Menuju konten utama

Longsor Gunung Anak Krakatau Seluas 64 Hektar Diduga Picu Tsunami

Longsoran bagian tubuh Gunung Anak Krakatau seluas 64 hektar diduga memicu tsunami di Selat Sunda pada Sabtu malam (22/12/2018). 

Longsor Gunung Anak Krakatau Seluas 64 Hektar Diduga Picu Tsunami
Foto udara letusan gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Minggu (23/12). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan telah terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau, di Selat Sunda pada Sabtu, 22 Desember 2018 pukul 17.22 WIB dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 1.500 meter di atas puncak (sekitar 1.838 meter di atas permukaan laut). ANTARA FOTO/Bisnis Indonesia/Nurul Hidayat/pras.

tirto.id - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menduga longsor bagian tubuh Gunung Anak Krakatau seluas 64 hektar memicu tsunami di Selat Sunda pada Sabtu malam (22/12/2018).

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan perkiraan luasan longsoran bagian tubuh Gunung Anak Krakatau itu berdasar pantauan citra satelit.

"Dari pantauan citra satelit terjadi deformasi [perubahan bentuk tubuh] Gunung Anak Krakatau yang menunjukkan luas 64 hektare, terutama pada lereng barat daya," kata Dwikorita di Jakarta pada Senin (24/12/2018) seperti dikutip Antara.

Dia menjelaskan deformasi terjadi setelah tremor hasil aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau menyebabkan bagian tubuh gunung api di Selat Sunda tersebut runtuh.

Longsor itu juga diperparah dengan cuaca ekstrem berupa gelombang tinggi. "[Analisis] Fenomena ini diperkuat dengan analisis model empat tide gauge yang memperlihatkan bahwa sumber energi tsunami itu berasal dari Selatan Gunung Anak Krakatau," ujar Dwikorita.

Sedangkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) juga menduga tsunami pada Sabtu malam disebabkan longsoran sebagian tubuh Gunung Anak Krakatau.

Tubuh Gunung Anak Krakatau yang diduga runtuh dan menjadi longsoran di bawah laut adalah bagian samping (flank collapse), khususnya di sektor selatan dan barat daya.

Sebelum terjadi tsunami pada Sabtu malam, Gunung Anak Krakatau memang secara terus menerus dan fluktuatif mengalami erupsi sejak Juni 2018. Akan tetapi, PVMBG tidak mencatat peningkatan intensitas erupsi yang signifikan sejak Juni lalu.

“Masih diperlukan data tambahan dan analisis lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada faktor lain yang berperan,” demikian pernyataan PVMBG yang dirilis pada Senin (24/12/2018).

Baca juga artikel terkait TSUNAMI SELAT SUNDA atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom