya satu yang tidak akurat. 13 lainnya tepat, dan ini akan menjadi penting dalam laga melawan Inggris di laga semifinal nanti.
Dalam laga tersebut, Kroasia tidak hanya akan berhadapan dengan strategi Gareth Southgate, ketajaman Harry Kane, atau kemampuan anak-anak Tiga Singa dalam urusan bola mati. Kroasia juga akan berhadapan dengan diri mereka sendiri.
Berbeda dengan Inggris yang hanya menjalani satu babak adu penalti dalam fase gugur, Kroasia harus menjungkalkan Denmark, lantas Rusia melalui babak tersebut. Dengan demikian, mereka setidaknya menghabiskan waktu minimal 30 menit lebih banyak daripada Tiga Singa.
"Kami telah bermain 120 menit sebanyak dua kali dalam enam hari dan, tentu saja, hal ini akan meninggalkan bekas pada Anda .... Kami memperkirakan laga yang sangat sulit, ketat, dan menantang kontra Inggris," ungkap Modric.
Memiliki ban kapten di lengannya, Luka Modric membawa harapan rakyat negaranya, yang tak ingin luka kedua kali seperti Piala Dunia 1998, kala generasi emas Vatreni dihentikan tuan rumah Perancis di babak semifinal.
Dengan kemampuannya dalam mengatur serangan dan kelihaian urusan bola-bola mati, Modric akan membawa harapan itu; sekaligus menjadi ancaman paling serius untuk Inggris, yang mengincar final Piala Dunia kedua mereka setelah 1966.
Editor: Fitra Firdaus