tirto.id - Direktur Utama LPDP Rionald Silaban merespons pernyataan aktivis HAM Veronica Koman yang mengaku jika pemerintah mengabaikan fakta kembalinya dia ke Indonesia pada September 2018, setelah merampungkan program Master of Laws di Australian National University.
Rionald membantah hal tersebut, dia mengatakan pada saat kembali pada 2018 lalu, Veronica belum lulus dari masa studinya di Australia. Sehingga kepulangan Veronica ke Indonesia bukan dalam status sebagai alumni.
Pada saat itu, kata dia, Veronica menginformasikan bahwa dirinya sempat kembali ke Indonesia untuk mendampingi aksi para mahasiswa Papua di Surabaya. Namun, kemudian ia kembali lagi ke Australia.
"[Kepulangan Veronica ke Indonesia] sebagai awardee on going dan tidak dapat dianggap kembali ke Indonesia dalam konteks pemenuhan kewajiban alumni," kata dia melalui keterangan tertulisnya, Kamis (13/8/2020).
Kemudian Veronica merampungkan studinya pada Juli 2019 dan baru melaporkan kelulusan pada aplikasi sistem monitoring dan evaluasi LPDP pada 23 September 2019, tetapi belum disampaikan secara lengkap.
Setelah menjadi alumni, Veronica tidak memenuhi kewaiibannya kembali dan berkarya di Indonesia. Padahal, kata dia, setiap penerima beasiswa LPDP yang telah menyelesaikan studi, diwajibkan untuk kembali serta berkontribusi di Indonesia.
Hal itu tercantum pada pasal kewajiban kembali dan kontribusi untuk Indonesia pada kontrak perjanjian. Para penerima beasiswa, termasuk Veronica pun menyatakan dirinya bersedia kembali ke Indonesia saat mendaftar apabila telah merampungkan masa studi.
Apabila alumni tidak kembali ke Indonesia, LPDP melakukan serangkaian proses surat peringatan, pengenaan sanksi pengembalian dana studi, dan penagihan.
"Terhadap hal ini, LPDP melakukan proses pemberian peringatan sampai dengan penagihan," ucapnya.
Sehingga pada 24 Oktober 2019 lalu telah diterbitkan Surat Keputusan Direktur Utama tentang Sanksi Pengembalian Dana Beasiswa LPDP sebesar Rp773.876.918.
Sebulan setelah itu, tanggal 22 November 2019, telah diterbitkan Surat Penagihan pertama kepadanya. Veronica pun diminta untuk mengembalikan dana beasiswa LPDP sebesar Rp773.876.918.
Veronica pun mengajukan Metode Pengembalian Dana Beasiswa dengan cicilan 12 kali pada tanggal 15 Februari 2020. Cicilan pertama telah disampaikan ke kas negara pada April 2020 sebesar Rp64,5 juta.
Namun, kata dia, cicilan selanjutnya belum dibayarkan hingga diterbitkannya surat penagihan terakhir pada 15 Juli 2020.
"Jika belum dipenuhi Veronica hingga batas waktu tertulis, maka penagihan selanjutnya diserahkan ke Panitia Urusan Piutang Negara, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan Republik Indonesia," jelas dia.
Lebih lanjut, Rionald menyampaikan hingga Agustus 2020, terdapat 24.926 total penerima beasiswa LPDP, 11.519 diantaranya telah menjadi alumni.
Dari data tersebut, teridentifikasi sebanyak 115 kasus alumni yang tidak kembali ke Indonesia dengan rincian sejumlah 60 kasus alumni telah diberi peringatan dan telah kembali serta melakukan pengabdian. Sebanyak 51 kasus dalam proses pengenaan sanksi, sementara 4 kasus masuk dalam tahapan penagihan, termasuk Veronica.
Dirinya menegaskan, bahwa pengenaan sanksi yang diberikan kepada Veronica maupun penerima beasiswa LPDP lainnya yang tidak memenuhi kewajiban kembali dan berkontribusi di Indonesia: "Tidak ada kaitan dengan politik dan tidak terkait dengan pihak manapun".
Aktivis HAM Veronica Koman mengaku pemerintah Indonesia menerapkan hukuman finansial sebagai upaya terbaru untuk menekan dirinya berhenti mengadvokasi HAM Papua. Pemerintah pernah mengkriminalisasi, lalu meminta Interpol untuk mengeluarkan ‘red notice’, dan mengancam untuk membatalkan paspor Veronica.
Dirinya menerangkan, setelah kembali ke Indonesia pada 2018 lalu, pada Oktober Veronica melanjutkan kegiatannya mengadvokasi HAM, termasuk dengan mengabdi di Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia untuk Papua (PAHAM Papua) yang berbasis di Jayapura.
Selanjutnya, dia ke Swiss untuk mengadvokasi di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Maret 2019 dan kembali ke Indonesia setelahnya.
"Saya memberikan bantuan hukum pro-bono kepada para aktivis Papua pada tiga kasus pengadilan yang berbeda di Timika sejak April hingga Mei 2019," jelas Veronica.
Kementerian Keuangan, lanjut dia, telah mengabaikan fakta kembalinya ke Indonesia rampung masa studi dan mengabaikan fakta bahwa dia ingin kembali ke Tanah Air bila tiada ancaman yang membahayakan keselamatannya. Veronica meminta kepada Kementerian Keuangan, terutama Menteri Sri Mulyani untuk bersikap adil dan netral menghadapi persoalan ini.
Alasannya agar kementerian itu tidak menjadi bagian dari lembaga negara yang hendak menghukumnya karena kapasitas dia sebagai pengacara publik yang memberikan pembelaan HAM Papua.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri