Menuju konten utama
Periksa Data

Lowongan CPNS 2018: Berapa Uang Pemda Digelontorkan untuk Para PNS?

Tinggi atau rendahnya porsi belanja pegawai terhadap APBD di suatu daerah bakal jadi skema pembatasan penerimaan CPNS 2018.

Lowongan CPNS 2018: Berapa Uang Pemda Digelontorkan untuk Para PNS?
Infografik Periksa Data Pegawai Negeri Sipil. tirto.id/Quita

tirto.id - Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) kembali dibuka pada 2018. Penerimaan CPNS sempat dibuka pada 2017 dalam dua gelombang. Gelombang pertama dibuka untuk Kementerian Hukum dan HAM serta Mahkamah Agung. Sedangkan gelombang kedua dibuka untuk 61 Kementerian/Lembaga.

Pada penerimaan CPNS 2018 atau gelombang ketiga CPNS dibuka untuk pemerintah daerah mulai dari provinsi hingga kabupaten dan kota. Rencananya, seleksi penerimaan CPNS tersebut dimulai setelah Pilkada Serentak 2018.

Menurut data BPS, sejak 2013 hingga 2016, jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di lingkungan pemerintah tingkat provinsi dan kabupaten/kota mengalami puncaknya pada 2015. Di tahun tersebut, tercatat ada 3,61 juta pegawai yang bekerja di tingkat pemerintahan daerah tersebut. Jumlahnya terbagi atas 312.093 pegawai di tingkat provinsi dan 3,3 juta di tingkat kabupaten/kota.

Infografik Periksa Data Pegawai Negeri Sipil

Pada 2016, jumlah PNS menurun 4,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlahnya menjadi 3,46 juta. Penurunan ini dikarenakan sebagian akan memasuki batas usia pensiun. Diproyeksikan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (KemenPAN-RB), sepanjang 2016-2020, akan ada 752.271 PNS di tingkat provinsi maupun pusat yang memasuki usia pensiun.

Melihat proyeksi jumlah PNS yang akan memasuki usia pensiun, KemenPAN-RB akan membuka penerimaan CPNS pada 2018. Namun, dalam pengusulan formasi dari masing-masing daerah, Menteri PAN-RB Asman Abnur memberikan catatan khusus. Menurutnya, pemerintah tidak memberikan tambahan formasi CPNS bagi pemerintah daerah yang belanja pegawainya di atas 50 persen terhadap APBD.

Berdasarkan Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi BPS, pada 2016, realisasi pengeluaran Pemerintah Provinsi di Indonesia sebesar Rp264,099 triliun. Pengeluaran terbesar berada pada pos Belanja Langsung, yaitu Belanja Barang dan Jasa dengan nilai Rp54,033 triliun. Untuk pos Belanja Pegawai sendiri berada baik di akun Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung dengan totalnya sebesar Rp48,788 triliun. Nilai ini setara dengan 18,5 persen dari total pengeluaran Pemerintah Provinsi.

Infografik Periksa Data Pegawai Negeri Sipil

Pada 2017, nilai belanja pegawai dianggarkan dua kali lipat dibandingkan realisasi di 2016. Nilai anggaran untuk pos ini sebesar Rp86,625 triliun yang terbagi atas pos Belanja Pegawai Langsung sebesar Rp77,629 triliun dan Belanja Pegawai Tidak Langsung sebesar Rp8,996 triliun. Total belanja pegawai ini mengambil porsi sebesar 26,3 persen terhadap total pengeluaran Pemerintah Provinsi.

Rata-rata pemerintah provinsi di Indonesia menganggarkan belanja pegawainya sekitar 26 persen terhadap total anggaran pengeluaran. Lain halnya pada Pemerintah Kabupaten/Kota yang porsi belanja pegawai terhadap total pengeluarannya cenderung lebih besar dibandingkan dengan Pemerintah Provinsi. Pada 2016, realisasi total belanja pegawai sebesar Rp311,112 triliun atau setara dengan 38,5 persen dari total pengeluaran. Nilai pengeluarannya sebesar Rp808,255 triliun.

Infografik Periksa Data Pegawai Negeri Sipil

Pada 2017, anggaran untuk belanja pegawai Pemerintah Kabupaten/Kota pun meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, tapi peningkatannya tidak sebesar Pemerintah Provinsi. Total belanja pegawai 2017 dianggarkan sebesar Rp318,381 triliun atau setara dengan 40,7 persen terhadap total pengeluaran. Melihat porsi belanja pegawai, memang terlihat jelas bahwa secara umum, Pemerintah Kabupaten/Kota masih memusatkan anggaran belanja pada pos belanja pegawai dibandingkan belanja barang-jasa dan modal.

Daerah dengan Porsi Belanja Pegawai di Atas 50 Persen

Bila dilihat dari anggaran 2017, Pemerintah Provinsi bisa bernapas lega karena tidak ada satu pun yang porsi belanja pegawai di atas 50 persen dari total APBD. Sulawesi Tengah merupakan provinsi dengan porsi belanja pegawai terbesar, yaitu 38,39 persen terhadap APBD. Anggaran belanja pegawainya sebesar Rp1,395 triliun dan nilai APBD-nya sebesar Rp3,634 triliun.

Infografik Periksa Data Pegawai Negeri Sipil

Sumatera Barat menempati posisi kedua, dengan anggaran belanja pegawai terbesar dengan porsi 36,8 persen dari APBD. Jumlah ini jauh lebih besar jika dibandingkan rerata nasional. Dengan jumlah PNS sebanyak 13,78 ribu pada 2016, daerah tersebut menganggarkan Rp2,30 triliun untuk belanja pegawai dari APBD 2017 sebesar Rp6,24 triliun.

Belanja pegawai pemprov DKI Jakarta merupakan yang terbesar secara nominal. Pemerintah ibukota tersebut menganggarkan Rp23,21 triliun dari total APBD 2017 sebesar Rp70,19 triliun. Padahal jumlah PNS DKI pada 2016 hanya sebanyak 269 ribu orang.

Kenaikan gaji PNS DKI pada periode 2015 menjadi faktor yang mempengaruhi angka belanja pegawai di DKI. Dalam Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi 2014-2017 dapat dilihat anggaran belanja pegawai DKI Jakarta naik sekitar Rp5 triliun dari Rp12,60 triliun pada 2014 menjadi Rp17,31 triliun pada 2015. Pada 2016 belanja pegawai DKI naik menjadi Rp19,36 triliun dengan porsi sebesar 32,6 persen.

Provinsi dengan porsi belanja pegawai terhadap ABPD terendah untuk tahun anggaran 2017 adalah Papua. Di provinsi ini, porsi belanja pegawainya hanya 10,8 persen terhadap APBD. Nilainya setara dengan Rp1,637 triliun dan nilai APBD-nya sebesar Rp15,158 triliun.

Sedangkan, pada tingkat Kabupaten/Kota, ada 41 wilayah yang melewati batas penetapan KemenPAN-RB, yaitu porsi belanja pegawainya lebih dari 50 persen terhadap APBD. Pemerintah Kota Tasikmalaya adalah yang terbesar dalam memberikan porsi belanja pegawai dalam APBD-nya. Pada tahun anggaran 2017, nilai belanja pegawainya sebesar Rp912,83 miliar atau setara dengan 57,33 persen dari nilai APBD Rp1,592 triliun.

Infografik Periksa Data Pegawai Negeri Sipil

Disusul oleh Kota Ambon yang menganggarkan Rp649,76 miliar untuk belanja pegawai atau setara dengan 56,91 persen terhadap total APBD. Di posisi kabupaten/kota yang memiliki porsi belanja pegawai lebih dari 50 persen terhadap APBD adalah Kabupaten Asahan. Pada tahun anggaran 2017, kabupaten ini menganggarkan Rp776,99 miliar untuk belanja pegawainya, atau setara dengan 50,03 persen terhadap nilai APBD Rp1,552 triliun.

Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir yang berada di Provinsi Sumatera Selatan merupakan wilayah dengan porsi belanja pegawai terhadap APBD yang paling rendah. Pada periode 2017 ini, anggaran belanja pegawainya Rp152,72 miliar, setara dengan 14,14 persen dari APBD dari nilai APBD Rp1,079 triliun.

Besar dan kecilnya alokasi pengeluaran anggaran pegawai terhadap APBD di sebuah daerah akan menentukan ekonomi di wilayah tersebut. Dalam ekonomi makro, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat diukur melalui pendekatan pengeluaran yang salah satu komponennya adalah government spending (pengeluaran pemerintah). Artinya semakin besar pengeluaran pemerintah akan berdampak positif terhadap PDRB, yang menjadi indikasi meningkatnya aktivitas ekonomi daerah tersebut.

Belanja pegawai bisa menjadi salah satu instrumen untuk menggenjot pengeluaran tersebut. Namun besarnya porsi belanja pegawai dalam anggaran pemerintah suatu daerah juga merupakan hal yang bisa berdampak negatif terhadap kinerja pemerintah provinsi tersebut. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan dalam “Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik” menyatakan dari perspektif ekonomi makro, belanja pegawai dan belanja lainnya disebut kebocoran yang bersifat konsumtif.

Sementara belanja modal serta barang dan jasa disebut injeksi yang bersifat investasi. Karena, kegiatan pembangunan lebih banyak digerakkan oleh belanja pemerintah yang bersifat investasi merupakan indikasi yang baik untuk pelayanan publik yang dijalankan pemerintah dan roda ekonomi di daerah.

Jadi sebaiknya pemerintah daerah justru memberikan porsi yang lebih besar untuk belanja modal serta barang dan jasa yang bisa berdampak baik terhadap kinerja pemerintahan dan pembangunan daerah itu sendiri dibandingkan belanja pegawai yang bersifat konsumtif dan justru dapat menghambat pembangunan suatu daerah. Upaya pemerintah untuk membatasi penerimaan PNS daerah dengan mempertimbangkan rapor serapan anggaran pegawai terhadap APBD sudah tepat, hanya persoalan pelaksanaan dan kemauan untuk berubah dari para Pemda membangun birokrasi efisien dan efektif.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Hanif Gusman

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Hanif Gusman
Editor: Suhendra