Menuju konten utama

Lolosnya Ahok dari Pasal Penodaan Agama

JPU menuntut Ahok dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun kepada Ahok. Dengan demikian, jika Ahok dinyatakan bersalah, maka ia tidak perlu masuk penjara.

Lolosnya Ahok dari Pasal Penodaan Agama
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama mengikuti sidang lanjutan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/3). Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/3). Sidang ke-13 itu beragenda mendengarkan keterangan saksi-saksi yang meringankan terdakwa. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah membacakan tuntutan dalam sidang lanjutan dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama, di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (20/4/2017). JPU menilai terdakwa terbukti memenuhi rumusan-rumusan unsur pidana dalam Pasal 156 KUHP.

Ketua Tim JPU, Ali Mukartono mengatakan sepanjang pemeriksaan dalam persidangan telah didapat fakta mengenai kesalahan terdakwa dan tidak ditemukan alasan pemaaf dan pembenar atas perbuatan terdakwa.

Sementara hal yang meringankan, menurut Ali, terdakwa mengikuti proses hukum dengan baik, sopan di persidangan, ikut andil dalam membangun Jakarta, dan mengaku telah bersikap lebih humanis. Selain itu, menurut Jaksa, keresahan masyarakat timbul setelah Buni Yani mengunggah video pidato Ahok di Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itu, JPU menuntut majelis hakim menyatakan Ahok terbukti bersalah melakukan tindak pidana di muka umum dan menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap satu golongan sebagaimana diatur Pasal 156 KUHP.

Meskipun demikian, JPU hanya menuntut Ahok dengan hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun. Tuntutan ini lebih ringan dari ketentuan hukuman maksimal yang terdapat dalam Pasal 156 KUHP dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Menanggapi tuntutan JPU, anggota tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama, I Wayan Sidarta menilai JPU terkesan ragu-ragu sehingga jaksa hanya menuntut Ahok dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun. Dengan tuntutan tersebut, maka Ahok tak perlu masuk penjara.

Tuntutannya percobaan, itu untuk menunjukkan keragu-raguan tentang keyakinan jaksa. Kalau perkara seramai ini tuntutannya percobaan, jaksa ragu-ragu,” kata Wayan setelah sidang ke-19 dugaan penodaan agama dengan agenda pembacaan tuntutan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (20/4/2017).

Seperti diketahui, dalam kasus dugaan penistaan agama ini, Ahok dikenai dakwaan alternatif, yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Berdasarkan Pasal 156a KUHP disebutkan bahwa pidana penjara selama-lamanya 5 tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Sedangkan, berdasarkan Pasal 156 KUHP berbunyi: barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya [Pasal 156a] berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Ahok Selamat dari Jerat Pasal 156a KUHP

Dengan tuntutan JPU yang menyatakan bahwa Ahok terbukti memenuhi rumusan-rumusan unsur pidana dalam Pasal 156 KUHP, maka JPU tidak tuntutan Ahok dengan Pasal penistaan agama, melainkan penghinaan agama.

Hal tersebut berbeda dengan tuntutan JPU terhadap terdakwa kasus penistaan agama, seperti kasus yang dialami 41 orang dari Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia (LPMI) pada tahun 2006, kasus Lia Aminuddin alias Lia Eden tahun 2006, kasus Rusgiani pada tahun 2012, dan kasus yang menjerat Ahmad Musadeq alias Abdussalam yang divonis pada Maret 2017.

Dalam kasus-kasus tersebut, JPU menuntut terdakwa dengan Pasal 156a KUHP. Misalnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam persidangan pada Selasa 7 Maret 2017 menjatuhkan hukuman lima tahun penjara potong masa tahanan kepada "guru spiritual" organisasi gerakan fajar nusantara (Gafatar), Ahmad Musadeq alias Abdussalam.

“Terdakwa Ahmad Musadeq alias Abdussalam terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja di muka umum perbuatan yang bersifat penodaan terhadap suatu agama di Indonesia sebagaimana dakwaan ke satu,” kata Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Timur, Muhammad Sirad dalam agenda sidang pembacaan putusan, di PN Jaktim seperti dikutip Antara.

Menurut majelis hakim, terdakwa terbukti telah melakukan perbuatan penodaan agama yang melanggar Pasal 156a huruf a KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Sementara dalam dakwaan kedua, yakni dakwaan melakukan perbuatan makar yang diatur dalam Pasal 110 ayat 1 KUHP Jo Pasal 107 Ayat 2 KUHP Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP, Ahmad Musadeq tidak terbukti bersalah.

Vonis hukuman ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut Ahmad Musadeq dengan hukuman 12 tahun penjara atas kasus penodaan agama dan makar. “Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kedua,” kata Muhammad Sirad.

Tuntutan yang sama juga dilakukan JPU terhadap 41 terdakwa kasus penistaan agama yang dilakukan Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia (LPMI) di Hotel Asida Batu, Jawa Timur, pada 19-21 Desember 2006. Mereka dinilai terbukti secara sah sesuai dengan dakwaan primer yaitu melanggar Pasal 156 huruf a KUHP tentang penodaan agama yang ada di Indonesia.

Karena itu, Pengadilan Negeri Malang, Jawa Timur menjatuhkan vonis pada 41 terdakwa, masing-masing dengan hukuman lima tahun penjara. Vonis tersebut sama dengan tuntutan jaksa dalam sidang dengan agenda pembacaan tuntutan.

“Mereka terbukti secara sah sesuai dengan dakwaan primer yaitu melanggar pasal 156 huruf a KUHP tentang penodaan agama yang ada di Indonesia. Untuk itu pihak pengadilan memutuskan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara,” kata Hakim Ketua Sri Wahyuni SH.

Dalam konteks ini, Ahok sudah terlepas dari jerat Pasal 156 huruf a KUHP yang selama ini dijadikan jaksa untuk menuntut terdakwa kasus penistaan agama. JPU hanya menyatakan perbuatan Ahok terbukti memenuhi rumusan-rumusan unsur pidana dalam Pasal 156 KUHP dan menuntut Gubernur DKI Jakarta ini dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun kepada Ahok.

Dengan demikian, jika Ahok tidak bisa lolos dari tuntutan JPU, menurut anggota tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama, I Wayan Sidarta,maka paling tidak kliennya tidak perlu masuk penjara.

“Artinya, Pak Basuki tidak perlu masuk penjara kalau dalam 2 tahun dia tidak ada putusan pidana dalam perkara lain yang mempunyai kekuatan hukum tetap,” kata Wayan seperti dikutip Antara.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Hukum
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti